webnovel

Chapter 39

Aku memasuki ruang komando taktis, di dalamnya.. Ivan dan Selena telah menunggu ku.

"Master Hans!"

"Master Hans!!"

"Oh, kalian kompak sekali. Apa ini yang dinamakan ikatan suami-istri?" goda ku.

Aku sedikit melihat noda merah di leher Selena, mungkinkah.. aku menganggu waktu harmonis mereka?

"Well.. jika kalian keberatan dengan panggilan tiba-tiba ini. Kalian boleh pulang untuk melanjutkannya.." mendengar ucapan ku, wajah Ivan dan Selena mengeluarkan rona merah.

"Ekhem! Tidak perlu! Ini pekerjaan kami. Profesionalitas harus di utamakan!"

"B-Benar sekali! Ini pekerjaan kami!"

Ivan dan Selena saling bersahutan. Mereka menutup rasa malu di wajah mereka dengan memasang wajah profesionalitas. Aura yang dipancarkan oleh mereka pun berubah.

"Agen kita yang berada di garis depan telah mempersiapkan panggung sandiwara. Laporan terakhir yang kita terima, mereka berhasil menempatkan barang bawaan kita dengan aman" ucap Ivan sembari menatap layar monitor yang berisi laporan situasi.

"Kabar terbaru yang datang, mereka telah sadar dan siap diaktifkan. Mereka menunggu perintah lebih lanjut dari markas pusat" Selena yang duduk di samping Ivan pun ikut melaporkan situasinya.

Kali ini, mereka berdua menjadi bagian dari unit pengintai untuk mengawasi pergerakan gadis-gadis itu. Tanggung jawab antara perintah pusat dan perkembangan di lapangan harus selalu diperhatikan. Itu karena.. gadis-gadis itu masih pemula untuk diterjunkan ke medan perang namun.. mereka butuh pengalaman untuk beradaptasi.

"Jalan kan sesuai rencana!" perintah ku.

Perintah resmi yang keluar dari markas pusat tersampaikan kepada mereka. Tujuan mereka di wilayah musuh adalah.. mencari informasi mengenai rencana pihak kuil yang tersebar di tujuh kerajaan.

Aku melihat gadis-gadis itu sedikit kesulitan untuk menghilangkan barang bukti perintah tugas mereka. Sebagian kecil dari mereka memiliki emosi yang tenang dan sisanya sedikit panik.

"Haaaah~ Amatir~" ucap Ivan saat mengamati mereka.

"Kau juga seperti itu kan? Apa perlu ku ingatkan kembali ke masa dimana diri mu memohon ampun di depan Chiyuki?" aku menjawab ucapan Ivan.

"Tolong jangan ingatkan aku pada trauma terbesar ku, Master Hans."

"Kenapa? Bukankah kau sangat senang saat bertemu Chiyuki?"

"Senang apanya?! Apa Master Karl tidak tahu! Aku hampir mati saat itu!"

"Kau itu cuma tenggelam doang.. apanya yang mati sih?" aku sedikit bercanda di tengah operasi besar ini.

"Cuma?? Tenggelam di tumpukan mayat itu hanya cuma??"

"Siapa juga yang menyuruh mu bersembunyi di tumpukan mayat, ide mu sangat bagus.. namun, ide Chiyuki lebih bagus daripada ide mu."

"Uh.. aku tidak bisa membantahnya. Tapi, kenapa Chiyuki-sama bisa mengetahui jika ada seseorang di tumpukan mayat?"

"Ivan, orang bodoh macam apa yang bersembunyi di tumpukan mayat menggunakan pakaian bangsawan sedangkan mayat-mayat itu berisi tumpukan rakyat biasa?"

"Oh, I-Itu.. ternyata aku sangat bodoh saat itu.. Hahaha.." balas Ivan sembari menahan rasa malunya.

Yap, ini adalah kisah kecil saat kami memungut Ivan. Saat itu, Kerajaan Flora dilanda musibah dengan pemberontakan kecil yang dilakukan oleh rakyat di pinggiran desa.

