webnovel

BAB 05 2 TAHUN BERLALU

YOGYAKARTA 2,5 TAHUN KEMUDIAN

"Semoga lekas sembuh ya? Jangan minum es dulu."

Raihan menatap anak kecil yang baru saja diperiksanya. Akhir-akhir ini banyak sekali yang terkena flu karena cuaca yang tidak menentu. Hal itu menyebabkan Raihan sibuk dengan bolak balik rumah sakit tempatnya dinas dan juga tempat prakteknya.

"Dok, pasien sudah habis. Dokter boleh pulang dulu nanti saya yang menutup."

Suara Hendri, asistennya membuat Raihan menganggukkan kepala. Sudah 1 minggu ini dia memang pulang larut malam ke rumah.

Melepas snelli-nya dan langsung mengambil tasnya, Raihan kini melangkah keluar dari ruang prakteknya. Menghirup udara malam yang menyejukkan. Raihan segera masuk ke dalam mobilnya. Saat itulah dering ponselnya berbunyi.

Raihan langsung merogoh saku celananya. Dan tersenyum mendapati siapa yang menelepon.

"Assalamualaikum. Ini baru saja keluar dari klinik."

Raihan tersenyum lagi mendengar jawaban di ujung sana.

"Baiklah. Aku mampir ya, tapi gak mau nginep di sana. Nanti terlalu dimanja."

Suara tawa di ujung sana membuat hati Raihan sedikit terhibur. Dia segera memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku. Lalu segera melajukan mobilnya ke rumah orang yang baru saja meneleponnya.

Selalu begitu, orang itu mengerti kalau dia sedang butuh.

*****

"Kopi? Owh jangan udah malam nanti nggak bisa tidur. Susu hangat saja ya?"

Suara lembut itu membuat Raihan tersenyum.

"Dek, jangan buatkan susu nanti dia tidur di sini."

Lalu tawa Raihan membuat dua orang di depannya hanya menggelengkan kepala.

"Air putih saja Mbak Sofia.." Dia menatap istri Aslan yang kini menganggukkan kepala dan beranjak masuk ke dalam.

"Kamu kurusan Han.."

Raihan menyugar rambutnya dan kini kembali tersenyum.

"Udah satu mingguan ini banyak yang kena influenza mas. Jadi yah kurang tidur."

Tapi Aslan kini malah menatapnya tajam. Mereka sedang duduk di ruang tamu rumahnya Aslan. Kakak sepupunya itu memang terlalu perhatian dengannya. Bahkan sejak dulu, saat dia kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan pesawat, keluarga Aslanlah yang merengkuhnya.

"Kamu nggak makan bener tuh. Dokter kok malah nyiksa diri."

Raihan mengernyit mendengar hardikan Aslan.

"Makan, Mas."

Jawaban singkatnya terpotong dengan masuknya Sofia yang membawa satu gelas susu hangat dan langsung meletakkan ke atas meja.

"Iya tak buatin susu biar gemuk."

Perhatian keduanya membuat Raihan kembali tersenyum.

"Makasih, Mbak."

Sofia duduk di sebelah suaminya. Lalu Aslan menatapnya lagi.

"Besok kamu jadi ke Jakarta?"

Raihan menganggukkan kepala. Kali ini matanya tidak beralih dari Aslan. Ada persetujuan yang dapat dibacanya.

"Jemput dia, Han. Udah terlalu lama."

Raihan hanya menghela nafas lagi. Memang sudah terlalu lama. 2,5 tahun bukan waktu yang sebentar. Dan selama itu dia memang masih berhubungan dengan Novia. Istrinya yang melanjutkan pendidikannya di London. Saat dia melepas kepergian Novia saat itu mungkin belum terasa seperti ini. Tapi selama ini mereka akhirnya berkomunikasi. Ada rasa rindu yang terselip di hatinya.

"Iya, Mas. Raihan juga sudah memantapkan hati. Menjemput Novia meski dia mengatakan tidak pantas lagi menjadi istri Raihan. Dia tetap masih istri Raihan."

