webnovel

Salat Berjamaah untuk Pertama Kalinya

Entah berapa lama mereka saling pandang, dan berkecamuk dengan pikiran masing-masing. Makin lama, Rey tidak bisa mengendalikan detak jantung, karena posisi dadanya tepat berada di atas dada sang suami. Matanya melirik ke arah dada, dia merasa kalau pria yang ada di bawahnya tersenyum. Menyadari itu, Rey buru-buru menjauhkan tubuhnya, karena merasakan bibir suaminya bergerak membentuk segaris senyuman. Rey pun bergegas duduk, lalu mengusap bibirnya dengan punggung tangan dan raut wajah yang kesal.

"Pak! Apa-apaan, sih? Bapak sengaja?!" protes wanita itu sedikit berguman, karena mulutnya ia tutup dengan ke dua telapak tangan.

Wanita yang baru saja sah menjadi seorang istri itu duduk di samping tubuh suaminya yang masih terlentang dan masih terus menyunggingkan senyuman. Hati lelaki yang bernama lengkap Very Hendrawan itu sedang merasakan bahagia sekaligus lucu dengan kejadian barusan.

"Kok, nyalahin saya? Kan kamu yang cium saya?" Dengan santai, pria itu menumpukkan kedua telapak tangan di belakang kepala sebagai pengganti batal. Kemudian dia tertawa melihat tingkah istrinya yang terilhat sangatlah kesal.

"Bapak sudah mengambil ciuman pertama saya! Kembalikan!"

Teriak Rey seraya mencubiti pinggang suaminya, sontak hal itu membuat lelaki berkulit putih itu tertawa geli.

"Kok, saya yang ngambil? Kan kamu yang ngasih, Rei! Aduh, geli, istriku!"

Mendengar itu, Rey langsung menghentikan sikapnya. Ia menatap Very kesal dan mendengkus marah. Rey menggeser bokongnya sedikit menjauh dari pria itu. Setelahnya membungkuk hendak merobek kain di bagian bawah tumit kaki.

"Istriku, istriku! Panggil saja saya seperti biasa saja, Pak. Enggak usah lebay!" ketusnya masih terus berusaha merobek kain yang meliliti kaki.

Melihat Rey seperti melakukan sesuatu, Very bergegas duduk, lalu memperhatikan. Pria berhidung mancung itu penasaran juga dengan apa yang sedang Rey lakukan. Setelah paham dengan maksud dan tujuan wanita itu, akhirnya Very menganggukkan kepala. Selanjutkan ia pura-pura bertanya.

"Kamu mau ngapain sih?"

Very sampai ikut melihat ke bawah, memperhatikan Rey yang terus berusaha mencoba merobekkan kainnya.

"Biar jalannya nggak susah!" sahut Rey kesal. "Karena kain ini, ciuman pertamaku dirampas sama laki-laki yang sok kegantengan!" lanjutnya sinis.

Pria itu hanya tersenyum kecil. Ia tidak mau ambil pusing dengan apa yang dikatakan oleh istri kontraknya. Setelah cukup lama melihat sang istri yang kesulitan, akhirnya dia memutuskan untuk turun dari ranjang dan membungkuk di hadapan wanitanya.

"Bapak mau ngapain lagi sih?"

Dia menjauhkan kakinya dari jangkauan Very.

"Mau bantu kamu, lah. Mau ngapain lagi coba?"

Tanpa mendapat persetujuan, Very memegang bagian samping kain yang ada di ujung mata kaki Rey, lalu merobekkannya sampai ke atas.

Breeekk!!

Suara robekan kain terdengar jelas, yang membuat mata Rey melotot seketika. Awalnya wanita itu berniat merobekkannya sedikit saja supaya tidak sulit melangkah, tapi sekarang kain itu malah robek sampai ke pangkal paha. Refleks, kedua tangan Rey merapatkan kembali kain itu supaya kaki jenjangnya tak terlihat oleh mata suaminya.

"Apa-apaan?" tanyanya memekik kecil. "Bapak sengaja, 'kan?"

"Loh, kenapa, mau dirobek, 'kan? Terus salahnya di mana, Rey?" tanya Very tidak mengerti.

"Nggak gini juga, Pak konsepnya. Dasar pria mesum!"

Rey berdiri, lalu keluar kamar dengan muka merah padam. Wanita yang baru saja menikah itu membiarkan seribu tanya bergelayut di batin suaminya.

"Mesum? Hah!" ucapnya bingung sambil mendengkus tertawa.

Karena melihat Rey yang sepertinya marah, Very pun pada akhirnya memutuskan untuk menyusul istri kontraknya keluar kamar. Di mana, Rei? batinnya bertanya saat keluar kamar. Kepalanya berkeliling mencari keberadaan sang istri. Karena tidak terlihat batang hidung istrinya, dia memutuskan berjalan ke arah dapur. Ternyata ada Bu Leni dan Tante Siska yang masih asyik mengobrol di meja makan. Melihat kedatangan pria yang baru saja menjadi bagian dari keluarga mereka, adik dan kakak itu menoleh secara bersamaan.

