webnovel

BAB 02 BENCI

BAB 02

"Beasiswa kamu gimana?"

Pertanyaan itu langsung membuat hati Novia bersedih. Dia sudah melepaskan beasiswanya demi pulang ke Indonesia. Dan sekarang pertanyaan itu membayang di depan wajahnya.

"Aku udah nggak ambil itu. "

Wina, sahabatnya yang selalu menjadi tempat keluh kesahnya kini mengernyitkan kening.

"Lalu kamu akan menuruti papa kamu untuk menikah? Kenapa dulu kamu tolak saat akan menikah dengan Dokter Kenan? Dan sekarang kamu harus mengulanginya lagi."

Tapi Novia kini menggelengkan kepala dan menatap Wina yang menginterogasinya itu.

"Sudah jangan sebut Dokter Kenan. Dia sudah bahagia dengan istrinya. Aku tidak mau mengganggu mereka. Sudah sangat baik keluarga mereka kepadaku."

Novia menghela nafas lagi. Lalu mengusap matanya yang sembab. Semalam dia menangis karena nasibnya menjadi begini. Sosok Raihan yang angkuh makin tidak bisa membuatnya tenang.

"Nov, aku tahu kamu orang yang sangat baik. Tidak pernah menyakiti seseorang. Maka hari ini bahagiakanlah hatimu Nov. Kalau memang kamu tidak cocok dengan pria yang akan menikahimu kamu bisa .."

Tapi Novia langsung menggelengkan kepala.

"Ini sudah jalanku, Win. Aku cuma ingin mencurahkan hatiku. Aku ingin menjadi dokter spesialis tadinya. Tapi papa ingin aku menikah. Dan aku harus menurutinya."

Setelah mengatakan itu suara dering ponselnya terdengar. Novia langsung merogoh tasnya dan menatap siapa yang menelepon. Dengan malas dia menempelkan ponsel di telinganya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam. Nov kamu segera ke rumah sakit sekarang."

Mata Novia melebar. Bagaimana bisa Raihan ada di rumah sakit saat ini?

"Cepat Nov!"

******

Novia berlari di koridor rumah sakit. Tidak mempedulikan orang yang berlalu lalang di sekitarnya. Setelah mendengar penjelasan Raihan di telepon dia segera ke rumah sakit. Ada yang tidak beres dengan semuanya.

Nafasnya terengah saat sampai di ambang pintu kamar perawatan sang papa. Novia langsung masuk dan mendapatkan mamanya langsung memeluknya dan menangis. Pandangannya tertuju kepada sosok yang kini berbaring dengan lemah di atas ranjang.

Raihan sudah menggenggam erat jemari papanya. Di sebelah Raihan ada Om Kafka ayahnya Kenan. Dan ada seorang pria lagi di sebelahnya.

"Kamu harus menerima semuanya "

Bisikan sang mama dalam isak tangisnya membuat Novia langsung tahu apa yang terjadi. Mata sang papa terperjam. Tentu saja Novia langsung menghambur ke arah ranjang.

"Pa …"

Mata papanya terbuka perlahan.

"No...vi..a...ka...mu...ha...rus..me..ni..kah.."

Suara papanya tersendat. Novia langsung memeluk tubuh papanya yang lemah itu.

"Iya Papa. Novia menikah. Tapi Papa harus sehat."

Sang papa mengusap kepalanya dengan perlahan.

"Se..karang."

Perintah itu membuat Novia langsung paham dengan apa yang terjadi. Dia menatap Raihan yang kini menunduk. Duduk di samping ranjang sang papa.

"Tapi Papa masih di sini kan?"

Dia kembali menatap papanya yang memejamkan mata lagi lalu tampak kesakitan.

Bahunya dipegang oleh sang mama dan menyuruhnya untuk duduk. Lalu suara langkah terdengar. Ada seorang pria lagi yang sepertinya seorang ustadz langsung berdiri di seberangnya.

Novia langsung menunduk. Dia tahu inilah akhirnya.

Ijab qobul itu terucap dengan sangat lancar. Setelah semuanya mengatakan sah, suara dari monitor yang menghubungkan detak jantung sang papa terdengar. Lalu tangis itu akhirnya pecah.