webnovel

Part 30

Hari ini Ron hendak menuju sebuah restoran, lelaki itu akan bekerja di sana sebagai pramusaji. Ron mendapatkan pekerjaan setelah berkeliling semalaman di kota kecil kawasan yang ia huni bersama Sia.

"Hei, kau! Kemari dan bersihkan meja nomor satu," ujar seorang wanita.

"Baik," jawab Ron.

Ron menghela napasnya, baru kali ini ia bekerja keras untuk mencari uang. Meski sebelumnya ia juga sudah bekerja keras, tetapi uang yang mendatanginya.

Terlihat lelaki itu dengan sabar membersihkan meja karena ada pelanggan yang ingin duduk di sana. Ron yang bekerja di sana mengenakan kemeja putih dan celana panjang kain berwarna hitam. Ia sudah terlihat seperti karyawan magang saat ini.

"Sudah selesai, Nona," ujar Ron pada wanita yang menyuruhnya.

"Kau ... orang baru di sini?" tanya wanita itu.

"Benar, Nona."

"Aku Theresia, anak pemilik restoran ini. Kau akan melihatku setiap hari karena aku yang memimpin di sini. Sepertinya ibuku tidak salah menerimamu bekerja, restoran terlihat ramai dengan anak muda," ujar Theresia.

"Baik, Nona. Semoga saja aku bisa bekerja lebih baik lagi karena hari ini masih hari pertama untukku," ujar Ron.

"Kau tidak perlu khawatir. Ehem, siapa namamu?"

"Ron, Nona."

"Ya, kau tidak perlu khawatir, Ron. Kau hanya perlu tersenyum pada pelanggan yang datang. Lalu jangan lupa membersihkan meja jika sudah kosong," jelas Theresia.

"Maaf, Nona. Aku ada satu permintaan, tetapi mungkin ini .."

"Katakan, Ron. Ap permintaanmu?" sahut Theresia sebelum Ron menyelesaikan kalimatnya.

"Apa aku bisa bekerja fulltime di sini?"

"Apa kau sangat membutuhkan uang itu? Jika benar, baiklah ... kau bisa bekerja fulltime di sini."

"Terima kasih, Nona."

Senyum Ron mengembang, kini ia merasa lega karena bisa mendapatkan uang untuk dirinya dan ketiga orang yang ada dirumah itu.

Ron berangkat bekerja pukul tujuh pagi dan pulang pukul sebelas malam. Dan itu dilakukannya setiap haru, bahkan ia tidak mengambil jatah liburnya, agar mendapatkan uang tambahan.

***

Tiga bulan berlalu. Sementara Sia yang berada dirumah merasa bosan. Wanita itu hanya melakukan pekerjaan rumah dan mengurus Cio yang masih belum sembuh total. Terkadang, Granger juga membantunya untuk merapikan beberapa ruangan di sana.

"Mama, kapan Papa pulang dari kerjanya?" tanya Cio.

"Entahlah sayang, mungkin malam seperti biasa, kita akan kerumah sakit bersama Granger. Papa mu hanya menitipkan uang pada Mama untuk membawamu kerumah sakit," jelas Sia pada Cio.

"Mama, Papa bekerja terlalu keras. Saat malam hari, aku sempat mendengar Papa terbatuk-batuk."

"Benarkah? Mama selalu tidur pulas saat ia datang. Dan terbangun dengan tanpa melihatnya lagi," ujar Sia menyesal.

"Mama, bagaimana jika kita ketempat kerja Papa?"

"Baiklah, kita kesana sebelum kerumah sakit."

Cio tersenyum lebar mendengar ucapan Sia. Anak itu kini kembali melahap makan siang yang ada di hadapannya.

"Nona, bagaimana jika aku juga mencari pekerjaan?" tanya Granger.

"Untuk apa?"

"Untuk membantu lelaki itu, ia bisa saja mati sewaktu-waktu jika terus bekerja seperti ini," ujar Granger.

"Kau ini! Kau di sini bekerja, untuk apa kau mencari pekerjaan juga? Seharusnya aku yang bekerja di sini dan kau yang menjaga Cio!"

"Nona, kau tidak seharusnya bekerja keras."

"Apa karena sebelumnya aku anak keluarga Evacska? Anne yang tidak pernah bekerja keras, ia mendapatkan semua dengan mudah. Tapi aku, sejak tinggal di Amerika sudah mencari uang sendiri. Dan rumah ini adalah hasil jerih payahku yang pertama. Aku bukanlah Anne yang manja, meski wanita itu terlihat kuat, tetapi ia hanyalah anak kesayangan yang selalu mendaoatkan semua dengan instan," terang Sia.

Granger yang mendengarkan kisah Sia memang sebelumnya sudah tau tentang kisahnya. Seorang anak keluarga Evacska yang selalu mandiri sejak kecil hingga bisa mendirikan perusahaannya sendiri.

"Nona, maaf."

"Sudahlah. Kau sudah bersama Anne sejak ia masih remaja, tentu saja kau tahu bagaiamana sifat saudara kembarku itu. Meski wajah kami mirip, tetapi tidak dengan sifat kami."

"Mama, maaf," ucap Cio tiba-tiba.

"Tidak, sayang. Kau tidak salah apa-apa, kenapa meminta maaf?"

"Maafkan sikap Mama Anne," ujar Cio.

