webnovel

The Beginning

RUMAH TANGGA itu RUMIT Kalau SEDERHANA Namanya RUMAH MAKAN!

©Helm kang gojek

©

"Gue bingung deh sama lo," Afif menopang dagunya. Makan siang kali ini Tria bersama Mila dan Afif, di cafetaria lantai lower ground mereka menghabiskan waktu makan siang.

"Kenapa lagi si Fif?" Tria tahu sebenarnya satu kantor tengah menerka-nerka tentang hubungannya dengan Gean, meski tak secara frontal Tria tahu apa yang tengah mereka bicarakan.

"Lo beneran nggak suka Gean?" pertanyaan Afif membuat Mila menghentikan kunyahan di mulutnya, ia kini menatap Tria penasaran.

"Suka, tapi suka aja nggak bisa bikin jaminan hidup lo bahagia."

"Inget nggak yang waktu lo kena Tipes?" tanya Afif, ia mengingatkan Tria pada masa itu. Anak kostan yang tinggal jauh dari keluarga dan tidak berdaya karena tengah sakit.

"Yang ngerawat lo siapa? Gean kan? Dia yang nungguin lo di rumah sakit, seinget gue yang bawa lo ke IGD juga dia." terang Afif, karena memang benar Gean yang mengurusi segalanya saat itu.

"Dia itu bos yang baik dan peduli, tapi sama lo sikapnya lebih istimewa. Harusnya dia bisa nyuruh orang lain buat urus lo, tapi dia sendiri yang turun tangan. Ngapain dia capek-capek ngurus lo sendiri, kalau dia bisa nyuruh orang lain." Afif menaikkan kedua bahunya, tatapannya menuntut pada Tria.

"Bener sih," timpal Mila, "Sebenernya Gean itu baik, cuman sifat astralnya yang menutupi kebaikannya."

"Orang kan gitu, lebih suka fokus dengan satu titik keburukan dari pada sekolam kebaikan." Afif ini orangnya suka mengatakan apa yang ingin ia katakan, dia cenderung suka dengan kejujuran meski menyakitkan. "Walaupun Pal Gean kadang tingkahnya kayak Macan jadi-jadian, tapi itu kan soal kerjaan. Secara humanity dia nggak pernah menyinggung atau melakukan tindak kejahatan, tugasnya dia kan memang mengendalikan pekerjaan kita yang kadang melenceng. Membuat perusahaan tetap melaju di tengah era persaingan global, kalau manajemennya bobrok entar perusahaannya bangkrut? Gimana nasib karyawan."

"Lo lagi speech buat HUT perusahaan?" delik Mila.

"Ini sebenernya kalian kenapa sih? Kayak enggak ada bahasan lain aja, kenapa harus bahas Gean." Tria jadi bingung sendiri, kenapa kini mereka membicarakan Gean.

"Yang kenapa tuh lo?" telunjuk Afif dengan santainya mengarah pada Tria. "Keliatan banget lo sama Gean itu menginginkan satu sama lain, tapi enggak ada yang maju to make decision."

"Geli gue dengernya Fif," ejek Mila. "Ngeri omongan jomblo bisa sedalem ini."

"Berapa tahun Gean jomblo? Dia nyari pasangan baru setelah Aruna, tapi dia enggak dapet. Kenapa coba?" tanya Afif, ia melirik Mila dan Tria berurutan.

Mila hanya menggelengkan kepalanya. Karena ia memang tidak tahu kenapa Gean masih senang sendiri.

"Karena typenya Gean terlalu tinggi, dan dia belum bisa move on dari Aruna," ujar Tria.

"Salah, kalaupun ada yang sering gagal move on itu cewek. Cowok itu abis putus bapernya paling lama seminggu, terus ya udah biasa aja. Beda sama cewek, putus di hari pertama pura-pura tegar. Sampai bulan-bulan berikutnya kalau hujan langsung inget doi." jelas Afif, ia sebenarnya tengah menasehati Tria atau curhat? Gean udah move on, kalau dia bum move on dari Aruna kenapa dia nggak fight buat dapetin Aruna balik? Cowok tuh nggak kayam cewek yang suka banget maen antonim. Ketika kita suka, kita bakalan bilang suka."

"Intinya?" tanya Tria.

"Gean belum dapet pasangan yang pas selama ini, karena dia nyari pasangan yang kayak lo. Dia pasti membandingkan perempuan-perempuan yang deket sama dia dengan lo, but nothing compared to you."

Ucapan Afif membuat Mila kembali menggelengkan kepalanya, "Kok lo bisa mikir gitu?"

"Ya lo perhatiin aja, masa sih Gean seneng sendiri? Walau sepenuhnya dia tuh nggak sendiri. Ada Tria di sampingnya, yang jadi tempat keluh kesah secara sadar atau nggak. Kalian tuh saling melengkapi satu sama lain, you're the only one that Gean need." Afif saling mengaitkan telunjuknya. "Kalian tuh enggak bakal dipisahin, kayak saturnus sama cincinya."

"Gue lagi jadi penasehat cinta buat Tria, biar dia soon to be wife." gelak tawa Afif akhirnya pecah juga.

*

Jam dua, Tria mengantuk karena tak cukup tidur. Baru saja ia akan membuat kopi Davin dan Gean datang bersamaan dari pintu masuk.

