webnovel

My Shine

Aku menyayangi Anda dan Athanasia. Aku menyayangi kalian, prioritasku.

Cheristi · Teen
Not enough ratings
5 Chs

Prince Kris Bridger of Albany

"Tuan?"

Merethyl seperti pernah melihatnya entah di mana. Ingatannya samar - samar karena sewaktu tinggal di panti, mereka disogoki obat Antihistamin yang bisa menyebabkan kehilangan memori. Namun Merethyl tidak pernah melupakan sosok kembaran yang sangat ia sayangi itu.

"Selamat pagi. Tuan Viscount Arthur Pashar. Senang bertemu denganmu."

Merethyl menekuk satu kakinya ke belakang dan memberi hormat. Musik mulai dimainkan, jentikan jari Arthur bergerak mengikuti tempo.

"Mari saya ajarkan."

Arthur membungkuk sambil menyodorkan tangan kanannya. Merethyl menerimanya dan mulai menari mengikuti irama.

"Perhatikan langkah kaki Anda Nona."

Merethyl mengangguk. Tak jarang kakinya menginjak kaki Arthur. Pelajaran dansa tidak berlangsung mulus karena gerakan Merethyl yang masih kaku. Maklum, gadis panti.

"Maafkan saya, saya akan belajar lagi."

"Tak apa Nona, jangan terburu - buru. Hari esok masih ada."

"Besok?"

Senyuman Arthur terukir dengan kerutan di sekitar mata birunya.

"Anak pertama saya akan datang kesini, menggantikan saya. Saya ada kesibukan. Jadi biar dia yang datang kesini."

"Begitu, terima kasih untuk hari ini Tuan."

Merethyl membungkuk hormat. Sama halnya dengan Arthur. Ia lalu berpamitan dan kembali ke kediaman Viscount. Akhirnya, Merethyl bisa bernafas seperti biasa. Selama bersama keluarga bangsawan, ia harus menahan nafas untuk menjaga citra dirinya.

Samar - samar terdengar suara langkah kaki. Suara sepati berhak. Sosok itu membuka pintu ruangan dengan lebar. Merethyl tersenyum ramah.

Merethyl membatin "Itu Nyonya Baroness. Kenapa dia kesi-"

Plak!

"Eh?"

Camilla menampar pipi kanan Merethyl. Sorot matanya yang tajam membuat nyali Merethyl menciut secepat kilat. Memang ada masalah apa sampai - sampai Nyonya Baroness menampar dirinya?

"Sikap bangsawan bukan seperti itu, tegakkan tubuhmu."

Merethyl menurut dan menegakkan tubuhnya. Nyonya Baroness mengangkat rok bawahnya, melihat Merethyl tidak memakai sepatu berhak, ia memukulnya dengan kipas tangan yang ia bawa.

"Siapa yang memakaikanmu sepatu ini?"

"S-saya sendiri N-nyonya."

Nyonya Baroness terdiam sejenak lalu berjalan keluar dari ruang dansa. Terdengar suara hantaman keras dari arah luar. Merethyl berjalan setengah lari keluar ruangan. Melihat tangan kanan Lily yang terlula dengan hidung yang meneteskan darah. Apa yang terjadi pada Lily?!

Merethyl melepas pita di rambutnya dan mengikat perlahan pergelangan tangan Lily yang terluka. Merethyl mulai menitikkan air mata, kenapa Lily yang dihajar? Kenapa tidak dirinya saja? Merethyl memukul kepalanya sendiri. Lily yang melihat itu sontak memeluk Merethyl. Merethyl mulai menangis sejadi - jadinya.

"Lily... maafkan aku..."

"Tidak apa - apa Nona. Bukan salah Nona."

Setelah kejadian itu, Merethyl terus - terusan dituntut untuk menjadi bangsawan yang sempurna. Dari berjalan hingga memegang sendok, ia diajari hingga lupa waktu. Gaun yang harus tetap bersih, belajar menggunakan high heels, Tidak boleh berlari, Jika melakukan kesalahan ia akan dipukul menggunakan tongkat.

Keluarga yang ia impikan sudah pupus harapan. Ia kira, di keluarga Baron, ia akan disayangi. Tetapi, ia hanya dijadikan boneka untuk kerja sama antar perusahaan.

