webnovel

Part 29

Ron dan Sia tengah duduk disalah satu cafe untuk menemui orang yang menculik Cio. Mereka juga bersama Granger dan Casie. Sebagai saksi atas apa yang akan terjadi dalam kehidupan kedua orang itu. Setelah menunggu selama tiga puluh menit, seorang lelaki dengan surai hitam panjang, berkulit putih dan memiliki tubuh yang tidak terlalu tinggi masuk ke dalam cafe. Lelaki itu mengenakan kacamata hitam, lalu duduk begitu saja di seberang Ron dan Sia.

"Terima kasih telah menunggu lama, apa kalian sudah memesan sesuatu?" tanya lelaki itu.

"Di mana anakku?" tanya Sia dengan nada emosi.

"Tenanglah, Nona. Anakmu ada disekitar sini bersama anak buahku."

"Cepat selesaikan semua ini dengan cepat! Kami ingin anak kami sekarang juga!" tegas Ron.

"Hahaha, kalian sungguh tidak sabaran rupanya, baiklah kalau begitu."

Lelaki itu menjentikkan jarinya lalu seorang lelaki lainnya menggendong Cio ... Anak itu masih dalam masa penyembuhan. Kakinya yang patah masih terbungkus rapi dengan leukocrepe. Cio tersenyum melihat kedua orang tuanya, jika saja kakinya tidak terluka pasti anak itu akan langsung berlari menghampiri keduanya.

"Papa! Mama!" seru Cio.

Sia berlari menghampiri anaknya, lalu meraih tubuh mungil Cio dari gendongan lelaki itu. Sia menciumi seluruh wajah Cio dengan meneteskan airmata.

"Cukup! Mana berkas yang aku inginkan? Jangan macam-macam karena cafe ini sedang dikepung oleh anak buahku. Satu kesalahan fatal, kalian akan mati di tempat," ujar lelaki berkacamata itu.

Casie menyerahkan berkas yang diminta oleh lelaki itu. Setelah itu mereka menunggunya untuk membaca semua kalimat yang tertera di sana.

"Kau tak perlu membaca detailnya, semua kekayaan keluarga Evacska dan Solon sudah berada di tanganmu, termasuk Mansion dan apartemen," jelas Ron.

Lelaki itu terkekeh lalu berkata,"senang bekerja sama dengan kalian."

Ron dan yang lainnya memutuskan segera pergi dari sana. Meninggalkan lelaki yang masih terkekeh melihat kekayaan yang didapatkan dengan instan.

Setelah masuk ke dalam mobil, mereka menuju ke sebuah rumah sederhana milik Sia. Ya, wanita itu masih memiliki sebuah rumah di luar kekayaan Evacska. Hanya saja semua harta mereka telah hilang dan tak tersisa.

"Kau bisa tinggal bersama kami, Ron. Itupun jika kau tak keberatan tentunya," ujar Sia.

"Terima kasih, aku menghargai ketulusanmu, tapi -," ucapan Ron terpotong oleh Cio.

"Papa, tinggal bersama Cio dan Mama!" pinta Cio.

"Ron, sebaiknya kau terima tawaran Nona Sia. Maaf bukannya aku tidak ingin kau tinggal bersamaku, tetapi ... aku sedang dekat dengan seseorang," ujar Casie.

"Baiklah, aku akan tinggal bersama Cio dan juga Sia."

"Yeay!" seru Cio.

Anak itu terlihat senang dengan kebersamaan orang tuanya. Meski mereka tidak lagi memiliki kekayaan yang berlimpah seperti sebelumnya. Namun, dengan hidup bersama saja sudah membuat Cio bahagia

"Aku akan mencari pekerjaan setelah ini," ujar Ron pada Sia.

Wanita itu mengangguk,"aku juga akan berusaha untuk mencari pekerjaan."

"Tidak perlu, cukup temani Cio dirumah. Biar aku yang mencari pekerjaan," tegas Ron.

Mereka berada di dalam satu-satunya mobil yang Ron beli untuk Cio. Awalnya, mereka mengantarkan Casie hingga sampai di apartemennya. Lalu Granger mengemudikan mobil itu menuju rumah yang terletak di kawasan pemukiman biasa.

"Granger, aku tidak akan memaksamu untuk tinggal karena mulai sekarang aku tidak bisa membayarmu sebagai pengawal Cio," terang Sia.

"Nona, kontrak kerjaku belum habis masa. Kau sudah membayarku dimuka selama lima tahun dan masih tersisa dua tahun lagi. Aku masih bisa menjadi pengawalmu bukan?" ujar Granger.

"Baiklah, terserah kau saja."

Mereka sampai di sebuah rumah dengan halaman depan yang memiliki pagar kayu berwarna putih. Tampak rumah dari depan memang sangat sederhana, warna putih dan cokelat menjadi perpaduan yang etnik.

