webnovel

Chapter 11

Berita tentang kerusuhan yang disebabkan oleh naga mulai menyebar. Bahkan kabar itu sampai pada telinga kakek ku yang sedang bersenang-senang menikmati pensiunannya setelah sekian lama mengabdi menjadi Duke Flora.

Dia kembali tidak sendirian! Dia kembali dengan menunggangi naga yang besar dan memimpin pasukan penunggang naga di belakangnya.

"Semuanya, bersiap-siap!" perintahnya.

Kurasa ada salah paham disini.

Kami baru saja keluar dari mulut gua dan disambut oleh pasukan naga. Tentu saja, dengan melihat kendaraan yang kami tumpangi sudah terasa aneh bagi mereka.

Beberapa todongan senjata tajam mulai membidik kami.

"Anu.. Karl.. bagaimana cara kita menjelaskannya pada mereka?"

"Serahkan masalah ini pada ku, Ayah" aku lalu membuka lubang palka yang berada di atas ku dan memunculkan wajah ku.

"Kakek~" sorak ku.

"Eh? Karl?"

"Apa yang kakek lakukan disini?" tanya ku.

"Aku mendengar jika tempat kalian diserang naga, jadi kami kembali untuk memberi bantuan."

"Oh.. Ah!! Tenang saja, Kakek! Semua aman terkendali" balas ku sembari menaikkan jempol ku.

"Apa maksudnya? Dimana mereka, Karl? Jangan buang-buang waktu lagi! Keadaan sedang darurat dan kau harusnya tahu itu."

"Yah.. bagaimana lagi.. mereka semua sudah mati, Kakek."

"Lah?"

"Laaahh??"

"Laaaaaaahhh???"

"Laaaaaaaaaaaaaah????"

Kami sedikit bercanda seolah tidak mempercayai satu sama lain.

"Hey! Jangan bercanda dengan Kakek mu ini! dan dimana anak tak berguna itu? aku mencari-cari dia daritadi. Apa dia kabur?"

"Ekhem! Ayah! Aku disini!" balas Ayah ku sembari keluar dari lubang palka yang sama.

"Hou, kau ada disini rupanya! Ayo kita bergegas memburu naga-naga itu. Demi kehormatan kita dan keselamatan warga!"

"Ayah, apa yang dikatakan Karl memang benar. Naga-naga itu sudah berpulang kesana dengan damai. Kalau tidak percaya, coba saja masuk ke gua belakang kami" Ayah ku langsung menunjuk gua yang tidak jauh di belakang kami.

"Semuanya!! Maju! Habisi naga-naga itu!" sembari mengatakan itu, Kakek lalu bergerak cepat menerjang gua di hadapannya.

"Etto.. Ayah.. sebenarnya sudah lama aku ingin mengatakan ini tapi kenapa sifat kakek tidak menular pada mu?"

"Yah, mau bagaimana lagi? Kakek mu hidup saat menjadi panglima dan dalam keadaan perang sedangkan Ayah mu ini lahir dalam keadaan damai."

"Hmmm.. perlukah kita berperang kembali?"

"Jangan!! Kau pikir perang enak?"

"Bercanda sedikit, Ayah.. lagipula kita juga belum membuat pasukan pribadi. Semua pasukan yang kita punya masih milik pasukan kerajaan. Oh, ngomong-ngomong bagaimana kita menggunakan mayat naga-naga ini? bukankah kulit mereka cukup berharga untuk membuat armor?"

"Untuk naga normal mereka berharga namun untuk naga-naga kecil sangat tidak berguna. Kita simpan saja, siapa tahu di lain waktu akan berguna. Berjaga-jaga itu perlu, Karl!"

"Yah, kita kembali pulang saja sekarang. Masalah ini juga sudah beres sepertinya."

Dengan kesepakatan yang berjalan satu arah, kami sepakat untuk kembali pulang. Dari kejauhan tampak Sebastian tengah memimpin beberapa petualang untuk menjaga kediaman kami.

Kendaraan kami bergerak menembus mereka. Bentuk dan kecepatan kendaraan ini sedikit memancing rasa penasaran mereka dan mengamati kendaraan ini dari jauh.

Aku jadi terpikirkan satu hal.

"Hey, Ayah, bagaimana menurut mu dengan kita mendidik ulang pasukan kita?"

"Bukankah itu sudah masuk ke dalam rencana mu?"

"Well, maksud ku. Bagaimana jika kita mengadopsi anak yatim-piatu dan mengajari mereka dengan teknik militer yang baru? Kendaraan dan senjara ini adalah hal baru di dunia ini kan? Aku tidak ingin orang-orang yang tidak dipercaya menggunakannya. Setidaknya, mendidik mereka dan mengajarkan kesetiaan layak dicoba."

"Ide mu layak dicoba, kapan kau akan memulainya?"

"Yah, setelah masalah ini selesai."

"Jika kau butuh tambahan uang, datang saja ke kantor Ayah.. Oh! Satu hal lagi! Jika kau ingin membangun kendaraan lagi.. aku akan menyerahkan orang-orang itu padamu."

"Oh.. O-Oke" aku sedikit ragu saat mendengarnya. Melihat kenangan dimana mereka bekerja mati-matian dengan pisau di leher mereka kembali masuk ke ingatan ku.

Memaksa seseorang bukan hobi ku, tapi itu layak dicoba.

[...]

Menjadi bangsawan di era ini sangat mudah.