Mendengar itu Aslan dan Sofia langsung menganggukkan kepala.

"Kamu pria yang baik. Selama ini kamu bertahan meski godaan silih berganti."

Ucapan Aslan membuat Raihan tersenyum lagi. Dia memang hanya bisa tersenyum. Masih teringat dulu saat memeluk Novia di bandara. Wanita itu terus menangis dan mengatakan ingin bercerai. Dia tidak sanggup menjadi istrinya. Yang begitu baik sudah memberi kesempatan kepadanya. Tapi Raihan tetap bertahan. Kalau awalnya mereka menikah dengan buruk, mungkin saat ini akan menjadi baik.

"Ya sudah ya, Mas. Rai pulang dulu. Ngantuk."

Aslan langsung menganggukkan kepala.

"Bawa dia kembali ke sini, Rai."

******

Tubuh lelah. Tapi Raihan hanya menatap ponsel yang masih digenggamnya. Dia sudah berbaring di atas kasur.

Dia berbohong dengan Aslan dan Sofia. Sebenarnya dia kehilangan kontak dengan Novia sejak satu tahun yang lalu. Istrinya itu menarik diri darinya. Padahal selama ini mereka berkomunikasi meski kaku. Hanya menanyakan hal-hal yang basa basi. Sudah makan, apa kesibukan dan hal yang tidak penting. Hanya saja kemudian Novia pernah mengatakan, lebih baik Raihan mencari pendamping yang lain daripada harus menunggunya. Dia malu untuk kembali menjadi istrinya.

Novia yang dicintainya. Sejak pertama kali bertemu, Raihan memang sudah jatuh cinta. Lalu menikahi saat Novia masih belum bisa menerima. Maka dia mengikhlaskan Novia untuk pergi meraih cita-citanya.

"Halo Dokter."

Raihan membuka matanya lebar saat membaca pesan dari Kenan yang masuk ke ponselnya.

"Hei.. apa kabar dokter kucing."

"Rai, aku serius nih. Besok kamu jadi ke Jakarta kan?"

"Iya. Aku berangkat pagi."

"Ada yang harus kamu ketahui. Tapi tolong jangan sampai Novia tahu."

Raihan membaca pesan dari Kenan dan mengernyitkan kening. Dia tahu Kenan sudah kembali ke Jakarta setelah pendidikannya selesai di sini. Istrinya, Caca memang masih berkomunikasi dengan Novia.

"Maksud kamu?"

Raihan mengernyitkan kening.

"Novia pulang ke Indonesia sudah dua hari yang lalu. Dia memang menunggumu, hanya saja keadaannya sudah berbeda."

Jantung Raihan berdegup kencang membaca pesan dari Kenan.

"Dia mengalami kecelakaan 1 tahun yang lalu di London. Akupun tidak tahu. Novia menyembunyikan semuanya dengan rapat. Sampai akhirnya kakak kandungnya, Mas Bagus yang memberitahuku. Kalau Novia mengalami cacat di kakinya. Dia lumpuh."

Jantung Raihan makin tidak karuan dengan informasi itu.

"Novia sekarang gimana keadaannya?"

Dia mengetikkan itu dengan cepat. Dia sudah beranjak dari kasurnya. Melangkah mondar mandir.

"Dia tinggal bersama keluarga Mas Bagus. Malam ini kamu boleh menangis. Tapi tolong besok kamu jangan sampai terlihat sedih. Kuatkan Novia Rai. Jemput dia dan bawa pulang ke rumahmu. Kalian ini suami istri."

Raihan menganggukkan kepala. Lalu berterimakasih dengan informasi itu. Sesaat setelah Kenan menutup sambungannya, Raihan melangkah keluar dari kamat. Menuju balkon kamarnya. Dia menatap langit gelap di atasnya. Langit yang sama dengan yang menaungi Novia saat ini. Hatinya merepih. Tapi dia melantunkan doa untuk sang istri. Kali ini dia akan membawa Novia pulang dan tidak akan membiarkannya pergi lagi.