webnovel

Part 31

Wajah Sia begitu gelisah, airmatanya tidak kunjung berhenti. Cio yang melihat ibunya seperti itu hanya bisa memeluk tubuh yang terasa hangat itu. Tangan mungil anak itu mengusap dengan perlahan punggung Sia. Terdengar samar suara seseorang dari luar mobil.

"Kenapa kalian belum turun dari mobil?" Suara Ron membuat Sia sedikit terkejut, ia bahkan belum menghapus airmata yang melunturkan riasan tipis diwajahnya.

"R-Ron," ucap Sia lirih.

"Ada apa ini? Kenapa kau menangis?" tanya Ron.yang terlihat panik.

"Papa," panggil Cio sembari mengulurkan tangannya, anak itu ingin digendong oleh Ron.

Ron meraih tubuh Cio, lalu ia membawa anaknya masuk ke dalam rumah. Sementara Sia mengekor di belakang Ron, dengan menghapus airmata yang belum mengering di pipinya.

"Granger, bisakah kau menjaga Cio sebentar? Aku akan berbicara dengan Sia," ujar Ron.

"Ya, pergilah! Tenangkan Nona Sia."

Ron memberikan Cio ke tangan Granger, lalu melangkah mengikuti Sia ke dalam kamar.

"Sia, apa yang terjadi?" tanya Ron.lirih.

"Duduklah, aku akan menjelaskan apa yang dikatakan dokter Jack."

Ron mengambil langkah lalu duduk di samping wanita itu. Wajahnya tampak begitu gelisah dan khawatir. Membuat Ron semakin tidak bisa menunggu lagi tentang apa yang akan dikatakan oleh Sia.

"Bisa kau mulai ceritanya?"

"Ini adalah hasil pemeriksaan kaki Cio. Sebab kenapa kaki anak kita belum sembuh karena hal ini," terang Sia sembari memberikan berkas dari rumah sakit pada Ron.

Lelaki itu membaca berkas yang ada di tangannya dengan sangat cepat, hingga wajhnya kini terlihat sedih. Ron menatap Sia, ia bahkan tidak percaya dengan hasil pemeriksaan dokter itu.

"Apa kau sedang mengerjaiku? Tidak mungkin Cio terkena kanker tulang," ujar Ron.

"Jika aku sedang bercanda, untuk apa aku menangis seperti ini?" jawab Sia.

Ron tertunduk lemas, ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Semua ini karena mereka tidak lagi memiliki harta, jika saya mereka masih sekaya sebelumnya, pasti Cio akan di sembuhkan dengan penanganan medis yang profesional.

"Aku akan berusaha lebih keras lagi untuk bisa menyembuhkan Cio, tenang lah. Semoga saja Casie bisa mencari temanku yang seorang ilmuwan, ia bisa menyembuhkan Cio dengan mudah," ujar Ron.

Tanpa sadar keduanya saling berpelukan, menenangkan pikiran satu sama lain. Pelukan yang begitu hangat, hingga saat mata mereka saling menatap, bibir keduanya sudah menempel dan melumat.

Mata Sia terpejam merasakan lembutnya ciuman dari Ron. Lidah Ron kini menjulur mengabsen deretan gigi wanita itu. Sebuah ciuman memang sangat dibutuhkan untuk menenangkan diri mereka yang tengah di rundung masalah mengenai Cio.

Tangan Sia mendorong tubuh Ron dengan perlahan. Ciuman itu kini terlepas, wajah Sia tertunduk malu.

"Aku akan ikut bekerja mencari uang," ujar Sia tiba-tiba.

"Tidak, Sia! Kau harus tetap dirumah menjaga dan merawat Cio, aku tidak ingin anak kita merasa tidak diperhatikan," bantah Ron.

"T-tapi, Ron! Aku tahu kau begitu lelah mencari uang untuk kami, biarkan aku membantumu kali ini. Aku bukan wanita lemah yang hanya menunggumu pulang bekerja."

Ron melihat keseriusan Sia untuk kembali bekerja, sejenak ia berfikir untuk mencari jalan lain. Lalu berapa saat kemudian Ron memberitahu Sia untuk mencoba masuk di restoran tempatnya bekerja.

"Bagaimana jika bekerja di restoran? Aku akan mencoba untuk berbicara pada pemilik tentang masalah ini," ujar Ron.

"Apa tidak sebaiknya jika aku bekerj di tempat lain? Jika kita berada di satu tempat yang sama, aku merasa akan ada masalah di sana," ujar Sia.

"Hemm, lalu ... apa kau memiliki jalan lain?"

"Tidak jauh dari restoran itu ada butik, aku akan mencoba untuk bekerja di sana sebagai desainer," jelas Sia.

"Baiklah kalau begitu, esok akan ku temani untuk pergi kesana."

"Ya, terima kasih."

