webnovel

Perjalanan Menuju Kekuatan

Dikeesokan harinya, Wildes kembali memanggil Rise untuk berbicara tentang rencana yang akan dilakukan diruang latihan. "Rise, seperti yang aku katakan, kita harus meningkatkan kemampuanmu lebih jauh lagi. Kemarin aku sudah bilang padamu, kalau ada sebuah kota di luar kerajaan yang dikenal sebagai Prosperam Urbem. Kota itu adalah pusat kemakmuran dan ilmu pengetahuan. Di sana, kamu bisa belajar seni aliran dua pedang dan kamu juga mendapatkan pedang terkuat di reruntuhan yang bernama Hasanai."

Rise mengangguk dengan tekad. "Aku akan pergi ke sana dan belajar sebanyak mungkin. Aku akan menjadi lebih kuat untuk melindungi kerajaan ini."

Wildes tersenyum. "Bagus. Pergilah dan kembalilah dengan kekuatan baru. Kami akan menunggumu di sini."

Sebelum berangkat, Rise berpamitan dengan Wildes di halaman istana. "Wildes, aku akan pergi sekarang. Terima kasih untuk semua bantuanmu. Tolong sampaikan salamku kepada Lili. Katakan padanya bahwa aku akan merindukannya dan akan segera kembali."

Wildes mengangguk. "Tentu, Rise. Aku akan sampaikan salammu kepada Lili. Hati-hati di perjalanan dan jangan lupa untuk terus berlatih."

Rise tersenyum kecil, merasa sedikit lega. "Aku akan berusaha."

Dengan langkah mantap, Rise mulai menjauh dari istana. Dia berhenti sejenak di gerbang istana, berbalik dan bergumam dengan penuh tekad, "Aku berangkat, Lili."

Perjalanan panjangnya untuk menjadi lebih kuat dan menemukan jawaban atas kutukannya baru saja dimulai. Dengan tekad yang kuat dan dukungan dari teman-temannya, Rise merasa siap menghadapi tantangan apa pun yang akan datang.

Dengan bekal dan semangat, Rise berangkat menuju Prosperam Urbem. Perjalanan ke kota itu tidaklah mudah. Dia harus melewati hutan Dichter Wald, sungai Fluss, dan medan Felsig. Namun, tekadnya yang kuat membuatnya terus maju tanpa henti.

Setelah berjalan selama lebih dari dua jam, akhirnya Rise memasuki hutan lebat, hutan Dichter Wald. Saat memasuki hutan Dichter Wald, Rise segera menyadari bahwa tempat itu penuh dengan bahaya. Suara gemerisik dari daun dan ranting membuatnya waspada. Tiba-tiba, dari balik semak-semak, muncul sekelompok monster hutan dengan mata merah menyala.

"Hebat, ini yang selalu aku impikan saat sarapan pagi," gumam Rise sambil menghunus pedangnya.

Pertarungan pun dimulai. Monster-monster itu menyerangnya dengan cepat, tetapi Rise berhasil menangkis serangan-serangan mereka. Satu per satu, monster-monster itu tumbang di bawah serangannya yang cekatan. Namun, jumlah mereka seakan tidak pernah berkurang.

"Berapa banyak lagi kalian ini? Tidak ada yang bilang ini pesta monster!" teriak Rise sambil memotong monster terakhir.

Setelah pertarungan yang melelahkan, Rise akhirnya berhasil melewati hutan. Dia duduk sejenak, mengatur napas dan mengelap keringat di dahinya.

Tidak jauh dari Hutan Dichter Wald, Tak lama kemudian, Rise tiba di sebuah sungai deras, Sungai Fluss. Arusnya sangat kuat, dan dia harus berhati-hati. Saat mencoba menyeberang, kakinya terpeleset di batu licin dan dia terseret arus.

"Aaaah! Kenapa selalu aku yang sial begini?!" jerit Rise sambil berusaha bertahan di permukaan air.