Well.. itu terjadi setelah kami keluar dari sistem kebangsawanan Kerajaan Flora.

Rakyat di pinggiran desa dihuni oleh mantan prajurit kerajaan yang menjadi bandit. Mereka memanfaatkan status kami sebagai pengkhianat kerajaan untuk menyerang desa-desa lain.

Karena meresahkan, Kerajaan Flora mengirim Ivan untuk menyelidiki desa itu dan secara kebetulan bertemu dengan ku.

Tentu saja, saat itu.. kami sedang membersihkan benalu yang memanfaatkan nama kami.

Kami sedikit terlalu bersih saat melakukanya.. dan.. tugas bersih-bersih itu sangat melelahkan.

Jadi, Chiyuki berinisiatif mengumpulkan mayat yang tersisa dan ingin membakarnya.

Dan.. apa yang terjadi dengan Ivan? Saat itu, ia ingin kembali untuk melaporkan situasi namun.. tanpa sengaja.. ia terjebak di dalam lubang mayat milik Chiyuki.

Kami hampir saja membakar Ivan.

"Hah, kenapa saat itu kau berteriak sih? Bukankah lebih baik terima nasib saja?" aku sedikit bergumam kecil.

"Hah?! Maksud Master Karl?" ternyata Ivan mendengar gumam kecil ku.

"Ivan! Kembali bekerja!" perintah ku.

"Kenapa aku harus kembali bekerja setelah mendengar nada kecewa itu? Hmm.. aku merasakan penyesalan yang aneh disini."

"Itu hanya perasaan mu saja."

"Master Karl, sesuatu terjadi kepada gadis-gadis itu!" Selena tiba-tiba panik.

"Tenang saja, Selena. Gadis-gadis itu akan baik-baik saja. Mereka tidak sebodoh itu untuk tertangkap."

Tepat di depan kami, beberapa gadis dihadapi oleh situasi yang cukup mendesak.

Simulasi ini tampaknya akan semakin menarik.

[...]

"Gadis itu lumayan juga, di saat yang lain panik. Gadis itu dengan cepat memahami situasinya." Aku sedikit memuji gadis yang tampil di layar monitor dengan nada sarkastik.

"Master Karl, kau sangat perhatian sekali dengan mereka ya?"

"Huh?"

Seperti biasa, Ivan selalu membuka topik yang menyindir tindakan ku.

"Jika kau punya dendam pribadi dengan ku, katakan saja, Ivan. Tidak perlu kau pendam dengan mengomentari setiap tindakan ku" balas ku dengan nada yang sinis.

"Master Karl, jika aku melakukan itu. Kepala ku sudah berada di atas tanah dan badan ku terbuang entah kemana."

"Hmm.. aku tidak pernah melakukan itu. Siapa yang kau maksud?" aku membalasnya dengan menatap Ivan namun.. tatapan ku dipantulkan oleh Ivan ke arah istrinya.

"Oh?! Jadi itu maksud mu?" lanjut perkataan ku.

"Master Karl, jika kau bercanda saat ini. Itu sebenarnya lucu sih.. tapi tolong perhatikan situasinya!" Ivan sedikit menahan rasa amarahnya dan menghindari tatapan tajam istrinya.

"Well.. kesampingkan masalah kalian, aku ingin tahu bagaimana tanggapan kalian mengenai performa yang dilakukan gadis-gadis itu" aku sengaja mengalihkan bahan pembicaraan untuk menghindari konflik rumah tangga mereka.

"Ekhem! Master Karl, seperti yang ku katakan sebelumnya. Master Karl ternyata sangat perhatian dengan mereka. Menyiapkan safe poin dan peralatan yang cukup lengkap untuk mereka. Jika saja mereka hanya diberi satu buah pisau, simulasi ini akan semakin menarik."

"Uhuh! Akan ku catat itu dan itu akan berlaku saat anak kalian mendaftar bagian intelijen."

