webnovel

First Kiss

Disaat kegelisahan menyapa, tiba-tiba ponsel bergetar. Rey yang sedang berbaring di ranjang, langsung beringsut duduk dan mengulurkan tangan, guna mengambil ponsel yang tergeletak di nakas. Matanya menyipit membaca tulisan di ponselnya. Sebuah panggilan telepon dari Rani--saudarinya muncul di layar ponsel miliknya. Mulut gadis itu seketika mengerucut sebal. Bukan tanpa sebab. Semua itu karena ulah saudarinya yang tak bisa hadir saat akad. Di saat-saat seperti ini, bagaimana bisa saudara satu-satunya itu tidak datang untuk menghadiri acaranya. Rey menggeser tombol hijau di layar, lalu menempelkan benda pipih itu ke telinga.

"Apa?"

"Duh, baru aja angkat telepon kok langsung ngegas sih sayangku. Ucap salam dulu dong ... Assalamualaikum, adikku yang imut," rayu Rani.

" Waalaikumsalam!" jawab Rey ketus.

"Pengantin baru nggak boleh marah-marah Rey. Eh Iya! Mbak ganggu nggak, sih, telepon kamu di malam pengantin seperti ini? Jangan-jangan ganggu nih! Maaf, ya. Sebentar saja kok, adikku sayang. Cuma mau minta maaf. Mungkin, Ibu sudah menyampaikan Mbak nggak bisa hadir di hari bahagiamu ini. Kamu, sih, ngasih tahunya mendadak jadi mbak nggak punya persiapan buat cuti ke atasan. Lain kali kalau mau ada apa-apa kamu ngasih tahunya jangan tiba-tiba seperti ini, ya! Kalau ngasih tahunya dari jauh hari, Mbak pasti datang. Yakin deh!" protes Rani.

"Bodo!" sahut Rey singkat.

"Duh, yang lagi ngambek. Nggak boleh lama-lama ngambeknya. Nanti kualat loh! Kamu tenang aja, meskipun Mbak nggak datang. Doa Mbak menyertaimu, kok. Jangan lupa didoakan juga Mbak ini, supaya segera menyusulmu ke pelaminan. Aamiin!"

Mendengar kalimat itu, wajah Rey yang tadinya cemberut kesal jadi berubah. Raut wajah gadis itu kini terlihat bersedih. Ia menelan salivanya untuk menetralisir rasa di hati.

"Mbak ...."

"Ya?"

"Mbak, nggak marah, 'kan, aku langkahin?"

Terdengar tawa Rani dari seberang.

"Ish! Kenapa musti marah? Nanti cepat tua loh, kalau Mbak marah-marah! Heyy, Mbak baru 24 tahun, ya! Belum terlalu tua juga kali!" Rey diam saja mendengar jawaban saudaranya. Hatinya masih merasa tidak enak, karena sudah menikah mendahuluinya. "Rey, dengar baik-baik kata-kata Mbak ini. Jujur, ya. Mbak itu malah ikut bahagia, saat ibu bilang jodohmu sudah datang. Mbak seneng, sekarang sudah ada suamimu yang akan menjagamu yang jauh di sana. sudah ada dia yang akan membantumu kalau kamu susah. Sudah ada dia yang akan menghapus air matamu kalau menangis dan sudah ada dia yang akan menjadi sandaran ternyamanmu selain bapak. Nggak boleh mikir gitu lagi ah! Mbak bersumpah kalau mbak bahagia dengan pernikahanmu ini," protesnya terdengar nyaring.

Rey tersenyum mendengar ucapan saudara satu-satunya itu. Rani benar, memang Rey yang terlalu muda menikah. Mengingat, saat ini usianya baru menginjak dua puluh tahunan.

"Ya sudah, dilanjut gih malam pertamanya. Jangan lupa, minum jamu kuat, biar lancar pembuahannya! Hahahaha."

Rey mencebik kesal. "Terus ... terus!! Terus saja godain aku, Mbak. Seneng banget kayanya!"

"Aku titip keponakan laki-laki, ya! Bosan main boneka sama kamu, maunya main mobil-mobilan sama calon keponakanku nanti," goda Rani.