Kau hanya perlu lahir di keluarga dengan darah bangsawan yang kuat.

Bagaimana dengan darah yang setengah? Nah, kau hanya bersiap-siap untuk menjadi pion pengorbanan untuk di tumbal kan.

Kenapa aku sangat yakin dengan itu?

Pertanyaan yang bagus, karena saat ini aku sedang membaca daftar anak-anak panti asuhan yang di buang oleh bangsawan-bangsawan biadap. Mereka tidak bisa menahan hasrat mereka, menolak tanggungjawab mereka dengan dalih bangsawan harus murni, dan tindakan bejad lain yang sulit dimengerti hati nurani.

"Damn.. kerajaan ini penuh dengan orang-orang sampah. Untung saja kita sudah melakukan pembersihan di tempat tinggal kita."

"Um.. Onii-sama? Apa yang sedang kau lakukan?" ucapan ku ternyata memancing rasa penasaran Chiyuki.

"Oh, ini..." aku memberikan daftar anak-anak terlantar itu pada Chiyuki.

"Uh~ kasihan sekali. Kenapa mereka dengan mudah membuang anak mereka?"

"Yah, ego mereka lebih besar untuk berbuat dosa daripada menanggungnya."

"Jadi, apa rencana selanjutnya untuk ini? Onii-sama?"

"Em, seperti biasa.. kita akan menjual mayat-mayat itu dan menggunakan uangnya untuk membangun ulang tempat tinggal kita. Jika masih ada sisa yang cukup banyak, kita bisa menggunakannya untuk mengadopsi anak-anak ini. Yah, aku sudah menandai beberapa anak-anak yang menarik perhatian ku."

"Rencana untuk jangka panjang?" tanya Chiyuki.

"Yep, beberapa anak-anak ini memilik bakat yang bisa diasah. Layaknya anjing yang akan terus setia jika di didik dari kecil."

"Em.. Onii-sama.. sepertinya mereka bukan anjing. Lebih tepatnya gadis-gadis serigala yang ditemukan oleh pedagang budak setelah desa mereka hancur oleh serangan naga."

"Lagi-lagi naga? Kaum naga memang suka membuat masalah kah?"

"Ekhem! Tidak semua kaum naga memiliki otak pendek seperti itu, Karl-sama" balas Myria yang berdiri di belakang Chiyuki.

"Eh? Myria? Apa kau tersindir?" canda ku.

"Dengan segala hormat, Karl-sama. Mereka bodoh tapi kekuatan mereka tidak bisa diremehkan."

"Eh? Tapi mereka mati semua kemarin?"

"Ah.. eh.." Myria tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Oh! Onii-sama! Kenapa kemarin tidak mengajak ku! Kenapa harus Ayah yang di ajak!"

"Benar, Master! Kenapa harus Duke yang di ajak!"

"Aku juga mau membantai naga!!!"

"Aku juga mau membasmi naga!!!"

Entah darimana semangat Chiyuki dan Mercedes berasal namun aku bisa merasakan rasa iri hati mereka terhadap Ayah ku.

"Em, kenapa kalian begitu semangat sih?"

"Itu.. karena Onii-sama membuat senjata baru kan?"

"Master, pelit! Gak ngajak-ngajak kalau bikin senjata!"

Lah?

Sekarang jadi kesalahan ku?

Kok bisa?

"Maaf saja, keadaan mendesak saat itu dan bukankah kalian sudah bersenang-senang membantai naga-naga itu?"

"Eh? Tapi gak seru.."

"Kurang memuaskan, Master! Keroco-keroco seperti itu sangat mudah dan bossnya kabur-kaburan."

Yep...

Sekarang mereka menyalahkan naga-naga itu.

Susah juga memahami jalan pikiran gadis-gadis ini.

"Oh, iya, hampir saja kelupaan. Apa Onii-sama sudah meninjau laporan merchant yang datang untuk membeli mayat naga-naga itu?"

"Ah, untuk urusan itu sedang dikerjakan oleh Ayah, memangnya kenapa?"

"Aku mendengar tentang salah satu merchant yang mampu meniru salah satu barang. Apakah kita perlu menyembunyikan barang-barang itu?"

"Maksud mu barang yang itu?"

"Iya, yang itu!"

Ini sedikit membuatku tidak nyaman. Memiliki kemampuan meniru suatu barang untuk seorang merchant adalah anugerah tersendiri. Mereka tidak perlu repot-repot membuat barang jika memiliki kemampuan peniru dan kebanyakan dari mereka adalah penipu handal yang ulung.

Mereka bilang barang itu tidak berguna namun di belakang layar mereka membuatnya dalam jumlah besar.

"Karl!!!"

Tiba-tiba saja, aku mendengar kakek ku memanggil ku.

Dia memasuki ruang keluarga tepat dimana aku sedang bersantai.

"Darimana kau mendapatkan senjata ini!"

Tepat ditangannya terdapat panzerfaust 3.

"Aku membuatnya." Balas ku singkat.

"Jual senjata-senjata ini pada ku semuanya!"

Tanpa kami sadari, keuangan kami terus bertambah tanpa henti.

Hari ini, seluruh pasokan panzerfaust 3 yang tersisa telah jatuh ke dalam genggaman tangan Kakek kami.

Setelah kejadian ini, aku berencana membangun ulang tempat tinggal kami. Sebuah benteng modern ditengah kawasan rawan ini.

[...]