Mendengar jawaban ku, tatapan Selena ke Ivan semakin tajam.

"Master Karl, tolong jangan lanjutkan bahan candaan ini lagi. Entah kenapa.. rasanya pundak ku semakin berat!" balas Ivan dengan nada panik.

"Dan.. bagaimana dengan tanggapan mu, Selena?" aku melempar pertanyaan ke Selena.

"Eh? Tanggapan ku? Ehm.. bagaimana ya..? jika di lihat dari situasinya. Gadis nomor tujuh terlihat sangat teliti. Bahkan dia mengumpulkan informasi lain sebelum keluar dari safe poin. Melihat persiapannya yang cukup bagus, aku yakin dia gadis yang akan lulus dengan nilai sempurna" jawab Selena secara detail.

Aku memperhatikan gadis nomor tujuh, melihat gerak-gerik dan kewaspadaannya. Dia memang gadis yang cukup menjanjikan.

"Menarik juga.. Dia menggunakan teknik penyamaran sederhana untuk merubah penampilannya sebelum keluar dari safe poin. Benar juga! Identitas rahasia itu penting saat di wilayah musuh."

"Bukan hanya itu saja, sepertinya dia menghubungi gadis lain untuk berkumpul di satu titik. Biasanya, agen mata-mata bergerak secara individu tapi gadis ini bertindak sebaliknya. Mencari gadis lainnya kah? Mungkinkah.. dia ingin membentuk tim dan bergerak secara kelompok?"

Ivan dan Selena saling berbagi pendapat, aku pun mengikuti alur pembicaraan mereka dari sudut pandang ku.

Agen mata-mata identik dengan kemampuan pemahaman situasi dan pola pikir yang berencana. Wilayah kami memiliki dua badan intelijen yang berbeda. Layaknya FBI dan CIA, tugas mereka pun berbeda-beda walaupun di bawah payung unit intelijen.

Melihat reaksi gadis-gadis ini, mereka masih belum masuk ke dalam kategori "Active". Mereka perlu dilatih untuk sedikit peka dalam keadaan. Sebagian dari mereka melakukan penyamaran untuk menyembunyikan identitas asli mereka dan sisanya tidak mempedulikan penyamaran untuk memancing dengan tubuh mereka.

Memang benar apa yang dikatakan Ivan, aku sedikit berbaik hati kepada mereka. Biasanya, agen mata-mata yang masuk ke tahap simulasi hanya berbekal satu unit pisau serbaguna.

Tapi, khusus untuk mereka.. pengecualian kecil ini pun dilakukan.

Bahkan dari ruang komando taktis, aku bisa mendengar agen senior tertawa melihat agen junior mereka. Menggunakan semua peralatan yang tersedia adalah hinaan terbesar bagi seorang agen mata-mata. Namun, tidak menggunakannya akan menodai kebaikan diri ku.

Inti dari simulasi ini adalah..

Informasi merupakan sumber kekuatan.

Saat kalian meremehkan informasi yang tidak terenkripsi dengan baik. Contohnya seperti data diri pribadi bocor.. dan kalian dengan bodohnya keluar tanpa penyamaran.

Kalian akan tertangkap dan dibawa ke tahanan untuk di interogasi.

"Huh? Tampaknya.. sudah ada tujuh gadis yang gagal" ucap Ivan sembari menahan ketawanya.

"Uh, aku sangat malu untuk melihat kejadian ini. Sepertinya.. kita harus meningkatkan teknik penyamaran kita agar lebih meyakinkan atau teknik bersandiwara agar lebih natural?"

Yep, ucapan Ivan dan Selena memang menusuk hati ku. Ternyata kami masih memiliki gadis-gadis yang polos dan bodoh.

Ku rasa, aku akan menerapkan latihan yang sama seperti gadis-gadis serigala.

Penghinaan ini.. akan ku pastikan berakhir di sini.

Tanpa sengaja, aku tersenyum dan tertawa kecil.

[...]