webnovel

Taken

Hari ini udah bilang sayang sama doi belum? Sama pacar, orang tua, adek kakak, kakel, dekel. Temen sekantor, temen semeja, pokoknya sama siapa aja yang lo sayang. Karena selain tindakan, ucapan juga perlu. Efek naik kelas baru 😂😂

Gue udah bilang sayang sama Brandon Salim. Hehehe

Maafkan author note ini hehehe.

©

Cintai Hatimu Bilang Sayang tiap hari

-Nada Yakult-

Tria ingin menikah, bukan untuk mengenyahkan kekhawatiran yang kerap kali timbul ketika orang lain bertanya kapan nikah?

Tria ingin menikah, bukan karena usianya yang sebentar lagi mungkin akan menyentuh kepala tiga.

Tria ingin menikah, bukan karna ingin mengenyahkan beban hidup karena status lajangnya.

Tria ingin menikah, karena ia ingin bahagia. Berkeluarga dengan orang yang mau berusaha dan bertanggungjawab dengan hidupnya.

Satu bulan sudah Tria lewati tanpa Gean yang menyapa, tanpa Gean yang menanyakan apa kabar. Atau Gean yang meminta Tria untuk menemaninya makan siang.

Jarak yang ia ciptakan untuk mengetahui seberapa lama rindu mampu menahannya.

"Gimana kantor baru nya?" Mila memberikan satu cup sbux yang ia pesan, ini adalah kali pertama Mila bertemu Tria setelah Tria mendapat pekerjaan baru.

"Lumayan, friendly."

"Enak manaBos nya sama Pak Gean?" pertanyaan Mila memang tak pernah basa-basi, langsung pada hal yang menarik rasa penasarannya.

"Mana ya, baru seminggu gue jadi belum bisa nilai. Lagian waktu sama Gean kan gue sekretaris, sekarang gue bagian GA buat urusan extern. "Tria memang tidak pernah berniat kembali menggeluti pekerjaannya sebagai sekretaris.

"Kangen Gean?"

Kalau boleh jujur dengan perasaannya, Tria lebih merindukan moment kebersamaanya dengan Gean. Ia merindukan saat Gean tersenyum hanya karna Tria memberikannya permen jagung, ia merindukan Gean yang akan menyipitkan matanya saat Tria menguap dengan mulut yang tak ditutup.

"No."

"Liar."

"Gean baik-baik aja," ucap Mila. Lagi, dengan senyum mengejek Tria. Seolah tengah mempermainkan Tria yang kini tak pernah melihat bagaimana rupa Gean akhir-akhir ini. "Sekretaris baru Gean namanya Joy, dia cantik. Mirip yang nyanyi Du-du-du-du itu lho, tinggi, kurus, putih. Cantik banget."

Mila menatap Tria, memindai wajah Tria yang memang terlihat biasa saja jika dibandingkan dengan sekretaris barunya Gean. "Lo sama dia beda jauh pokonya, selain cantik dia handal juga, ya. Gue enggak pernah liat Gean marah-marah lagi, Gean yang sekarang murah senyum. Sejak enggak ada lo di sampingnya Gean berubah, tentunya ke arah yang lebih baik."

"Good, gue kasih enem jempol buat Gean yang mulai mau senyum. Dan enggak minta yang aneh-aneh tentunya," kata Tria. Ia mulai menyesap kopi yang dibelikan Mila, matanya melirik ka arah ponsel miliknya yang sama sekali tak bergetar.

Ngomong-ngomong soal Gean, Tria jadi penasaran dengan kabar Hilman. Terakhir katanya Hilman kembali dijodohkan oleh Bu Prita, Tria sempat bertemu Bu Prita yang menahan pengunduran dirinya.

Tria tak bisa menyembunyikan apapun dari Bu Prita, karena Gean sudah lebih dulu menceritakan kisahnya.

Tidak ada penolakan yang Tria terima, Bu Prita justru senang jika Tria menjadi menantunya. Namun hati Tria masih ragu.

"Lo enggak takut dia balikan sama Aruna, kepincut sama Asha atau mungkin Gean bakal buat kisah yang sama dengan Joy?" nada suara Mila terdengar khawatir. Namun Tria justru membalasnya dengan seulas senyum yang membuat Mila sedikit kesal.

"Gue sayang Gean,"

"Ya memangnya kalau ngomong sayang itu bisa buat lo langsung jadi istri Gean. Apa yang kurang dari Gean sih, Ya?" tanya Mila dengan menggebu. "Keburu diembat cewek lain entar lo tinggal nangis aja."