Tiba-tiba, dari bawah air, muncul monster sungai yang besar. Monster itu menangkap Rise dan menariknya ke dalam air. Rise berusaha keras melawan.

"Aku benar-benar butuh liburan setelah ini," gumamnya dengan mulut penuh air.

"Apa-apaan ini? Monster di sungai? Aku benar-benar butuh istirahat!" Rise mengomel sambil mencoba menendang monster tersebut.

Monster itu menggigit kakinya dengan keras, membuat Rise mengerang kesakitan. Dengan susah payah, dia menarik pedangnya dan mulai menyerang balik di bawah air. Gerakan di bawah air sangat terbatas dan membuatnya menjadi sangat lambat, tetapi Rise tidak menyerah.

"Kenapa selalu aku yang harus menghadapi hal seperti ini? Kenapa tidak bisa sekali saja perjalanan ini mudah?" Rise mengeluh sambil mencoba mengarahkan pedangnya ke leher monster.

Setelah beberapa kali percobaan, dia akhirnya berhasil menusuk monster itu tepat di lehernya. Darah mengalir, dan monster tersebut mulai melemah. Dengan dorongan terakhir, Rise memotong kepala monster itu dan berhasil berenang ke permukaan. Dia terengah-engah, mencoba mengatur napasnya sambil memegang kaki yang terluka.

"Aku benci sungai. Aku benci monster. Kenapa semuanya harus seberat ini?" Dia mengomel sambil merangkak ke tepi sungai dan merebahkan diri sejenak.

Setelah beristirahat sejenak, dengan kaki yang terluka ia menggunakan perban yang ada di dalam tasnya untuk mengobati lukanya, Rise tetap melanjutkan perjalanannya. Kali ini dia harus melewati Medan Felsig yang sangat berbahaya. Batu-batu besar dan licin membuat setiap langkah menjadi tantangan.

"Baiklah, batu-batu. Mari kita lihat siapa yang lebih keras kepala," katanya sambil mulai mendaki.

Namun, perjalanan itu tidak mudah. Beberapa kali dia terpeleset dan hampir jatuh ke jurang. Setiap kali, Rise harus mengeluarkan seluruh kekuatannya untuk bertahan.

"Ya ampun! Ini lebih parah daripada latihan pagi dengan Wildes!" gerutunya saat hampir jatuh lagi. "Kalau aku jatuh lagi, aku bersumpah akan menggulingkan setiap batu di sini ke jurang!"

Setiap langkahnya terasa berat, terutama dengan tas perbekalan yang menggantung di punggungnya.

"Aku tidak percaya ini. Setiap kali aku melangkah, batu-batu ini membuatku hampir jatuh," katanya sambil memegang erat tasnya.

Berkali-kali dia tergelincir dan hampir jatuh ke jurang. "Astaga, kenapa batu-batu ini tidak bisa diam saja? Aku benar-benar butuh sepatu yang lebih baik," keluhnya.

Saat mencoba melintasi sebuah batu besar, tas perbekalannya tersangkut. Dia menarik dengan kuat, tetapi malah terjatuh ke tanah. "Serius? Sekarang tas ini juga melawanku?"

Dengan susah payah, Rise berhasil membebaskan tasnya dan melanjutkan perjalanan. "Kalau ini berlanjut, aku akan membuang tas ini. Siapa butuh perbekalan saat perjalanannya sendiri sudah cukup untuk membuatku gila?"

Akhirnya, setelah perjuangan yang panjang dan melelahkan, Rise berhasil melewati medan berbatu. Dia berdiri di puncak, melihat ke arah kota Prosperam Urbem yang mulai terlihat di kejauhan.

Setelah melewati berbagai rintangan di Hutan Dichter Wald, Sungai Fluss dan Medan Felsig, Rise akhirnya tiba di gerbang kota Prosperam Urbem. Kota ini terkenal dengan kemakmurannya, dan Rise merasa terkesan melihat betapa ramai dan indahnya kota tersebut.

Namun, dia tahu bahwa tugasnya belum selesai. Dia harus menemukan Master Hiro, seorang ahli pedang terkenal yang bisa membantunya menguasai seni aliran dua pedang.

