webnovel

Pangeran yang Tampan

Suami istri itu salat dengan khusyuk. Memasuki rakaat kedua dari salat, Rey baru menyadari bahwa Very benar-benar sudah menguasai setiap bacaan dengan fasih dan lancar. Ia juga mengakui kalau ternyata suara dari suami kontraknya itu cukup merdu. Shalat selesai, sang suami langsung menoleh ke belakang. Dia menyodorkan punggung tangannya untuk dicium oleh sang istri. Rey mematung, memperhatikan pria yang mengulurkan tangan itu dengan bingung.

"Ayo, cium," pinta Very.

"Ish!" sahut Rei kesal. Dia menyambar punggung tangan suaminya. "Besok saja perginya. Kan hari minggu juga. Saya capek, Pak!" ucap Rei setelah bersalaman.

Dia merenggangkan otot-otot tangan dan lehernya.

"Ya, sudah. Kamu istirahat sana."

Rey terdiam, ia menatap suaminya dengan seksama, lalu bertanya.

"Bapak tidur di mana?"

"Ya tidur sama kamu, lah. Mau tidur di mana lagi?"

"Tapi, Pak ...."

"Daripada orang-orang curiga?"

Wanita itu tidak menjawab. Dengan hati waswas, dia berdiri dan melepas mukena, setelahnya langsung berbaring di ranjang. Very tersenyum menang. Malam ini, dia memiliki alasan untuk tidur satu kamar dengan istri kontraknya. Pria bermata sipit itu mengepalkan tangan, lalu dengan santai mengayunkannya ke bawah. Ye, akhirnya! Batinnya berucap bahagia.

"Jangan macam-macam, ya, Pak!"

"Iya. Aku juga capek, mau ngapa-ngapain kamu!" sahut Very. "Enggak janji besok, ya," katanya sembari mengulum senyum.

"Ih, Bapak! Awas, ya!"

Rey menggeser tubuhnya lebih jauh ke ujung ranjang yang membuat Very tertawa seketika. Perlahan, ia menaiki ranjang, kemudian berbaring di samping Rey yang menyembunyikan wajahnya di balik guling. Laki-laki itu menoleh, kemudian memilih berbaring miring. Ia menatap punggung Rey dengan perasaan tak menentu. Ada degup yang tidak biasa, napasnya pun memburu tanpa diminta saat melihat tubuh seorang wanita di depannya. Hanya saja Very terus berusaha mengendalikan diri supaya tak tergoda. Laki-laki itu berbalik, dan posisinya kini memunggungi Rey. Diaturnya napas beberapa kali, kemudian memaksakan diri untuk tidur.

"Rey."

Tak ada jawaban. Very tersenyum tipis.

"Good Night."

Barulah laki-laki itu memejamkan matanya. Sebenarnya Rey belum tidur. Gadis itu hanya pura-pura terlelap untuk menghindari degup jantungnya yang tidak beraturan. Ia juga merasakan gugup dan panas dingin, serasa menjadi pengantin baru yang sebenarnya. Tidak berapa lama, Rey menguap, kali ini dia benar-benar merasakan rasa kantuk yang teramat hebat. Wanita bertubuh kurus itu tak bisa lagi membendung kantuknya. Akhirnya ia benar-benar tertidur dengan nyenyak. Mendengar dengkuran halus Rey, Very berbalik. Ia memeriksa apakah Rey sudah terlelap. Kemudian senyumnya mengembang memikirkan sesuatu saat mengetahui kalau istri kontraknya benar-benar sudah tertidur dengan nyenyak.

***

Di tempat yang berbeda, di kediaman orang tua Very. Suami istri itu sedang bertengkar di dalam kamar sepulang menghadiri pernikahan Very -- anaknya. Vina masih tidak terima karena anaknya menikahi gadis miskin seperti Reynata. Sebelum pernikahan terjadi, ia bahkan berniat mendatangi kediaman Very untuk memintanya membatalkan pernikahan itu, tapi suaminya melarang. Kalau istrinya masih nekat maka ia akan pergi meninggalkannya.

"Pokoknya, sampai kapanpun mami nggak akan pernah rela anak kita satu-satunya menikah dengan gadis miskin itu, Pi! Apalagi sekarang anak kita sampai berpindah keyakinan hanya demi dia! Apa sih istimewanya gadis miskin itu sampai Very mau melakukan apapun untuknya?"

"Sudahlah, Mi. Very sudah dewasa. Dia berhak menentukan jalan hidupnya. Dia tahu yang terbaik bagi dirinya sendiri. Tugas kita sekarang hanya bisa mendoakan yang terbaik untuknya. Toh yang menjalani kehidupan kedepannya dia dan istrinya, bukan kita."

