webnovel

Perjalanan untuk Menjadi Kuat

Pagi itu, ketika matahari baru saja terbit, Rise berjalan cepat menuju istana. Kepalanya penuh dengan pikiran tentang pertemuan malam sebelumnya dengan Kael. Dia tahu harus segera berbicara dengan Wildes dan Lili, memperingatkan mereka tentang ancaman yang akan datang.

Setibanya di istana, dia segera menuju ruang latihan, di mana Wildes Schwert, sang ahli pedang terhebat, sedang menunggu. Lili, yang biasanya menemaninya selama latihan, juga ada di sana, bersemangat seperti biasa.

"Selamat pagi, Rise!" sapa Lili dengan senyuman. Namun, senyuman itu segera memudar ketika dia melihat wajah cemas Rise. "Ada apa? Kamu kelihatan khawatir."

Rise menarik napas dalam-dalam sebelum mulai bercerita. "Aku perlu bicara dengan kalian berdua. Ini sangat penting."

Wildes mengangguk dan mengisyaratkan untuk duduk. "Baiklah, ceritakan apa yang terjadi."

Rise memulai dengan suara rendah, namun tegas. "Semalam, setelah makan malam, aku dalam perjalanan pulang ke pondokku. Tiba-tiba, aku bertemu seseorang yang tampaknya mengenalku. Namanya Kael."

"Kael?" Lili mengernyitkan dahi. "Siapa dia?"

"Awalnya, aku tidak tahu. Tapi ketika dia mulai bicara, ingatanku tentang masa lalu mulai kembali," jelas Rise. "Kael adalah rekanku saat masih menjadi pengintai di Kerajaan Arcana, sebelum adanya Kerajaan Gothern Varka. Kami ditugaskan bersama untuk melindungi kerajaan dari ancaman luar."

Wildes memperhatikan dengan saksama. "Apa yang dia inginkan darimu?"

"Dia ingin menghancurkan Kerajaan Gothern Varka," jawab Rise dengan suara gemetar. "Dia berkata bahwa kerajaan ini telah menghancurkan hidupnya dan dia ingin membalas dendam. Rencananya adalah memanggil makhluk iblis dari Abyssus Mortis, untuk menghancurkan semuanya."

Mata Lili melebar. "Itu gila! Bagaimana kita bisa menghentikannya?"

"Dia menyerangku," lanjut Rise. "Kami berduel, dan aku merasa terdesak. Saat itulah aku tanpa sadar menggunakan kekuatan kutukan Mawar Hitam. Pedangku mengeluarkan aura hitam dan api hitam membara melapisi pedang tersebut. Kael tampak tertarik dan mengatakan, 'Padahal tubuhmu kecil dan mungil, tapi kamu bisa sangat kuat. Menarik.'"

Wildes terlihat terkejut. "Kamu bisa menggunakan kekuatan kutukan itu dalam situasi terdesak?"

Rise mengangguk. "Ya, tapi aku tidak bisa mengendalikannya sepenuhnya. Itu sangat kuat, tapi juga sangat menyakitkan. Setelah itu, Kael pergi, meninggalkanku dengan ancaman bahwa dia akan kembali."

Lili menahan tawa. "Jadi kamu marah karena dia mengejekmu cebol, ya?"

Rise memerah. "Mungkin sedikit. Tapi itu tidak lucu, Lili. Mau aku pukul kepalamu?"

Lili berusaha keras menahan tawanya. "Maaf, Rise, tapi aku tidak menyangka itu akan menjadi pemicu kutukanmu."

Wildes mencoba menjaga wajah serius, tetapi sudut mulutnya juga sedikit terangkat. "Setidaknya kita tahu satu cara untuk mengaktifkan kutukanmu."

Rise menggelengkan kepalanya, berusaha mengabaikan ejekan itu. "Bisakah kalian berdua serius? Aku pukul kalian berdua! Kita harus serius. Ancaman ini nyata dan kita harus bersiap."

Lili mengangguk, berusaha untuk kembali serius. "Maaf, Rise. Aku hanya terkejut."