"Baiklah, mari kita mulai mencari petunjuk," gumam Rise sambil melihat ke sekeliling. "Pasti ada seseorang di sini yang tahu tentang Master Hiro."

Rise berjalan melalui pasar yang ramai, mencoba mendengarkan percakapan orang-orang di sekitarnya. Dia melihat banyak pedagang yang menjual berbagai macam barang, mulai dari makanan hingga senjata. Namun, tidak ada satu pun yang tampak mengetahui tentang Master Hiro.

"Kenapa kota ini begitu besar? Dan kenapa semua orang tampaknya tidak peduli dengan seorang ahli pedang legendaris?" Rise mengomel pada dirinya sendiri.

Setelah beberapa jam mencari tanpa hasil, Rise merasa frustrasi. Dia berhenti sejenak di sebuah kedai teh dan memesan secangkir teh.

"Sungguh, ini lebih sulit daripada melawan monster hutan," keluhnya sambil menyeruput teh. "Mungkin aku harus bertanya kepada penduduk setempat. Tapi siapa yang bisa aku percaya di sini?"

Saat Rise duduk merenung, seorang pria tua dengan pakaian compang-camping mendekatinya. "Kamu kelihatan seperti seseorang yang mencari sesuatu," kata pria itu dengan suara serak.

Rise menatap pria itu dengan curiga. "Ya, aku mencari Master Hiro. Apakah kamu tahu di mana aku bisa menemukannya?"

Pria tua itu tersenyum tipis. "Master Hiro tidak mudah ditemukan. Tapi jika kamu punya cukup uang, aku bisa memberitahumu di mana mencarinya."

Rise menghela napas. "Tentu saja, ini selalu tentang uang," gumamnya sambil mengeluarkan beberapa koin dari sakunya. "Ini, sekarang beri tahu aku."

Pria itu mengambil koin-koin itu dan mengantongi mereka dengan cepat. "Master Hiro tinggal di bagian kota yang lebih tua, di dekat kuil tua. Tapi hati-hati, tempat itu penuh dengan orang-orang yang tidak ramah."

"Terima kasih," kata Rise dengan nada sarkastis. "Kamu benar-benar membantu."

Dengan petunjuk baru, Rise bergegas menuju bagian kota yang lebih tua. Jalan-jalan di sana lebih sempit dan gelap, dengan bangunan-bangunan yang tampak usang dan rapuh. Rise merasa waspada, terus-menerus memeriksa sekelilingnya.

"Serius, kenapa tempat-tempat penting selalu ada di bagian kota yang paling menyeramkan?" dia mengomel sambil berjalan. "Apakah tidak ada ahli pedang yang tinggal di tempat yang nyaman dan terang?"

Langkahnya membawa Rise semakin dalam ke bagian kota yang lebih kumuh. Setiap kali dia berbelok di tikungan, bayangan gelap dan lorong-lorong sempit menyambutnya. Aroma tidak sedap dan suara gemerisik tikus membuatnya semakin gelisah. Dia terus mengomel, mencoba meredakan ketegangan yang dia rasakan.

"Ini benar-benar gila. Wildes pasti sedang tertawa di suatu tempat. Seorang ahli pedang hebat di tempat seperti ini? Ini sama sekali tidak masuk akal!" Rise bergumam sambil menghindari genangan air yang tampak mencurigakan.

Saat dia melanjutkan pencariannya, beberapa pria yang tampak mencurigakan mulai memperhatikannya. Salah satu dari mereka, seorang pria kurus dengan senyum licik, mendekati Rise. "Hey, manis. Apa yang kamu lakukan di sini sendirian?" tanyanya dengan nada menggoda.

Rise mengernyitkan dahi dan menjauh darinya. "Bukan urusanmu. Aku hanya lewat," jawabnya dingin.

Pria itu tertawa dan teman-temannya mulai mendekat. "Lewat? Di tempat seperti ini? Ayo, jangan sombong. Kami bisa mengajakmu bersenang-senang."