"Ayo,masuk."

Keempat orang itu masuk ke dalam rumah, mereka melihat banyak barang yang tertutup plastik dan kain putih. Hal itu menandakan bahwa rumah sudah lama tak dihuni.

"Di sini ada tiga kamar, aku akan tidur dengan Cio. Kalian bisa pilih sendiri kamar mana yang kalian mau," ujar Sia pada kedua lelaki itu.

"Baiklah," jawab Ron.singkat.

"Kalian bersihkan dulu kamar masing-masing, setelah itu kita bersihkan seluruh rumah bersama-sama," tambah Sia.

Akhirnya mereka melangkah masuk ke kamar masing-masing. Sia dan Cio masuk ke kamar utama, di sana terdapat ranjang berukuran king size dengan kamar mandi kecil disudut kanan kamar. Tidak ada walk in closet di kamar itu, hanya ada lemari pakaian sederhana. Sia membuka jendela kamar agar udara di sana dapat berganti.

"Sayang, bisa bantu mama membersihkan semua ini?" tanya Sia pada Cio yang sejak tadi hanya berdiri di pintu.

"Oke, Mama."

Cio mulai dengan menarik kain yang menutupi ranjang.

"Uhuk ... uhuk." Cio terbatuk karena debu yang menempel pada kain itu.

"Pelan-pelan, sayang."

Cio mengangguk, anak itu kembali melanjutkan kegiatannya.

"Mama, kapan kita akan kembali ke Mansion?" tanya Cio dengan polosnya.

"Entahlah, semoga saja kita bisa membeli Mansion seperti milik keluarga Evacska lagi," ujar Sia.

"Mama, kenapa menangis? Apa semua karena kesalahanku?" tanya Cio lagi dengan wajah murung.

"Tidak, sayang. Bukan salahemu ... jangan bersedih, kita akan kembali ke Mansion secepatnya," jelas wanita itu.

"Akh!" pekik Cio saat merasakan nyeri pada kakinya.

"Mama sudah membersihkan kursi itu, duduklah di sana dan lihat Mama membersihkan semuanya," ujar Sia.

"Baik, Mama."

Cio berjalan tertatih menuju kursi yang Sia maksud. Setelah duduk di sana, Cio dengan wajah murung melihat Sia merapikan seluruh isi kamar.

Setelah satu jam, kamar itu telah selesai dirapikan oleh Sia. Keringat membasahi pakaian yang dikenakan wanita itu.

"Mama, pasti capek. Duduk sini sama Cio," ujar Cio.

"Iya, sayang. Selesai juga."

"Mama, aku lapar ... apa ada makanan?" tanya Cio sembari memegang perutnya.

"Sebentar, ayo kita keluar dari sini dulu," ujar Sia yang kini menggendong Cio.

Saat keluar dari kamar, Sia terlihat terkejut dengan seluruh rumah sudah rapi dan bersih. Kedua lelaki itu juga sedang berada di dapur menyiapkan sesuatu.

"Kalian sedang apa?" tanya Sia.

"Memasak untukmu dan Cio," ujar Ron.

"Yeay, Papa dan Paman memasak ... aku sudah lapar sekali, Papa!" seru Cio.

"Duduklah, sebentar lagi makanan akan siap," ujar Ron sembari meraih Cio dari gendongan Sia.

"Maaf karena aku terlalu lama membersihkan kamarku," ujar Sia menyesal.

"Hei, sudahlah. Kami tidak keberatan melakukan semua ini, jangan seperti ini. Karena sekarang kita tinggal bersama, jangan ada rasa tidak enak atau canggung," jelas Ron.

"Baiklah, terima kasih."

Ron tersenyum, kini ia kembali membantu Granger untuk menyiapkan makanan. Setelah lima belas menit, Granger yang tengah mengenakan apron berjalan membawa dua piring makanan untuk Sia dan Cio. Sementara Ron membawa makanan untuk Granger dan dirinya.

Kini mereka berada disatu meja makan dan menikmati hidangan bersama-sama.

"Siapa yang belanja? Bukankah tidak ada bahan makanan di sini? Lalu kenapa aku tidak mendengar suara mobil saat salah satu diantara kalian pergi," tanya Sia terheran.

"Kenapa kau memusingkan hal itu, sudahlah! Cepat makan dan kau bisa beristirahat bersama Cio, aku akan keluar mencari pekerjaan, Granger akan di sini menjaga kalian," ujar Ron.

"Baiklah."

Suasana di meja makan terlihat harmonis, mereka dengan lahap menghabiskan makanan yang sedang dinikmati. Bahkan Cio pun terlihat sangat menikmati hidangannya, sesekali ia menunjukkan ekspresi lucu pada semua orang sehingga membuat mereka terkekeh dengan tingkahnya.