webnovel

MCF - Sampai Nikah

"Galang ...." Dengan suara yang begitu pelan, Dimas kembali mengucapkan nama Galang dan hal ini membuat Naura kebingungan.

Apa yang sudah dikatakan oleh Suster ternyata benar, orang yang dicari dan namanya disebut memang Galang, bukan dirinya.

"Kenapa Ayah manggil nama kamu?" tanya Naura sambil terus melangkahkan kaki menuju ke tempat di mana Ayahnya berada.

Galang mengangkat kedua bahunya, dia sendiri tidak tahu apa alasan yang membuat Ayahnya Naura menjadi memanggil dirinya.

"Om, aku di sini." Galang berucap dengan begitu pelan setelah dia berada di sampingnya.

"Ayah, Naura di sini. Ayah gak nyari Naura? Kenapa orang yang Ayah cari malah Galang?" tanya Naura.

Di sini Naura iri dengan hal itu, karena Galang bisa sampai dicari, sedangkan dirinya tidak. Pikiran Naura semakin beterbangan.

Perlahan, bola mata Dimas melirik ke arah di mana Galang dan juga Naura berada. Memperhatikan anak gadisnya dan juga laki-laki yang berstatus sebagai tunangan anaknya.

Saat tatapan mata Galang bertemu dengan tatapan mata Dimas, mendadak Dimas merasa ada kekuatan yang datang. Semua sakitnya seolah hilang begitu saja.

"Galang, ka—mu ... mau kan jaga—in Nau—ra dengan ba—baik?" Pertanyaan itu keluar nada yang sangat lemah.

Tatapan mata Dimas beralih ke arah anaknya, menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Sa—yang, kamu nurut ya sama Galang. Jangan cari laki-laki lain. Bersama dengan dia sampai nikah."

Semakin lama suara Dimas sudah semakin melemah, tapi mereka masih bisa mendengar apa yang sudah Dimas ucapkan dan Naura semakin kebingungan dengan semua ini.

"Ayah ha—nya akan me—restui hubungan ka—mu dengan Galang."

Kalimat ini begitu penuh dengan keseriusan dan membuat Naura membelalakkan matanya, Naura melirik ke arah di mana Galang berada.

Tatapan mata Dimas beralih pada Galang. "Ja—ga putri kecil Om ... sayangi dia."

Tangan Dimas bergerak perlahan dan Naura memegangi tangan Ayahnya saat dia melihat kalau Ayahnya mengarah kepada dirinya. "Maafin A—yah."

"Ayah gak perlu minta maaf Yah. Ayah harus sembuh ya, jangan tinggalin Naura."

Perlahan tangan Dimas bergerak ke arah Galang dan dengan kebingungan Naura menarik tangan Galang yang kemudian dia letakan di tangan Ayahnya.

Dimas membalikkan tangannya dan membuat tangan Galang menyatu dengan tangan Naura. Mereka berdua kebingungan ke mana maksudnya.

Air mata sudah membasahi pipi Naura, karena pikirannya sudah tidak bisa diajak positif, dia kesulitan untuk menghirup napasnya yang membuatnya mendadak terasa sesak.

Saat Naura serta Galang fokus memperhatikan Dimas, dengan seketika Dimas mengukirkan senyumannya dan secara bersamaan semuanya melemas.

Tittt ...

Sontak Naura panik dan perawat langsung menghampirinya.

"Ayah ... Ayah! Ayahhh!" teriak Naura dengan begitu kencang.

"Mba, Mas, bisa keluar sekarang karena kita akan melakukan tindakan."

"Gak, Ayah ... AYAH!!!" teriak Naura dengan begitu kencang.

Perlahan Galang menarik Naura pelan, menggiring Naura keluar dari Ruangan ini. Tubuh Naura menjadi begitu lemas, air matanya banjir dan tidak bisa dihentikan.

"Ayah baik-baik aja kan? Ayah aku baik-baik aja kan?" tanya Naura yang terus-terusan merasa khawatir serta sedih yang tidak bisa dia hentikan.

Galang ingin menjawab, tapi tidak mungkin. Galang hanya memegangi tubuh Naura dan mencoba untuk menenangkan Naura.

*****

Dokter jaga keluar dari Ruangan.

"Bagi keluarga pasien, harap yang tabah serta sabar. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkehendak lain."

"Maksudnya apa Dok?" Emosi Naura sudah naik.

"Ayah kamu sudah berpulang," ucap Dokter.

Naura menggeleng-gelengkan kepalanya. "Gak, Dokter pasti bercanda kan? Ayah saya baik-baik saja kan? Gak mungkin Aayah saya meninggal, tadi saja dia masih berbicara dengan saya."

"Kamu yang tenang ya, doakan yang terbaik untuk Ayah kamu."

"Dok! Jangan bercanda Dok, jangan bercanda ...."

Tangisan Naura benar-benar pecah sekarang. Dia kesulitan untuk berdiri sebab dia sudah merasa begitu lemas sampai akhirnya dia melemas ke lantai.

"Bangun, lo harus kuat." Galang berjongkok dan berusaha untuk mensejajarkan dirinya dengan Naura.

"Ayah masih hidup kan? Ayah gak mungkin ninggalin aku kayak Bunda kan? Gak mungkin kan? Galang! Semua ini bohong kan?!" teriak Naura sambil menangis.

Galang menggelengkan kepalanya, dia tidak bisa membohongi Naura agar menguatkan Naura, karena nantinya Naura akan tahu yang sebenarnya.

"Semuanya benar, lo harus kuat."

"Gak! Ini bohong! Gak mungkin! Gak—

Naura mendadak pingsan dan Galang membebelalakkan matanya yang tanpa pikir panjang Galang langsung memangku Naura menuju ke sebuah Ruangan yang sudah diarahkan oleh Suster yang baru saja melihat.

Di saat Naura sedang diperiksa, Galang malah menjadi kebingungan sekarang. Dia bingung dengan apa yang harus dia lakukan sekarang.

*****

Naura dengan perlahan membuka matanya yang terasa begitu berat, Galang berdiri dan memperhatikan bagaimana proses Naura sadar.

"Ayah."

Setelah sadar orang yang dia cari adalah Ayahnya. Naura masih terus memikirkan bagaimana keadaan Ayahnya.

"Udah ya, diem. Sekarang tenangin diri lo terlebih dahulu," ucap Galang dengan nada bicara yang masih datar.

"Tapi, kenapa harus seperti ini?" tanya Naura yang masih tidak menyangka kalau dia harus mengalami hal ini.

"Takdir."

Kata itu keluar dengan begitu saja dari mulut Galang, dia menjawab dengan begitu saja. Di saat Naura sedang berduka cita, Galang masih menjawab dengan jawaban yang begitu singkat.

Naura sangat kesal dengan jawaban dari Galang, tapi dia tidak berani untuk protes. Tidak ada yang bisa Naura lakukan sekarang, dia hanya bisa menangis mengeluarkan kesedihan yang sekarang sedang menyelimuti dirinya.