Rise merasa ngeri dan mulai berjalan lebih cepat, tapi para pria itu mengikutinya. Rasa takut mulai merayap di hatinya. Dia mencoba mempercepat langkah, namun lorong-lorong sempit membuatnya sulit untuk melarikan diri.

Tiba-tiba, dua dari pria itu menangkapnya. Rise berusaha melawan, namun kekuatan mereka lebih besar. Salah satu pria meraih pergelangan tangannya, sementara yang lain mencoba memegang tubuhnya. "Lepaskan aku! Kalian gila!" Rise berteriak, tetapi suaranya tenggelam di antara bangunan-bangunan tua.

Dalam keputusasaan, Rise berhasil memukul salah satu pria di wajahnya dan menggigit tangan yang memegangnya.

Dengan kekuatan yang dia miliki, dia melepaskan diri dan berlari secepat mungkin. Air mata mengalir di wajahnya saat dia berlari, panik dan ketakutan.

"Aaaaaaa! Tidak, tidak, tidak! Ini tidak mungkin terjadi!" Rise menangis dan berteriak. "Aku akan menghukum Wildes setelah ini! Sungguh! Aku bersumpah akan menghukummu!"

Dia berlari tanpa henti, tidak peduli arah yang dia ambil. Kakinya terasa lelah dan napasnya terengah-engah, namun dia tidak berhenti. Akhirnya, setelah apa yang terasa seperti berjam-jam, dia melihat sebuah kuil sepi dan terpencil di ujung kota.

Dengan sisa-sisa tenaga yang dia miliki, Rise mencapai kuil tersebut dan merapatkan pintunya di belakangnya. Dia terjatuh ke lantai, menangis dan gemetar. Kepanikan di tubuhnya perlahan-lahan mereda saat dia merasa aman di dalam kuil.

Rise menghapus air matanya dan berusaha mengatur napasnya. "Aku akan menghukum Wildes. Aku benar-benar akan menghukumnya setelah ini," dia bersumpah dengan suara pelan.

Setelah beberapa saat, Rise akhirnya merasa cukup tenang untuk berdiri dan mengamati sekelilingnya. Kuil itu sunyi, namun ada rasa kedamaian yang aneh di dalamnya. Dia tahu bahwa inilah tempat di mana dia akan menemukan Master Hiro dan memulai latihannya yang keras.

Meski penuh ketakutan dan rasa sakit, dia bertekad untuk menjadi lebih kuat dan melindungi kerajaan Gothern Varka dari ancaman Kael. Dengan langkah yang lebih mantap, Rise melangkah lebih dalam ke dalam kuil, siap untuk menghadapi tantangan yang ada di depannya.

Akhirnya,setelah dia sadar ini adalah kuil tua yang disebutkan oleh pria tua tadi. Kuil itu tampak sepi dan terpencil, tetapi ada tanda-tanda kehidupan di sekitar. Rise mendekati salah satu pintu ruangan dikuil itu dengan hati-hati.

Saat dia hendak membuka pintu ruangan itu, seorang pria tua dengan rambut putih panjang dan mata tajam membuka pintu tersebut dari dalam. "Apa yang kamu cari, anak muda?" tanya pria itu.

Rise kaget setengah mati, akan tetapi dia segera tahu bahwa dia telah menemukan orang yang dia cari. "Aaaaaa! Ma-maaf! aku benar-benar minta maaf telah masuk kesini!! tadi aku berlari tak tentu arah karena ada orang mesum dan aku menemukan kuil ini! aku benar-benar minta maaf karena sudah tidak sopan!" Rise meminta maaf sambil menundukkan kepalanya.

Akan tetapi, Rise merasakan aura yang sangat lembut dari orang tua itu, lalu ia mengangkat kepalanya dan bertanya sambil bergemetaran."Ap-apakah anda Master Hiro?"

Pria tua itu melihat Rise dengan kelembutan dimatanya lalu mengangguk. "Benar, aku adalah Master Hiro. Apa yang membawa kamu ke sini?"

