webnovel

MCF - Akan Dijaga

Mentari sudah menampakkan dirinya, hari pagi sudah akan beranjak siang. Proses pemakaman sudah selesai dan sekarang yang masih ada di sini adalah Naura, Asisten rumah tangganya serta keluarga William, termasuk dengan Galang.

Naura masih jongkok tepat di depan kuburan Ayahnya yang ditemani oleh Melati serta Asisten rumah tangganya, sedangkan William berdiri di samping Melati, begitu pun dengan Galang.

Mereka semua sekarang kompak menggunakan pakaian serba hitam, karena mereka semua tengah berduka yang tidak mungkin menggunakan pakaian berwarna cerah.

Seorang laki-laki yang sekarang tengah menggunakan celana jeans hitam dengan atasan kemeja tangan panjang yang berwarna hitam tengan menatap lurus ke depan dari balik kaca hitam yang tengah dia gunakan.

Dari semua yang ada di sini, sepertinya hanya Galang yang tidak sampai berada di titik sedih. Rasa sedih yang Galang miliki masih biasa saja, karena dia tidak mempunyai sebuah ikatan atau hubungan yang begitu dekat dengan Dimas.

Memang Galang tidak sedih, tapi bukan berarti Galang bahagia saat Dimas sedih. Sepertinya karena memang Galang tidak mudah bersedih, meski ada orang yang berpulang, karena orang tersebut bukan orang yang berarti dalam hidupnya.

"Sayang, udah mau siang. Pulang yu," ajak Melati dengan begitu lembut.

"Gak Tan, Naura masih ingin di sini. Tante sama Om silakan pulang duluan, makasih banget udah urus pemakaman Ayah Naura."

"Untuk hal itu jangan dibahas, Ayah kamu bukan orang asing untuk keluarga Om." William berucap dengan begitu ringan, karena memang dia merasakan bagaimana kebaikan dari Dimas.

"Om sama Tante pulang aja duluan, nanti Naura bakalan pulang kok. Sekarang Naura masih ingin di sini. Bibi juga pulang aja sama Mang Danu ya," ucap Naura yang benar-benar ingin di sini.

Mereka semua kebingungan, karena memang mereka juga kebingungan kalau harus meninggalkan Naura di sini, terlebih suasana hatinya masih tidak stabil.

"Kalian semua pulang aja, biarkan dia puas di sini. Aku di sini nemenin dia," ucap Galang.

Kali ini Naura mengabaikan apa yang sudah Galang ucapkan, dia begitu fokus memperhatikan tempat peristirahatan terakhir Ayahnya.

Mereka semua menuruti apa yang sudah galang ucapkan. Sekarang di tempat ini hanya tersisa Naura dan juga Galang.

'Dimas Mahendra'

Nama itu sekarang tertera di batu nisan.

Naura begitu fokus memperhatikan batu nisan Ayahnya. Semua perasaannya bercampur aduk sekarang, entah apa yang sekarang tengah dia rasakan.

*****

Perlahan Galang jongkok di samping Naura, memperhatikan gadis kecil yang sedari tadi terus meneteskan air matanya.

"Udah siang, pulang." Galang berucap menggunakan nada bicara yang terdengar begitu datar.

"Aku masih ingin di sini," ucap Naura yang entah sampai dia akan terus mengatakan kalau dia ingin di sini.

"Lo lupa dengan apa yang sudah Bokap lo bilang?" tanya Galang sambil menatap fokus Naura.

Di sini Naura mengernyitkan keningnya, Naura kebingungan dengan apa yang Galang maksud. "Apa?" tanya Naura dengan suara yang sudah berubah menjadi berat.

"Lo harus nurut sama gue."

Mendengar kalimat itu, Naura ingat dengan jelas. Memang Ayahnya sudah mengatakan hal tersebut dan ternyata hal itu sama dengan hal yang selalu Galang ucapkan.

"Aku masih sedih, sekarang aku udah gak punya siapa-siapa. Bunda udah ninggalin aku, sekarang Ayah juga ninggalin aku. Aku udah gak punya siapa-siapa sekarang."

Hal ini yang menjadi alasan kenapa Naura begitu bersedih atas kepergian Ayahnya. Sekarang dia benar-benar sudah tidak punya siapa-siapa.

"Biasanya aku ada apa-apa sama Ayah, aku selalu sama Ayah, sekarang Ayah udah gak ada. Udah gak ada orang yang jagain aku lagi," adu Naura.

Di sini Naura berusaha untuk mengeluarkan unek-unek yang ada dalam dirinya. Naura tidak tahu apakah dia sanggup menjalani kehidupan kedepannya.

"Lo lupa?" tanya Galang dengan nada bicara yang datar.

Di saat situasi seperti ini, Galang tidak berubah. Dia masih tetap Galang yang datar dan juga acuh.

"Lupa apa?" tanya Naura yang kebingungan dengan hal ini.

Galang menatap wajah Naura yang sekarang sudah basah oleh Air matanya, dengan perlahan Galang menggerakkan jari tangannya dan mengusap air mata Naura.

Saat Galang mengusap air matanya, Naura menjadi begitu terdiam, dia merasakan sebuah kelembutan yang sebelumnya tidak pernah Galang tunjukkan dan juga berikan padanya.

"Lo punya gue."

Mhhhftt

Kalimat itu membuat Naura merasakan sebuah ketenangan yang benar-benar tenang. Entah kenapa detak jantunya yang semula tidak karuan sekarang menjadi tenang dengan seketika.

Galang mengalihkan pandangannya, Galang menatap nisan Dimas dengan penuh keseriusan. Ada hal yang mendadak mengelilingi kepala Galang sekarang.

"Om, yang tenang di sana. Putri kecil Om akan aku jagain," ucap Galang dengan penuh keseriusan.

Mendengar apa yang sudah Galang ucapkan, sontak membuat Naura melirik ke arah di mana Galang berada, dirinya begitu terdiam mendengar apa yang sudah Galang ucapkan.

Galang melirik ke arah di mana Naura berada, dia memperhatikan Naura yang sekarang tengah menatapnya dengan tatapan yang kebingungan dan air matanya sekarang sudah berhenti dengan sendirinya.

"Aku gak salah denger kan? Kak Galang serius bakalan jagain aku?" tanya Naura yang merasa tidak percaya dengan semua ini.

Dengan penuh keyakinan, Galang menganggukkan kepalanya. "Gue janji, gue bakalan selalu jagain lo."

Sontak sebuah senyuman terukir dengan begitu jelas di bibir cantik milik Naura, matanya mulai kembali berkaca-kaca dan dengan seketika air matanya turun sebab dia begitu terharu mendengar hal itu.

Perlahan Galang menarik Naura kedekatnya, entah kenapa Naura merasa kalau dia ingin memeluk Galang, perlahan dia mencoba untuk memeluk Galang dengan penuh keraguan.

Tangan kiri Galang mengusap-usap kepala Naura, dia tidak melarang Naura untuk memeluknya. Galang malah memberikan sebuah kenyamanan untuk Naura.

Galang menarik napasnya dengan begitu dalam, rasanya dia benar-benar ingin menjaga gadis kecil yang berstatus sebagai tunangannya.

"Sekarang pulang ya," bisik Galang dengan penuh kelembutan.

Tanpa ada penolakkan, Naura menganggukkan kepalanya. Perlahan Galang membantu Naura untuk berdiri, mereka menatap tempat peristirahatan terakhir Dimas terlebih dahulu.