"Maaf, Bu, Tante. Lihat Rey?"

Bukannya menjawab, Tante Siska dan Bu Leni malah cekikikan di ujung meja. Very menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia merasa bingung dengan sikap mertua dan bibi dari istrinya itu.

Apa pertanyaanku begitu lucu? Batinnya bertanya yang entah ditujukan untuk siapa.

"Nak Very, yang tahu Rey di mana itu ya cuma kamu. Lain kali, sebelum keluar dari kamar, ada baiknya kamu berkaca dulu, biar nggak ninggalin jejak kalau habis ngapa-ngapain di sana. Ya, kami sih maklum, namanya juga pengantin baru. Tapi kalau yang lain yang melihat, kan malu. Untung, cuma kita berdua yang tahu," kata Tante Siska menahan tawa.

Bu Leni mencubit kecil lengan adiknya supaya diam. Very tertawa samar sembari menggaruk kepala yang sama sekali tidak gatal. Sungguh, dia tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Bu Leni dan Tante Siska di sana. Sekilas, matanya masih berkeliling di dapur itu, mencari keberadaan sang istri. Karena Rey tak ada di sana, ia pun pamit kembali ke kamar. Sambil berjalan ke arah kamar, pria itu terus memikirkan maksud dari Tante Siska soal meninggalkan jejak. Sampai di depan kamar, bergegas dia membuka pintu dan masuk. Langsung saja dia menuju lemari pakaian, lalu berdiri di depan cermin memperhatikan pantulan bayangan dirinya sendiri.

Em, nggak ada yang aneh, pikirnya.

Kemudian dia hendak berbalik, tapi mengurungkan niat saat menyadari sesuatu. Pria yang bernama keturunan cina itu kembali menatap lekat cermin, lalu tersenyum tipis sambil meraba bibirnya sendiri. Di sana, lipstik sang istri berbekas.

Oh, ternyata lipstik Rei menempel di bibirku, karena ciuman tidak sengaja tadi. pantas saja Ibu dan Tante Siska tertawa.

Dia tersenyum sendiri, masih meraba bibirnya yang tipis. Saat Very asik dengan perasaanya, tiba-tiba suara derit pintu terdengar. Rey datang sudah berganti pakaian. Handuk meliliti kepalanya. Dengan wajah yang masih datar dan jutek, wanita itu duduk di sisi ranjang.

"Dari mandi?" tanya sang suami sembari menatap istrinya dari pantulan kaca.

"Kelihatannya? Masih tanya!" jawab Rey, kesal.

"Eh, aku mau salat Isya. Shalat bareng, yuk! Setelah itu ganti pakaian, kita keluar!"

Mata Rei sedikit memicing, menatap bibir pria yang masih memegang bibirnya itu. Dia baru menyadari, lipstik yang ada di bibirnya tadi membekas di sana. Hal itu membuat Rey kesal dan malu.

"Kenapa?" tanya pria bertubuh atletis itu. "Oh, yang ini. Rasanya manis-manis gimana gitu," Very mengedipkan sebelah matanya yang membuat Rey membuang muka.

Wanita itu langsung mengalihkan pandangan. Menyadari hal yang baru saja terjadi di antara mereka membuat pipinya bersemu, malu.

"Ish! Lupakan saja!" protesnya. "Memang Bapak sudah bisa jadi imam buat saya? Terus, mau mengajak saya kemana, sih, malam-malam begini?" tanyanya ketus.

"Aku sudah belajar menjadi imam yang baik untuk kamu dari tiga bulan yang lalu. Insyaallah, bisa," katanya enteng. "Ngikut saja, Rey. Bukankah istri itu harus ikut suaminya kemana pun dia pergi?"

Istrinya hanya mencebik mendengar penuturan Very. Dia tidak berniat menjawab pertanyaan sang suami. Rey beranjak untuk mengambil dan memakai mukenanya yang ada di dalam lemari. Setelah rapi memakai mukena, dia membentang sajadah di samping ranjang. Melihat sang istri sudah bersiap, Very tersenyum dan bergegas keluar dari kamar untuk mandi dan mengambil wudu. Saat melintas di dapur, kembali Tante Siska terkikik, Very hanya tersenyum sambil mengatakan permisi. Selesai mandi, ia kembali lagi ke kamar, beruntungnya kali ini tak ada lagi ibu mertuanya dan Siska.

Kini, pasangan suami istri itu sudah bersiap untuk salat. Meskipun awalnya meragukan kemampuan suaminya yang mualaf untuk mengimaminya, tapi Rey menghargai ajakan suaminya. Ia tetap mau salat berjamaah. Kini mereka sudah bersiap untuk salat. Veri memejamkan mata, lalu mengucap bismillah sebelum memulainya. Setelah membaca niat, Very mengangkat kedua tangannya.

"Allahuakbar!"