*

Setelah pertemuannya dengan Mila pikiran Tria menjadi sedikit terganggu. Kalau Tria terus menghindar seperti ini apa Gean masih mau mengejarnya? Jika Tria terus dengan perasaan ragunya apa Gean akan tetap kukuh dengan pendiriannya, sementara Gean bisa mendapatkan perempuan yang lebih dari Tria.

Enggak usah sok cantik. Gean mau sama lo aja udah syukur. Batin Tria merutuki kebodohannya, jelas kali ini adalah salah Tria. Ia meminta Gean untuk tidak menghubunginya, Tria yang meminta Gean untuk tak mencarinya sebelum Tria merasa siap.

Nama Gean di ponsel Tria masih sama, Mr. Hurry Up. Dengan sedikit keberanian, segenggam risau karena pertemuan hari ini dengan Mila dan Seluas rindu yang sudah bersemayam lama di hatinya, Tria memberanikan diri men-dial kontak Gean.

"Hallo!" suara serak menyapa indra pendengaran Tria, rasanya seperti suara seseorang yang baru saja bangun tidur. Reflek Tria menatap jam dinding, pukul sebelas malam. Mungkin Gean sudah terlelap dan harus terbangun dengan panggilan dari Tria.

"Hallo!" lagi, suara serak yang sedikit lebih keras. "Tria, are you there?"

"Satria Puspita, I miss you."

Tria masih tertegun, udara yang berhasil melewati tenggorokannya tak cukup memenuhi pasokan untuk paru-parunya. Karena sesak kini menyapanya.

Ada getaran yang merambat ke hatinya, saat Gean mengucapkan nama lengkapnya. Masih dengan sisa-sisa kesadaran yang ia miliki, Tria menarik napas. Berusaha mengeluarkan kata-kata yang tertahan di ujung lidahnya.

"Miss you too," kata Tria dengan sedkit terbata.

"Apa artinya i-itu saya b-boleh ket-temu kamu?" pertanyaan tertahan dari Gean yang diajukan dengan penuh rasa takut, takut Tria akan kembali menolaknya.

"Ya," jawab Tria, detik berikutnya sambungan di telponya terputus. Padahal Tria masih ingin mendengar suara Gean menjelang tidur malam ini.

Perasaan kecewa menjadi lulabi untuk Tria, Gean mematikan panggilan telponnya lebih dulu. Benar apa kata Mila, jati itu bukan untuk ditarik apalagi diulur.

Berbekal dari segala keyakinan yang ia miliki, Tria men-suggest dirinya dengan berbagai pikiran positif. Bahwa Gean masih menyayanginya, meski Tria tak ingat kapan terakhir kali ia mengatakan dengan benar kalau ia menyukai Gean.

Mr. Hurry Up : Karena terlalu kangen sama kamu saya pakai baju tidur ke indekost kamu, ternyata di bawah sini dingin.

Mata Tria membulat. Jantung Tria nyari keluar dari tempatnya membaca pesan dari Gean.

Geanno Adhiyaksa, mantan bosnya kini tengah berdiri dengan seulas senyum di bawah tiang listrik.

"Can I hug you?" kalimat pertama yang keluar dari mulut Gean dihadiahi anggukan oleh Tria.

Tanpa ragu Gean memeluk erat Tria, mengusap rambut Tra dengan perlahan. Tangan besarnya benar-benar membelit punggung Tria, mendekapnya erat seolah Tria adalah benda rapuh yang harus benar-benar ia jaga.

Benar-benar piyama bermotif angry bird yang kini tengah melekat di tubuh Gean, Tria tak habis pikir bagaimana Gean bisa keluar dengan pakaian seperti ini.

Tria merasakan dingin di wajahnya ada tangan Gean yang kini sudah merangkum wajahnya. Memberi sensasi dingin yang sedikit membuat tubuh Trai bergidik. Itu hanya sementara, sebelum kecupan Gean mendarat di bibirnya.

"It's me, pria yang mau mengahabiskan sisa hidupnya Tria."

Kecupan kedua, Tria masih termenung menikmati keterkejutannya.

"Perkenalkan, nama saya Geanno Adhiyaksa. Yang menyayangi Satria Puspita. Sepenuh hati."

Kecupan ketiga, dengan mulut yang sedikit terbuka Tria menarik napas dalam. Wajah gugup Gean sesekali dihiasi senyum tulus yang membuat hati Tria menghangat.

"Satria Puspita, cuman nama kamu yang ingin saya ikrarkan saat ijab qabul di depan penghulu nanti."