Mereka kini terlihat lebih tenang dari sebelumnya, Sia juga sudah menghapus airmatanya, hanya saja matanya menjadi sembab karena menangis. Ron terlihat menatap Sia dengan jantung yang berdegub kencang.

'Sampai kapan aku akan menahan rasa ini?' batinnya.

"Mama, Papa," panggil Cio.

"Sayang, kenapa kau memaksakan diri untuk berjalan? di mana Granger?" tanya Sia.

"Aku di sini, Nona."

"Baiklah, sudah lewat jam makan malam, maafkan Mama, sayang. Mama akan memasak sebentar untuk kalian," ujar Sia yang kini tergesa-gesa menuju dapur.

Sampai didapur, Sia terlihat terkejut dengan meja makan yang sudah penuh dengan makanan. Ron muncul dari belakang wanita itu, lalu ia memberitahu Sia jika sudah menyiapkan semuanya saat Sia masih dalam perjAllenan dari rumah sakit.

"Kau tidak perlu repot untuk memasak, pemilik restoran memberikan semua makanan ini untuk kita semua," ujar Ron.

"Benarkah? kenapa kau diam saja tadi?" tanya Sia yang terlihat kesal.

"Karena kau tidak bertanya dan langsung pergi sebelum aku mengatakan semuanya," ujar Ron membela diri.

Keempat orang itu akhirnya duduk bersama di meja makan. Mereka menikmati hidangan yang sudah terseia di atas meja. Dengan lahap Cio memakan semuanya hingga tak menyisakan sedikitpun. Sementara ketiga orang dewasa yang melihat Cio merasa senang karena anak itu tidak terlalu memikirkan tentang penyakitnya.

"Aku sudah selesai, Mama."

"Anak pintar, setelah ini langsung tidur ya? Mama masih ingin berbincang dengan Papa dan Paman Granger," ujar Sia.

"Oke."

Granger dengan sigap membantu Cio untuk masuk ke dalam kamarnya. Sementara Ron membersihkan meja makan, lalu Sia mencuci piring. Semua saling bekerja sama untuk kenyamanan tinggal dirumah sederhana itu.

***

Pagi ini, Sia sudah mengenakan pakaiannya dengan rapih. Cio tengah menikmati sarapannya di meja makan, lalu Ron baru saja keluar dari kamar dengan pakaian kerjanya. Sedangkan Granger sedang mencuci mobil yang ada di halaman rumah. Semuanya terlihat sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Pagi, sayang," sapa Ron. pada Cio.

"Pagi, Papa."

"Ron, apa sudah cukup dengan mengenakan pakaian ini?" tanya Sia.

"Kau terlihat sempurna, Sia. Apa kau sudah siap untuk mencari pekerjaan? Aku sudah izin untuk datang terlambat, kau tidak perlu khawatir," jelas Ron.

"Ya, aku sangat siap."

Ron mengambil sepotong sandwich yang terseia diatas meja makan, lalu menggigitnya. Keduanya berpamitan pada Cio, beruntung anak itu sangat mengerti dengan kondisi keluarganya saat ini. Sehingga memudahkan Ron dan Sia untuk bekerja dengan tenang. Apalagi Cio berada dirumah bersama Granger.

"Granger, jaga Cio! Hubungi kami jika terjadi sesuatu pada Cio," ujar Sia.

"Baik, Nona."

"Kami pergi dulu," pamit Ron.

Lelaki itu hanya mengangguk, ia membersihkan diri lalu melangkah masuk ke dalam rumah. Sementara Ron dan Sia berjalan kaki menuju butik yang akan Sia kunjungi sebagai tempatnya mencari pekerjaan.

"Setiap hari kau berjalan kaki menuju restoran, apa kaki mu tidak merasa lelah?" tanya Sia

"Tidak jika aku memikirkan kalian saat sedang berjalan, saat berangkat aku akan berfikir untuk segera menyelesaikan pekerjaanku. Lalu saat pulang, langkahku akan semakin cepat karena sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kalian," jelas Ron.

Wajah Sia tertunduk, ia merasa malu mendengar ucapan Ron saat itu. Ternyata Ron memang benar-benar tulus untuk hidup bersamanya dengan Cio. Meski dalam keadaan yang seperti saat ini. Ron justru belajar banyak dengan kehidupannya yang serba kekurangan.

"Ron, maaf jika aku terlalu egois seperti Anne. Aku dan Anne adalah saudara kembar, jadi ... wajar jika sifat kami memiliki kesamaan," ujar Sia.

"Aku mengerti, apa kali ini kau mau menerimaku dengan tulus?"

"Ron, biar waktu yang menjawab semua ini. Saat ini, hanya Cio yang menjadi hal utama di dalam pikiranku."

" Aku tahu, tidak hanya dirimu yang memikirkan Cio. Aku sebagai ayah kandungnya juga sangat ingin melihat anakku tumbuh dengan baik tanpa ada masalah seperti saat ini."

"Ayo kita sama-sama berjuang."