"Dari dulu, Papi selalu membenarkan apa yang anak itu lakukan. Karena itu, dia ngelunjak dan keluar dari rumah! Papi mikir dong, Pi. Susah payah kita membesarkannya dan mengumpulkan banyak harta untuknya, kini seenaknya gadis miskin itu masuk ke dalam kehidupan kita dan menikmati apa yang kita punya? Pi, mami nggak rela, TITIK!"

"Mi, dia bukan anak kecil lagi yang harus selalu menuruti kehendak kita. Menurut Papi, apa yang dilakukannya selalu positif. Jangan maksain kehendak kita, dong, Mi. Percuma kalau kita bahagia, tapi anaknya tersiksa!"

"Ah, sudahlah! Mami pusing!" Vina melangkah keluar kamar, setelahnya menutup pintu dengan keras.

Brak!

Pak Rully yang melihat tingkah sang istri mengembuskan napas kasar. Dia mulai kehilangan kesabaran menghadapi sikap istrinya yang selalu keras kepala. Memang dari dulu pendapat mereka tak pernah sama, selalu bertentangan. Pak Rully memiliki pribadi yang humble dan sederhana. Sangat berbeda jauh dengan istrinya yang sombong dan angkuh. Laki-laki paruh baya itu melepas dasi dan jasnya, lalu duduk di ujung ranjang. Ia mendongakkan kepala, lalu menatap langit-langit kamarnya. Pikirannya benar-benar sedang kacau melihat tingkah Vina istrinya. Menit berikutnya ia masuk ke kamar mandi untuk mendinginkan badan dan pikiran.

***

Pagi di kediaman Siska.

Dua sejoli yang baru jadi suami istri itu tampak saling memeluk satu sama lain. Kepala Rey bersandar di dada suaminya yang bidang. Jam sudah menunjukkan pukul 05.15 pagi. Wanita itu berkedip beberapa kali, berusaha mengumpulkan kesadaran pada diri. Kemudian dia tersenyum saat mendongak, melihat wajah bosnya, tapi hanya sesaat, karena Rey memejamkan mata dan kembali meletakkan kepalanya di dada laki-laki itu.

Sebenarnya, Rey bermimpi sebelum membuka matanya tadi. Ia mimpi menunggang kuda bersama seorang pangeran. Laki-laki tampan yang memeluk tubuhnya dari belakang di atas kuda, kemudian langkah kaki kuda itu dengan santai menyusuri bibir pantai ditemani suara debur ombak yang terdengar syahdu. Mereka tampak mesra.

Sesekali Rey menoleh ke belakang dengan seulas senyuman, hanya untuk menatap wajah tampan pria yang duduk di belakangnya. Semilir angin menerbangkan rambutnya yang hitam dan dresnya yang bagian ujungnya menyentuh air. Sesekali tawa mereka terdengar bahagia bak ratu dan pangeran yang sedang dimabuk asmara.

Rey sempat terjaga, kemudian kembali memejamkan mata, berharap menyambung cerita dalam mimpi indah yang sempat terputus karena ia terjaga. Benar saja, mimpinya kembali hadir di dalam tidurnya. Bibir Rey kembali tersenyum. Gadis itu terlihat sangat meresapi keromantisan mereka di dalam mimpi itu. Namun, detik berikutnya Rey kembali membuka mata, lalu tersenyum sembari memandang wajah pria yang tertidur pulas di bersamanya. Dengkuran halus Very masih terdengar syahdu di telinga. Gadis itu belum sadar seratus persen siapa yang ada bersamanya.

Ah, apa ini wajah pangeran yang memelukku di atas kuda barusan? Dia tampan juga, mirip Bos Koko di dunia nyata. Batinnya berucap.

Kemudian tiba-tiba kesadarannya mulai terkumpul di otak.

Bos Koko?

Matanya membulat sempurna, melihat tubuhnya yang memeluk tubuh sang bos sangat erat, begitupun sebaliknya.

"Astagfirullah!" teriaknya sekuat tenaga.

Dia langsung melompat dari ranjang, dan mendorong dada Very begitu saja. Mendengar keributan itu membuat pria yang masih terlelap dalam tidurnya itu menjadi terjaga.

"Kamu kenapa, sih?" tanya Very sembari mengucek matanya.

"Kenapa pangeran, eh, Bapak peluk-peluk saya? Dan ... kenapa Bapak ada di sini, hah? Ke-na-pa?!"