Akhir-akhir ini Davin dan Gean sering menghabiskan waktu bersama, mungkin mempunyai project baru. Sikap Gean biasa saja seperti tak ada yang terjadi, padahal pagi ini Gean sudah berhasil membuat jantung Tria salto hampir meluncur kuar dari tempatnya.

"Buat kamu," Davin menyerahkan satu caramell Machiato, "Biar nggak ngantuk."

Tria menerimanya, sampai ia membaca tulisan di cup kopi miliknya. "Gean's wife."

Seketika Gean melirik ke arah cup kopi yang dipegang Tria, sepertinya ini ulah Davin.

"Bukan saya yang minta Tria," ucap Gean sedikit gugup. Ia menyikut Davin, "Gue gantung lo."

"Kayak ABG lo, gini doang muka lo udah merah." balas Davin, ia melirik Gean yang kini justru meninggalkan Davin dan Tria.

"Tau nggak tadi Gean yang nyuruh saya beliin kopi buat kamu," kata Davin.

"I know."

"Gean bilang kamu mau resign?"

"Iya, bosen deket Pak Gean terus," gurau Tria. Ia tak begitu serius menanggapi ucapan Davin.

"Saya tau waktu kalian pertama kali mengatakan pacaran," ucap Davin. Tria sempat merengutkan keningnya, namun kembali teringat sesuatu saat dulu. "Waktu Aruna pertama kali datang kembali me kehidupan Gean, kalian memutuskan untuk pura-pura pacaran."

Ingatan Tria benar ternyata, saat dulu yang pada akhirnya Tria tak menjadi pendamping Gean ke resepsi pernikahan sepupu Aruna.

"Pak Gean cerita?"

"Enggak, saya tahu aja. Gean itu nggak akan mau pura-pura pacaran, apalagi jadiin kamu sebagai tamengnya. Itu bukan maksud Gean yang jelas, dia sayang kamu cuman bingung harus dimulai dari mana. Mungkin kesempatan itu enggak diambil oleh Gean dengan baik, dia akhirnya bingung dengan langkahnya sendiri." Davin melirik ekspresi di wajah Tria, hanya ada guratan risau yang terlibat semakin jelas.

"Sadar atau nggak, kamu adalah satu-satunya perempuan yang ada dalam kehidupan Gean. yang dia biarkan masuk lebih jauh tanpa sekat. Kamu yang sudah banyak mendominasi kisah Gean, kalian mungkin akan saling mrmbutuhkan satu sama lain. Hingga waktu menyadarkan kalian, jika ada rasa yang tumbuh dari sekedar rasanya nyaman."

Tria terdiam, ada banyak kata yang ingin ia dengar dari Gean. Mulutnya juga terlalu maem kelu hanya untuk membahas ucapan Davin, bahwa ia menyayangi Gean lebih dari apa yang Dabin tau.

Deheman Davin menyadarkan Tria, "Sebenarnya saya nggak punya hak buat ikut campur urusan kalian, saya cuman pengen kamu tahu. Kalau Gean salah satu pria yang harus kamu pertimbangkan, meski Hilman lebih memikat,"

Davin tertawa di akhir kalimatnya, seolah tengah mengejek kebingungn yang Tria rasakan kali ini.

*

Rasa canggung terus menyeruak, Tria mencoba mencari pembahasan yang tak berujung pada gelisah. Duduk di depan XI mioa 4.

"Besok saya ada interview dengan kandidat yang akan menggantikan kamu," Gean masih menatap laptop di depannya. Tria mengirimkan jadwal penting Gean seminggu me depan. Salah satunya adalah jadwal wawancara dari HRD.

"Iya," Tria menelan ludahnya susah payah. "Kandidatnya cukup berkualitas Pak, terbaik dari yang terbaik."

"Kamu langsung pulang?" Gean melirik pada jam tangan yang melingkar di tangannya, sudah pukul enam lewat. "Tadi pagi saya taruh sesuatu di meja kamu."

Rasanya ada jutaan kubik air menghantam kepala Tria.

"Tadinya saya mau selipin ini, tapi rasanya lebih baik menyerahkan langsung sama kamu," Gean mengambil sesuatu yang sejak tadi memang ada di atas mejanya. Ia menyerahkannya pada Tria.

Tiket ke Milan, Italia, Italia. Lagi-lagi Tria dihantam rasa terkejut.

"Hadiah dari saya, terimakasih sudah mau menemani saya selama dua juta enam ratus dua puluh delapan ribu menit. Meski saya maunya setiap menit ke depannya kamu ada di hidup saya," kata Gean. Jemari Tria terhenti mengusap setiap sudut Tiket yang Gean berikan. Ia menatap Gean dengan segala kecanggungan yang sejak tadi menghantui.

"Makasih Pak,"

"I'm ready to be your husband," ucap Gean. Matanya yang menunjukkan keteguhan hatinya menatap Tria.

"Saya sayang Pak Gean," kata Tria. Ia tak berani berkata lebih. "Saya butuh waktu sendiri untuk berpikir, akan ada rindu yang menuntun saya kalau memang Pak Gean tempat rindu berpulang."

"You're all that I want," kata Gean pelan. "I love you to the moon and back."

..................

H-2 sebelum berangkat.

Udah punya resolusi apa aja gengs?

Apa yang kalian tungguin di tahun ini?

Masih ada yang nungguin doi peka?

Wkwkwk

Bye...