"Lily, sepatunya sakit."

"Maaf Nona, saya paham kondisi anda. Tapi Nona harus bertahan sebentar lagi. Hari ini tunangan anda akan datang mengunjungi anda. Jika Nyonya tau anda tidak menggunakan apa yang Nyonya mau, Nona akan dipukuli lagi."

Merethyl mengangguk pasrah. Jempolnya terasa sakit sekali. Tapi ia harus menahannya untuk hari ini. Semoga tunangannya tidak menyadari akan hal itu. Dengan langkah pincang ia berjalan keluar untuk menyambut kedatangan tunangannya.

Tak lama terdengar langkah kaki kuda. Jantung Merethyl mulai berdegup kencang. Ia merasakan gugup yang luar biasa. Apakah ia akan menyukai Merethyl? Merethyl segera mengecek penampilannya.

"Rambut... gaun... sepatu..." batin Merethyl. Merethyl memantapkan dirinya dan tersenyum cerah saat sosoknya turun dari kereta kuda. 'Tampan' adalah kata yang paling cocok untuk mendeskripsikan.

"Yang mulia Putra Mahkota telah tiba."

"Saya menghadap Yang Mulia Albany."

Merethyl membungkuk memberikan hormat dengan sedikit mengangkat ujung gaunnya.

"Apa Nona sedang sakit?"

Merethyl mematung mendengar perkataan Pangeran Kris tersebut. Dengan tiba - tiba Tuan Baron dan Nyonya Baroness berdiri di samping Merethyl.

"Sepertinya dia gugup karena pertama kalinya bertemu Yang Mulia. Mari kita masuk ke dalam. Baroness, apa kamu bisa merapikan penampilan Merethyl?"

"Baik."

Pangeran Kris menatap Baron begitu tajam. Sedangkan Merethyl dibawa ke kamarnya. Perasaan takut dan cemas menjadi satu.

Begitu sampai di kamarnya, Merethyl dibanting dengan keras oleh Baroness.

"Ibu kan sudah mengingatkanmu!"

"Maaf ibu, korsetnya membuat saya sesak nafas."

"Bukannya ibu sudah bilang! Kamu harus memberikan kesan baik pada pandangan pertama Yang Mulia!"

"Perlihatkan betismu!"

"Ibu.. Tolong ampuni saya kali ini.."

"Cepat!!"

Merethyl mengangkat gaunnya selutut. Dan langsung saja Nyonya Baroness memukul betisnya dengan tongkat kayu.

"Ibu.. sakit.."

"Jangan cengeng Merethyl, cepat bangun!!"

"Ibu.. dada saya sakit. Bagaimana jika saya pingsan di hadapan Yang Mulia?"

"Jangan cari - cari alasan!"

Sebelum Baroness melukai Merethyl, ada yang mengetuk pintu kamar Merethyl.

"Baroness, apa aku boleh masuk?"

"Yang Mulia?" Batin Merethyl.

Baroness menghentikan aksinya. "Tu-tunggu sebentar! keadaan Merethyl memburuk, ia baru saja tidur."

"Cepat naik ke tempat tidurmu!" bisik Baroness.

Merethyl naik ke tempat tidur dengan sisa tenaganya. Rasanya sangat sakit. Betisnya serasa memanas dan mencakar. Merethyl menutup dirinya dengan selimut dan membelakangi pintu.

"Baroness tidak perlu terburu - buru. Aku hanya ingin lihat Merethyl sebelum aku pergi!"

Akhirnya Baroness membukakan pintu untuk Pangeran Kris. Dilihatnya tubuh Merethyl yang tergeletak membelakangi dirinya. Ia tau, jika Merethyl sedang menangis.

"Ku dengar Merethyl sedang sakit, mengapa sepatu Merethyl masih terpasang?"

"Ah, dia tadi tidak sempat melepaskannya, Merethyl merasa pusing jika terlalu lama di bawah sinar matahari."

Bohong. Siapa saja bisa melihat jika kaki Merethyl sudah lecet dan mengeluarkan darah. mendengar itu, Baron langsung melepaskan sepatu Merethyl.

"Saya mohon diri sebentar. Aku hanya ingin melihat wajah tunanganku yang sedang tertidur."