Ish! Rey mengentakkan kakinya beberapa kali ke lantai. Meskipun awalnya dia kesal, tapi bibir itu akhirnya tersenyum ketika Rani menutup teleponnya. Gadis itu meletakkan gawai di atas nakas, lalu berdiri dan berjalan ke arah meja rias. Dia duduk di sana dan mulai melepas untaian bunga melati yang menjuntai dari kepalanya sampai ke dada. Segaris senyum kembali terukir di bibir tipisnya, saat memandang wajah ayunya dari pantulan kaca.

Ternyata aku cantik juga, gumamnya.

Dia tidak ingin segera menghapus make-up yang menutupi wajah. Wanita itu masih ingin menatap berlama-lama wajah pengantinnya. Rey biasanya hanya memakai bedak tabur bayi jika pergi bekerja, karena itu ...dia ingin merekam wajah ayunya dalam ingatan. Tidak berapa lama, terdengar suara pintu terbuka. Tampak Very memasuki kamar. Dia menatap kamar dengan saksama, membuat hati Rey dilanda gelisah. Pernikahan pura-pura ini sungguh membuatnya seperti pengantin yang sesungguhnya. Cara pria itu memperlakukannya dan sikapnya terhadap keluarga besar Rey sungguh di luar dugaan. Sangat baik dan rendah hati.

"Rey," panggil pria yang sudah resmi jadi suaminya itu seraya berjalan mendekatinya.

"Iya, Pak?" sahutnya seperti biasa.

Mereka seolah sedang berada di kantor dan berbincang selayaknya seorang bos dan bawahannya. Very tersenyum memandang wajah lugu istrinya. Langkahnya semakin mendekati Rey yang duduk di depan cermin. Kini, pria itu sudah berdiri di belakang tubuh istrinya. Perlahan, kedua tangannya terangkat memegang pundak istrinya. Mereka tampak serasi, memakai setelan pakaian adat malam ini.

"Kamu cantik!" Rey hanya tersenyum samar. "Maaf atas sikap mami aku.Dia memang begitu."

"Enggak apa-apa, Pak. Saya sudah biasa diperlakukan seperti itu. Memang, status sosial itu seolah menjadi benteng yang sangat tinggi antara si kaya dan si miskin," sahut Rei.

"Enggak semua orang seperti itu, Rey. Kamu enggak boleh memukul rata semuanya."

"Maaf, Pak. Tangannya tolong dikondisikan! Masih ingat dengan perjanjian kita?" Rey mengingatkan.

Alisnya terangkat satu, seolah bertanya?

Pria yang berasal dari suku Cina itu tertawa dan segera mundur beberapa langkah. Dia berbalik, lalu berjalan dan duduk di sisi ranjang.

"Kamu lupa, waktu itu yang peluk saya di kantor ketika saya kasih surat perjanjian itu siapa? Kamu, 'kan? Atau jangan-jangan ... kamu melarang saya sentuh kamu, karena kamu ingin lebih dulu menyentuh saya?" Very mengulum senyum.

Muka Rey memerah, malu. Dia memejamkan matanya mengingat hal bodoh itu.

"Itu ... itu karena ...."

"Karena apa?"

"Saking leganya, Bapak mau menikah sama saya," jawab Rey gugup.

"Wah! Jadi kamu lega banget ya, bisa menikah sama saya? Saya tahu, saya memang tampan dan diidolakan banyak wanita."

Bibir pria itu terus menyungging, memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi. Rey terlihat kesal, ia tidak menyangka jika bos yang selama ini terlihat galak dan tak acuh ternyata suka menggoda dan tingkat kepedeannya di atas rata-rata. Wanita itu melengos sebal. Dia menggigit bibir bagian bawahnya geram, lalu berdiri hendak keluar. Namun, karena kain yang dipakainya cukup sempit, ketika melangkah di depan Very, dia terjatuh tepat di atas tubuh suami yang baru dinikahinya itu. Tubuh Rey menelungkup di atas tubuh suaminya.Tanpa sengaja, kiss mendarat sempurna di sana. Mata mereka sama-sama melotot, kaget dan tidak menyangka.

'Astagfirullah! Ya Tuhan, bagaimana ini?' tanya Rey pada diri sendiri di dalam hati.

~ Sekuat apa pun kita menolak, sejauh apa pun kita menghindar, walau keujung dunia sekalipun ... jika jodoh sudah ditetapkan oleh Sang Maha Kuasa, maka akan tetap dipersatukan dengan berbagai macam cara dan cerita ~