Wildes menepuk pundak Rise. "Kita akan menghadapi ini bersama. Kamu tidak sendirian."

Lili menatap Rise dengan rasa ingin tahu yang mendalam. "Rise, sekarang setelah kamu ingat sebagian masa lalumu, bisa ceritakan lebih banyak tentang siapa Kael itu dan apa yang terjadi di Kerajaan Arcana?"

Rise menghela napas panjang, mencoba mengingat lebih jelas. "Kael adalah rekan saat kami masih menjadi pengintai di Kerajaan Arcana. Kami ditugaskan bersama untuk melindungi kerajaan dari ancaman luar. Namun, suatu hari, kerajaan kami diserang oleh pasukan yang jauh lebih kuat. Mereka menghancurkan segalanya dan membunuh banyak orang."

"Apa yang terjadi pada kalian berdua?" tanya Wildes dengan serius.

"Kami tertangkap," lanjut Rise. "Di penangkaran, aku mendapatkan kutukan ini dari seseorang bernama Florian. Dia adalah orang yang memberiku kutukan Mawar Hitam. Kael berhasil melarikan diri, tetapi aku tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah itu. Kini, dia kembali dengan dendam yang membara."

Lili terdiam, merenungkan cerita Rise. "Jadi, dia percaya bahwa dengan menghancurkan kerajaan ini, dia bisa membalas dendam atas apa yang telah terjadi padanya dan kerajaan Arcana?"

"Benar," jawab Rise. "Tapi aku tahu tidak semua orang di kerajaan ini bersalah. Kita harus menghentikannya sebelum dia melakukan sesuatu yang tidak bisa diperbaiki."

Wildes mengangguk dengan tekad. "Kita akan menghadapi ini bersama, Rise. Kita akan melindungi kerajaan ini dan orang-orang yang kita cintai."

Dengan dukungan Wildes dan Lili, Rise merasa sedikit lebih kuat. Meskipun ancaman dari masa lalunya kembali menghantui, dia tahu bahwa dia tidak sendirian dalam pertempuran ini. Mereka akan bekerja sama untuk melawan Kael dan menjaga kedamaian di Kerajaan Gothern Varka.

Lili, yang semakin penasaran, akhirnya bertanya, "Rise, apa yang terjadi dengan Kerajaan Arcana? Bagaimana bisa kerajaan itu tergantikan oleh Kerajaan Gothern Varka?"

Rise menunduk sejenak, mengumpulkan pikirannya. "Kerajaan Arcana adalah sebuah kerajaan yang kuat dan makmur. Namun, ada banyak musuh di luar sana yang iri dengan kekayaan dan kekuatannya. Suatu hari, kerajaan kami diserang oleh pasukan besar yang dipimpin oleh seorang panglima perang yang sangat kuat. Mereka menyerang tanpa ampun, menghancurkan segalanya di depan mereka."

"Aku dan Kael ditugaskan untuk mengintai dan melindungi kerajaan, tetapi kami tidak cukup kuat untuk melawan mereka. Pasukan itu akhirnya menangkap kami. Di penangkaran, aku bertemu dengan Florian. Dia adalah seorang Raja Iblis Kegelapan, dia memiliki bawahan yang merupakan seorang penyihir hebat yang bekerja untuk panglima perang tersebut. Florian, dialah yang memberiku kutukan Mawar Hitam."

Rise berhenti sejenak, mengingat rasa sakit dan ketakutan yang dia alami. "Setelah Arcana jatuh, wilayah itu diambil alih oleh berbagai kekuatan. Kerajaan Gothern Varka akhirnya terbentuk dari sisa-sisa kehancuran itu. Raja kita sekarang adalah salah satu pemimpin yang berhasil menyatukan berbagai wilayah yang hancur dan membangun kerajaan baru ini."

Wildes dan Lili mendengarkan dengan serius, mencoba memahami betapa dalam luka yang dimiliki Rise. "Jadi, Kael merasa bahwa Kerajaan Gothern Varka adalah penyebab kehancuran Arcana?" tanya Lili.

