webnovel

Misi Merebut Kembali Hati Om Darmo

"Beraninya! Hati-hati ya, kalau bicara! Semua orang juga sudah tahu, kalau kamu itu ngincar hartanya Pak Very saja. Dasar kamu sok polos, sok suci, sok kalem! Cuih!"

Aku menghentikan langkah ketika kembali mendengar ia bicara. Sudah mencoba beristigfar berkali-kali dalam hati, tapi kalimatnya sangat menampar harga diri. Aku menoleh, lalu menatap wajah itu tajam. Sialnya, hatiku terasa terbakar. Amarah mengusai pikiran. Kuputuskan kembali mendekatinya. Aku menuruni anak tangga dengan cepat. Raut kebencian terlihat jelas dari sorot matanya. Sembari terus berjalan menuruni anak tangga aku mengatakan,

"Jangan mentang-mentang selama ini saya diam, Kakak bisa mengarang hal buruk tentang saya! Meskipun saya tidak tahu pasti apa alasan Kakak membenci saya, tapi ingat ... bangkai disimpan serapat apapun, akan tercium busuknya suatu hari nanti!"

Kini aku sampai di depannya. Kami saling menatap dengan sorot mata yang saling berkilatan.

"Kamu ...."

Tangannya mengayun hendak menampar wajahku, tapi dengan cepat aku menangkap tangannya.

"Tahu bull dog taman belakang yang ada di dalam kandang?" Aku menatapnya semakin tajam ."Anjing akan terus menggonggong, kalau ada orang yang tidak dikenalnya lewat di depannya. Sepertinya kita berdua seperti itu, Kak. Saya adalah orang yang sering digonggongi kalau lewat, dan Kakak ...." Aku tersenyum sinis, "Kakak bisa menebaklah siapa bull dog-nya."

Matanya melotot mendengar perkataanku. Dada Citra naik turun, menahan emosi. Aku mendengkus tertawa sembari menggelengkan kepala, setelahnya mengempaskan tangannya yang sejak tadi kugenggam. Aku berbalik dan berlalu menaiki anak tangga tanpa memedulikan sikapnya. Terdengar beberapa kali dia mengumpat dan menendang kotak sampah. Sampai di atas, aku baru menyesali sikapku barusan. Padahal aku sudah bertekad tidak akan meladeninya, tapi ternyata aku terpancing juga.

"Ahh!"

Kuempaskan bokong ke kursi kerja. Aku kesal, kuremas kepala kuat sembari memejamkan mata dan menunduk dalam. Tiba-tiba ponsel bergetar di meja. Aku mendongak dan meraihnya. Terlihat sebuah pesan dari 'Nenek Lampir' di layar. Ternyata Kak Citra yang mengirim pesan.

[Masss, aku kesel sama keponakan istrimu itu. Pokoknya, kasih dia pelajaran kalau kalian sudah bertemu di rumah. Bila perlu, remas-remas mulutnya. Berani sekali dia ngatain aku Anjing. Pokoknya, kasih dia pelajaran yang setimpal!]

Aku memutar bola mata malas ketika membaca chat-nya. Dasar tukang ngadu! Sok mesra banget panggil mas! Aku berpikir bagaimana cara membalasnya, mengingat cara mengetik chat antara aku dan Om Darmo berbeda. Kubuka isi chat-ku dengan Om Darmo untuk mempelajari cara kepenulisannya. Aku mangut-mangut mengerti. Ternyata, Om Darmo sering menambahkan huruf 'h' di belakang kata. Bismillah. Aku akan mencoba membalas. Semoga tidak ketahuan.

[Kenapah? Apa yang sudah dia lakukan sama kamuh? Iya, Sayang. Nantih Mas kasih dia pelajaran, Karena sudah mengganggu kamuh!]

Sedikit berdebar, aku memperhatikan dia mengetik sesuatu. Semoga tidak ketahuan, ya Allah. Aku bahkan menggigit bibir, saking tegangnya.

[Mas, tumben cepat banget meresponschat aku? Biasanya aku musti nunggu sampe malam, baru dapat balasan dari kamu. Iya, dia nampar aku. Sakit Mas ... (Berjajar Emot nangis)]

Sungguh keterlaluan, dia fitnah aku seperti ini. Padahal dia yang mau menampar aku. Gigiku bergemeretuk kesal. Dasar Nenek Lampir, bisa-bisanya dia mengarang cerita. Aku kembali membalasnya.

[Kebetulan Mas lagi sedikit santai. Kamuh yang sabar ajah. Lihat ajah besok, kamuh bakalan tahu, Mas bakal kasih pelajaran yang setimpal buat diah!]

[Jangan buat aku kecewa! Mas harus kasih pelajaran ke dia (emot marah). Ya sudah, nanti malam ketemu ya, Mas! Di diskotek tempat biasa. Love youuu (berjajar emot cium]

Ish!

Aku memukul-mukul kepala menahan emosi. Tidak sabar rasanya menemui dan menunjuk mukanya, tapi aku harus sabar. Dengan hati penuh kesal, aku membalas.

[Iyah, Sayang. Kamuh dandan yang cantik yah!]