"Aku ingin belajar seni aliran dua pedang. Aku butuh kekuatan untuk melindungi kerajaan dan mengalahkan musuh yang kuat," jawab Rise gemetar.

"Kamu tidak perlu ketakukan begitu, anak muda" Ucap Master Hiro dengan senyuman lembut.

Master Hiro memandang Rise dengan cermat, seolah-olah menilai setiap inci dari dirinya. "Kamu terlihat lelah dan kotor. Mungkin kamu harus membersihkan diri dulu sebelum kita bicara lebih lanjut."

Rise menghela napas lega. "Terima kasih, Master Hiro. Saya sudah melalui banyak hal untuk sampai ke sini."

"Kalau begitu ayo ikuti aku menuju kamar mandi" Master Hiro berjalan menuntun Rise menuju kamar mandi.

Sambil mengikuti Master Hiro menuju kamar mandi, Rise terus mengomel dalam hatinya. "Setidaknya aku berhasil menemukan orangnya. Tapi kenapa semuanya harus begitu rumit? Hutan, sungai, batu, dan sekarang ini. Semoga setelah ini, tidak ada lagi rintangan yang menyebalkan."

Master Hiro, seolah-olah mendengar pikirannya, tersenyum tipis. "Kamu akan menemukan bahwa perjalanan yang sulit adalah bagian dari pelatihan. Itu membentuk karakter dan kekuatan sejati."

Rise hanya bisa mengangguk setuju, meskipun dalam hatinya dia masih mengeluh. "Kalau begitu, besok, ayo mulai pelatihan ini dan semoga tidak ada lagi hal-hal aneh yang harus aku hadapi."

"Kamu harus bersabar, Rise" Master Hiro memberi nasihat.

Master Hiro berhenti tepat dilorong, tersenyum kearah Rise, tangannya sembari menunjuk kearah pintu kamar mandi. "Rise, itu kamar mandinya, lebih baik kamu membersihkan diri dan istirahat dulu sampai kondisimu menjadi lebih baik."

"Baik, Master... terimakasih" Jawab Rise, suaranya yang lemas.

Setelah masuk kekamar mandi dia membersihkan dirinya dan berendam dengan sangat tenang. Dia merasakan air hangat menyentuh kulitnya seperti sebuah anugerah, mengusir keletihan sejenak.

Beberapa menit kemudian, Rise selesai membersihkan diri dan bersiap untuk istirahat. Ketika ia sedang berjalan menuju kamarnya, Rise mendapati Master Hiro sedang duduk di kursi di dekat jendela kamarnya, membaca scroll kuno dengan saksama. Suasana di dalam kamar itu terasa tenang dan damai.

Setelah melihat hal itu, Rise dengan kelelahan diseluruh tubuhnya langsung pergi dari situ dan menuju kamar. Saat dia sudah sampai dikamar, Rise melompat ke tempat tidurnya yang empuk, merebahkan tubuhnya yang lelah dan mencoba mengusir kantuk.

Master Hiro meletakkan scroll-nya dan berjalan menuju kamar Rise lalu membuka pintu kamarnya, melihat Rise yang sudah tertidur, lalu berkata "Beristirahatlah, Rise. Aku tahu itu pasti berat untukmu."

Rise yang berpura-pura tidur mendengar itu dan mendecak kesal, tapi dia tahu Master Hiro berbicara dengan niat baik. Meskipun ia merasa seperti sedang menjalani ujian kehidupan yang tak berkesudahan, dia tahu bahwa dia membutuhkan latihan ini untuk meningkatkan kemampuannya. Dengan enggan, Rise menarik selimut dan memejamkan mata, berusaha menyelami tidurnya yang terganggu.

Dengan semangat baru dan tekad yang kuat, Rise siap untuk memulai pelatihannya dengan Master Hiro. Petualangan di Prosperam Urbem baru saja dimulai, dan dia tahu bahwa tantangan yang lebih besar masih menantinya.