"Ya," jawab Rise. "Dia percaya bahwa kerajaan ini, dan pemimpinnya, bertanggung jawab atas penderitaan yang dia alami. Tapi dia salah. Kita harus menemukan cara untuk menghentikannya dan membuktikan bahwa tidak semua orang di kerajaan ini bersalah."Wildes mengangguk dengan tekad. "Kita akan menghadapi ini bersama, Rise. Kita akan melindungi kerajaan ini dan orang-orang yang kita cintai."

Wildes melihat kearah Rise dan berbicara dengan nada santai. "Rise, bagaimana kalau kamu mencoba untuk pergi ke daerah baru untuk meningkatkan kemampuanmu?" Seru Wildes memberikan saran.

"Baiklah, mungkin kita akan membahasnya besok pagi, aku akan menunggumu diruang latihan seperti biasa." Wildes menepuk pundak Rise lalu pergi.

Dikeesokan harinya, saat matahari baru saja terbit, Wildes Schwert dan Rise duduk di ruang latihan yang biasanya digunakan oleh para ksatria. Udara pagi yang sejuk membawa aroma embun segar, namun ketegangan yang terasa di antara mereka tidak bisa diabaikan. Mereka baru saja akan membahas ancaman yang dibawa oleh Kael, dan Wildes tahu bahwa tindakan cepat dan strategis diperlukan untuk melindungi kerajaan Gothern Varka.

Wildes menatap Rise dengan tatapan penuh tekad. "Rise, aku memikirkan sesuatu untuk membantu kita menghadapi ancaman Kael. Bagaimana kalau kamu mencoba untuk pergi ke daerah baru untuk meningkatkan kemampuanmu?" Serunya dengan nada santai namun serius. "Aku memiliki teman di luar kerajaan Gothern Varka, dia juga seorang ahli pedang. Namanya Master Hiro, dia adalah seorang ahli seni dua pedang. Mungkin dia bisa membantu meningkatkan kekuatanmu."

Rise mengerutkan kening, berpikir sejenak. "Master Hiro? Aku belum pernah mendengar tentang dia. Apa dia benar-benar bisa membantu kita?"

Wildes mengangguk. "Dia adalah salah satu ahli pedang terbaik yang pernah aku kenal. Ketika aku masih muda, aku belajar banyak darinya. Dia menguasai seni dua pedang yang bisa menjadi aset berharga untukmu. Jika kamu bisa menguasai tekniknya, kita akan memiliki keuntungan besar melawan Kael."

Rise menarik napas dalam-dalam, merasa semangatnya tumbuh. "Baiklah, aku akan melakukannya. Tetapi bagaimana kita bisa menjaga ini tetap rahasia? Jika Kael tahu aku sedang pergi dan berlatih, dia mungkin akan mengambil tindakan lebih cepat."

Wildes tersenyum tipis. "Kita akan mengatakan kepada yang lain bahwa kamu sedang dalam misi diplomatik untuk menjelajahi wilayah baru dan memperluas hubungan dengan kerajaan tetangga. Hanya aku, kamu, dan Lili yang akan tahu tujuan sebenarnya."

Rise mengangguk, merasa lebih tenang. "Itu masuk akal. Aku akan mempersiapkan diriku dan berangkat secepatnya. Berapa lama waktu yang aku butuhkan untuk berlatih dengan Master Hiro?"

"Setidaknya satu setengah tahun atau mungkin lebih, mungkin?" jawab Wildes dengan ragu-ragu.

Mendengar jawaban yang ragu-ragu dari Wildes, Rise langsung merasa jengkel. "Satu setengah tahun?! Apa maksudmu 'mungkin lebih'?!" Rise berteriak dengan marah, ekspresinya penuh frustrasi. Tanpa berpikir panjang, dia membenturkan kepalanya ke arah perut Wildes.

"Aduh! Itu sakit dasar cebol!" Wildes mengeluh, memegang perutnya yang kini terasa nyeri. Dia hanya bisa mendengarkan ocehan Rise sambil meringis kesakitan.