Sia menitihkan airmatanya, tangan Cio mengusap airmata yang belum sempat jatuh dari pipi Sia. Tangan Sia meraih tubuh Cio lalu memeluknya. Suasana di sana kini terasa haru, Granger yang melihat Sia merasa jika ia tidak seharusnya bersikap membandingkan.

"Baiklah, cukup. Mama akan membersihkan kekacauan ini dulu. Sebentar lagi kita bersiap membawamu ke dokter untuk memeriksakan kondisi kakimu," ujar Sia.

"Nona, sebaiknya kau bawa Cio ke kamar. Biar aku saja yang membersihkan meja makan," sahut Granger yang meraih piring dari tangan Sia.

"Baiklah."

Sia meletakkan piring itu kembali diatas meja. Lalu ia meraih tubuh Cio dan menggendong anaknya menuju kamar.

"Kenapa kau terasa berat sekarang?"

"Karena aku tumbuh dengan baik, Mama."

"Ya, kau terlihat gendut sekarang!"

"Tidak, mama! Aku hanya berisi," protes Cio.

Sia terkekeh mendengar jawaban anak itu. Sampai di kamar, Sia merebahkan Cio diatas ranjangnya lalu menyiapkan beberapa perlengkapan untuk ke rumah sakit.

"Mama," panggil Cio.

"Hemmm."

"Kapan kita kembali ke Mansion?"

"Setelah Papa mendaoatkan uang yang sangat banyak, hingga kita bisa membeli Mansion lagi," jelas Sia.

"Kapan itu terjadi?"

"Entahlah, cukup, sayang. Jangan bertanya hal itu terus menerus. Jika sudah saatnya, kita akan kembali kesana. Kau hanya perlu berdoa agar Papa dapat bekerja dengan mendapatkan banyak uang untuk kita."

"Iya, Mama."

Wajah Cio tampak murung. Anak itu merindukan suasana di Mansion. Biasanya ia akan berlatih bersama Granger dan beberapa pengawal lainnya. Atau ia akan jahil pada asisten rumah yang mencoba untuk memndikannya.

"Maafkan, Mama. Secepatnya kita akan kembali kesana, jangan bersedih lagi, sayang," ujar Sia sembari mengecup kening anaknya.

"Iya, Mama."

Selesai merapikan barangnya, Sia kembali menggendong Cio keluar dari kamar. Ia melihat Granger yang telah selesai dengan pekerjaannya.

"Biar aku yang menggendong Tuan muda," ujar Granger meraih tubuh Cio.

Meski kakinya sudah tidak mengenakan alat medis, tetapi Cio kesulitan untuk berjalan. Hal itu membuat Sia dan Ron khawatir. Karena seharusnya anak itu sudah bisa berjalan normal.

Mobil yang Granger kendarai berhenti di depan restoran tempat Ron bekerja. Mereka melihat suasana restoran yang sedikit sepi, sehingga memudahkan mereka untuk bertemu dengan Ron. Ron terlihat berjalan menghampiri mobil yang ia kenal.

"Papa!" seru Cio.

"Kalian akan berangkat ke rumah sakit?" tanya Ron.

"Ya."

"Apa uangnya cukup? Jika tidak ini masih ada lagi, aku mendapatkan tip dari pelanggan di sini," ujar Ron sembari memberikan uang pada Sia.

"Tidak, Ron. Kau juga memerlukan uang itu." Sia menolak uang pemberian lelaki di hadapannya.

"Tidak apa-apa, aku masih ada sedikit lebihannya."

Sia menghela napasnya, ia menerima uang itu. Ron tersenyum melihat wajah Cio yang terlihat lebih ceria dari biasanya.

"Aku akan pulang cepat hari ini karena pemilik restoran akan pergi menghadiri acara keluarga," jelas Ron.

"Baiklah, jam berapa kau akan pulang? Aku hanya ingin memastikan saja," tanya Sia.

"Entahlah, mungkin pukul tujuh."

"Baiklah. Aku akan menyiapkan makan malam, agar kau bisa makan bersama dengan kami dirumah," ujar Sia.

Ron tersenyum lalu berkata,"Kalian harus segera berangkat, jadwal dokter di sana tidak tentu. Aku tidak ingin menunda pengobatan Cio."

"Baiklah, kami pergi dulu."

Sia kembali masuk ke dalam mobil dengan Cio. Sementara Granger masih setia di belakang kemudi tanpa turun dari sana. Mobil melaju meninggalkan Ron yang melambaikan tangan.

"Kau terlalu keras bekerja, Ron. Aku ingin membuat sesuatu yang enak untukmu," gumam Sia.

Granger tersenyum mendengar ucapan Sia. Ia seperti melihat Anne di dalam diri wanita itu.

Sampai di rumah sakit, mobil berhenti di depan lobby, lalu Granger mengambil sebuah kursi roda untuk Cio. Setelah itu, Sia mendorong kursi roda yang diduduki Cio ke bagian pendaftaran.

"Apakah dokter Jack ada?" tanya Sia.

"Ada, Nyonya. Silakan mengisi pendaftaran ini, lalu tunggu di depan ruangan dokter Jack di sana," ujar perawat sembari menunjuk pada pintu dengan papan nama dokter Jack.

Sepuluh menit kemudian, seorang perawat memanggil nama Abercio untuk diperiksa. Sia dan Cio masuk ke dalam ruangan itu, lalu melihat seorang dokter laki-laki tampan sedang duduk menatap berkas di tangannya.

"Silakan duduk, Nyonya."