[Pastilah, Mas. Mas tahu, aku selalu lebih cantik dan hot dibanding istri Mas yang kuper itu. Kerjanya pakai daster, muka pucet bikin enggak gairah aja (emot melet)]

Aih, aku semakin sebel, sebel, sebel! Kalau saja ini ponsel murahan, sudah aku injak-injak. Mukaku semakin memerah menahan amarah. Aku harus meminta Tante Siska supaya lebih segalanya dari nenek sihir ini, supaya Om Darmo cepat melupakannya. PR-ku masih satu, menghapus nomornya dari ponsel Om Darmo. Karena kalau dari yang terlihat, sepertinya wanita ular ini yang selalu menghubungi Om Darmo. Buktinya, Om Darmo tidak menyimpan nomornya dan wanita ini yang selalu menelepon.

"Assalamualaikum. Halo, Mbak," tegur Wawan yang tiba-tiba membuka pintu.

Refleks, aku menoleh ke arah sumber suara. Aku hanya tersenyum tipis. Dia meletakkan tasnya dalam laci, lalu menghidupkan komputer.

"Mbak, sudah makan?"

"Lagi enggak lapar, Wan," jawabku singkat sambil meletakkan ponsel dalam laci.

"Pantesan saja kurus, makan saja malas," sambung Bos Koko yang tiba-tiba sudah duduk di tempatnya.

Pintu terbuka, sehingga kami tidak menyadari kehadiran Bos Koko barusan. Aku dan Wawan saling pandang, lalu sama-sama mengulum senyum. Wawan mengirim pesan ke ponselku. Segera aku membuka laci dan mengambil ponsel di sana.

[Bener kata Mbak. Bos kayak uka-uka, tiba-tiba udah nongol aja.]

Aku tidak membalasnya. Sekilas, aku menoleh ke arahnya sambil mengulum senyum. Bos koko menelepon seseorang. Dia memesan tiga kotak nasi dengan jus alpukat. Setelah 30 menit, Pak Satpam mengantarkan pesanan.

"Rey dan Wawan, enggak apa-apa kalau mau turun ke dapur dulu. Makan gih, nanti kalian sakit."

Aku dan Wawan bertatapan, lalu Wawan menaikkan alisnya. Aku berdiri lebih dulu. Selanjutnya, kami turun ke bawah beriringan untuk menyantap makan siang.

***

Malam ini, kami sedang duduk di meja makan. Om Darmo dan Tante Siska terlihat baik-baik saja. Santi dan Bagus juga makan dengan lahap. Ayam bakar, sambal terasi, ditambah lalapan terasa nikmat di lidah. Soal masak-memasak, Tante Siska memang jagonya. Apa pun yang dia masak, bagiku rasanya luar biasa! Ya, selalu pas dan bikin nagih ingin nambah. Atau karena ini gratis jadi rasanya makin nikmat?

"Kak, bagaimana sekolahnya?" tanya Om Darmo pada Bagus yang masih asyik mengunyah makanan.

"Sejauh ini, nilaiku baik semua, Pah."

"Kalau Adik, bagaimana?" Kini Om Darmo bertanya pada Santi.

"Nilai Matematika saja yang turun naik."

"Belajar yang rajin, dong, Dik," lanjut Tante Siska.

"Iya, Mah. Kebetulan kemarin ulangan hariannya barengan sama ulangan harian sejarah. Jadi, belajarnya kurang maksimal untuk Matematika."

"Iya. Lain kali lebih giat lagi belajarnya, ya!"

Om Darmo meneguk beberapa kali air putih dari meja.

"Kenyangin Rey makannya. Jangan malu-malu, nanti lapar," kata Om Darmo sembari berdiri menyapaku.

Aku hanya tersenyum. Om Darmo selesai makan. Dia mengelap mulutnya dengan tisu, lalu meninggalkan kami lebih dulu. Setelah itu, Santi dan Bagus melakukan hal yang sama.

"Tante," bisikku pada Tante Siska, saat tinggal kami di meja makan.

Aku menoleh ke kanan dan kiri, takut kalau ada yang mendengar.

"Apa?" tanya Tante Siska sembari meletakkan segelas air putih yang baru saja diminumnya. Aku pindah posisi duduk mendekati Tante Siska, lalu kembali berbisik, "Tante, beli pakaian yang sedikit seksi, dong. Maaf sebelumnya, tapi ini demi keutuhan rumah tangga Tante. Pakainya di dalam kamar saja, pas lagi sama Om Darmo."

Tante Siska menatap heran. Dia memegang keningku beberapa kali. "Kamu kenapa, Rey? Kok, tiba-tiba ngomong ginian?"

"Ih, Tante! Selingkuhan Om Darmo pasti melakukan banyak hal untuk memikatnya. Tante harus buat Om Darmo kembali sama Tante. Poles dikitlah wajah Tante. Enggak masalah meskipun hanya di dalam rumah, pakai parfum, pakai baju seksi kalau lagi sama Om Darmo."

Tante Siska tampak berpikir. "Kamu ada benarnya juga, Rey. Wanita itu pasti tampil maksimal, ya. Besok, Tante bakal beli baju yang seksi banyak-banyak! Eh, makasih loh masukannya." Tante Siska memelukku.

"Semangat, Tante! Buat Om Darmo betah di rumah, ya!" kataku melerai pelukan sambil menatap wajahnya memberi semangat.

Tante Siska mengangguk mantap. Ada semangat yang besar dari sorot matanya. Setelah menyusun rencana merebut kembali hati Om Darmo, aku mencuci piring. Sedangkan Tante Siska menemani Om Darmo mengobrol di teras depan rumah. Oke, misi merebut kembali hati Om Darmo akan dimulai! Siap-siap patah hati kau Citra!