"Aku tidak punya waktu sebanyak itu, Wildes! Aku harus menemukan cara untuk mengendalikan kutukan ini lebih cepat!" Rise melanjutkan, suaranya meninggi dengan nada penuh desakan.

Wildes berusaha menenangkan dirinya sambil tetap memegang perutnya. "Tenang, Rise. Aku mengerti kekhawatiranmu, tapi ini bukan sesuatu yang bisa kita percepat. Latihan dengan Master Hiro membutuhkan waktu dan kesabaran" katanya dengan suara yang lebih lembut namun tetap terdengar tegas.

Rise menghela napas berat, berusaha mengendalikan emosinya. Setelah beberapa saat, dia mengangguk pelan. "Baiklah, aku mengerti. Maaf, aku hanya... aku hanya merasa putus asa" ucapnya dengan nada yang lebih tenang, meskipun masih ada kekhawatiran yang jelas di matanya.

Wildes tersenyum tipis, mengangguk. "Aku tahu. Dan kita semua di sini untuk membantumu melewati ini. Kita akan mencari cara terbaik untuk membuatmu siap secepat mungkin" katanya sambil menepuk bahu Rise dengan lembut.

Setelah beberapa saat perdebatan yang intens, keduanya akhirnya kembali tenang. Rise merasa sedikit lega mengetahui bahwa meskipun perjalanan ini akan panjang dan sulit, dia tidak akan sendirian dalam menghadapinya.

"Intinya... Latihan ini tidak akan mudah, Rise. Master Hiro terkenal dengan metodenya yang keras dan menuntut. Tapi aku yakin, dengan tekadmu, kamu akan berhasil."

Rise tersenyum, meskipun sedikit gugup. "Aku siap untuk tantangan apapun, demi melindungi kerajaan ini."

Wildes menepuk pundak Rise dengan penuh kepercayaan. "Aku tahu kamu bisa melakukannya. Dan ingat, kita akan menghadapi ini bersama. Kamu tidak sendirian."

Setelah beberapa saat hening, Wildes melanjutkan, "Rise, ketika kamu di sana, jangan ragu untuk mencari tahu lebih banyak tentang Kael. Masa lalumu di Kerajaan Arcana mungkin menyimpan petunjuk yang bisa membantu kita. Jika kamu bisa mengetahui lebih banyak tentang rencana Kael, kita bisa bersiap dengan lebih baik."

Mendengar itu, Rise kembali merasa jengkel. "Bagaimana aku bisa tahu rencana Kael kalau aku sedang berlatih di tempat lain?! DASAR MENYEBALKAN!" Rise berteriak dengan frustrasi, dan tanpa berpikir panjang, dia membenturkan lagi kepalanya ke arah perut Wildes, kali ini dengan lebih keras.

Wildes merasakan sakit yang tajam di perutnya dan memeganginya sambil meringis kesakitan. "Aduh! Itu benar-benar sakit, dasar cebol!" keluh Wildes, suaranya terdengar kesakitan namun tetap ada nada kesabaran di dalamnya.

Rise menghela napas berat, berusaha mengendalikan emosinya yang bergejolak. "Maaf, Wildes. Aku hanya... ini semua sangat membuat frustrasi. Bagaimana aku bisa mencari tahu rencana Kael jika aku tidak ada di sana?" tanyanya dengan nada lebih tenang namun masih penuh kebingungan.

Wildes menepuk bahu Rise dengan lembut, meskipun masih merasa sakit di perutnya. "Aku mengerti perasaanmu, Rise. Tapi percayalah, kita semua akan mencari cara terbaik untuk mengatasi ini. Latihan dengan Master Hiro adalah langkah penting, dan kita akan mencari informasi lain di sini sementara kamu berlatih. Kamu tidak sendirian dalam hal ini," jawabnya dengan penuh ketulusan.

Rise menatap Wildes dan akhirnya mengangguk, merasa sedikit lega. "Baiklah, aku akan mencoba melakukan yang terbaik. Terima kasih, Wildes."

Wildes tersenyum meski masih meringis. "Sama-sama, cebol. Kita semua di sini untuk mendukungmu," katanya sambil tertawa kecil, mencoba meredakan ketegangan.

Setelah mendengar Wildes berbicara begitu dengan tambahan "cebol", Rise kembali mengancamnya dengan tatapan intimidasi tapi bercanda dan mengatakan, "Sopan sekali kau bilang aku ini cebol?"

Wildes pun membalas dengan nada menggoda, "Memang faktanya begitu kan? Putri Lili tingginya 175, aku 190 dan kamu itu hanya 160. Bahkan Lili lebih tinggi daripada kamu."

Itu membuat Rise semakin marah, dan dia tampak ingin menyundulkan lagi kepalanya ke arah perut Wildes. Namun, sebelum melakukannya, Rise langsung tertawa kecil dan meminta maaf. "Aku hanya bercanda, aku tidak akan melakukan itu lagi," katanya dengan senyuman.

Wildes menghela napas lega dan tertawa juga. "Kamu hampir membuatku takut tadi," jawabnya dengan nada bercanda, tetapi penuh kelegaan.

Setelah perdebatan yang intens, keduanya kembali tenang. Rise merasa sedikit lebih optimis, mengetahui bahwa meskipun perjalanan ini sulit, dia memiliki teman-teman yang siap mendukungnya di setiap langkah.

Rise menghela nafas lalu mengangguk. "Aku akan melakukannya. Aku akan mencari tahu sebanyak mungkin tentang Kael dan rencananya. Kalau ketemu..."

Namun, jawaban Rise terdengar ragu-ragu, yang membuat Wildes sedikit jengkel. "Kamu juga ragu-ragu dalam memberikan jawaban itu, Rise... mau aku balas perbuatanmu sebelumnya?" katanya dengan tatapan marah dan jengkel, tetapi jelas bercanda.

Rise tersenyum tipis melihat ekspresi Wildes. "Maaf, aku hanya sedikit cemas. Tapi aku akan mencoba yang terbaik, sungguh," katanya dengan suara lebih tegas.

Wildes tersenyum bangga. "Bagus. Kita akan terus berkomunikasi melalui surat. Lili akan membantu menyampaikan pesan-pesan penting. Jaga dirimu baik-baik, Rise. Kerajaan ini membutuhkanmu."

Wildes menghela nafas dan kemudian tertawa kecil. "Baiklah, pastikan kamu benar-benar melakukannya. Kita semua bergantung padamu, cebol."

Mendengar hal itu, Rise pun terlihat jengkel. "Wildes, tolong berhenti memanggilku cebol," katanya dengan nada setengah kesal.

Wildes tertawa lebih keras. "Baiklah, baiklah. Aku akan berhenti," katanya sambil menahan tawanya.

Rise pun tersenyum kecil dan membalasnya dengan senyuman kecil juga tapi dengan sedikit hormat, mengingat Wildes yang telah membantunya dalam berlatih dan berbagai hal. "Aku akan berusaha," katanya dengan senyuman kecil di wajahnya.

Dengan semangat yang lebih baik, Rise merasa lebih siap menghadapi tantangan yang ada di depan. Meskipun banyak yang harus dia pelajari dan hadapi, dia tahu dia tidak sendirian dalam perjuangan ini.

Dengan tekad baru dan semangat yang membara, Rise bersiap untuk memulai perjalanan baru yang penuh tantangan. Dia tahu bahwa latihannya dengan Master Hiro akan menjadi ujian terberat dalam hidupnya, tetapi dia siap untuk menghadapi apapun demi melindungi Gothern Varka dari ancaman Kael.

Dengan dukungan Wildes dan Lili, Rise merasa sedikit lebih kuat. Meskipun ancaman dari masa lalunya kembali menghantui, dia tahu bahwa dia tidak sendirian dalam pertempuran ini. Mereka akan bekerja sama untuk melawan Kael dan menjaga kedamaian di Kerajaan Gothern Varka.