webnovel

Part 27

Sia dan Ron tengah duduk di ruang kerja yang ada di Mansion Evacska. kedua orang ini terlihat gelisah menunggu kabar dari seseorang yang menculik Cio. Sudah satu minggu mereka mencari keberadaan anaknya, sayang tidak ada jejak yang dapat ditemukan. Tak hanya orang suruhan Ron, Xander yang biasa dipercaya oleh keluarga Evacska pun ikut kesulitan menemukan Cio.

"Makanlah dulu, kau membutuhkan tenaga jika ingin menemukan Cio," ujar Ron yang khawatir pada wanita di hadapannya.

Tak ada jawaban dari Sia, wanita itu hanya diam di dalam pelukan Ron. Ya, keduanya menjadi semakin dekat karena kejadian ini. Mereka berusaha bekerja sama untuk menemukan anaknya.

Dering ponsel Sia terdengar samar, pasalnya benda itu berada di dalam tas Sia yang ada diatas meja kerja. Ron yang mendengar dering ponsel Sia beranjak dari duduknya untuk mengambil tas wanita itu.

"Halo?" ucap Sia.

"Kalian sudah menjadi orang tua yang baik," ujar seorang lelaki diseberang telepon.

"Di mana anakku?"

"Ada, ia baru saja sadar dua hari lalu. Kau ingin mendengar suaranya?"

"Mama," panggil Cio.

"Cio,sayang. Apa kau baik-baik saja? Apa kau dilukai orang itu?" tanya Sia.

"Aku baik-baik saja,Mama. Hanya luka dari kecelakaan itu."

"Sudah cukup. Bagaimana? Apa kalian sudah siap untuk menyiapkan tebusan?" tanya lelaki itu.

"Berapa yang kau minta?"

"Seluruh harta keluarga Evacska dan Solon," ujar lelaki itu sembari terkekeh.

"Kau gila!" umpat Sia.

"Aku beri kalian waktu untuk berfikir selama satu minggu, jika tidak ... kalian tidak akan melihat anak ini lagi."

Tut

Tut

Tut

Sia terduduk lemas, Ron yang sedikit mendengarkan perbincangan mereka ikut kesal. Kedua orang itu akhirnya berfikir keras mengenai tebusan yang diminta si penculik.

"Bagaimana ini?" tanya Sia.

"Mari kita pikirkan bersama-sama. Sepertinya mereka bukan penculik amatir, bahkan kita sudah mengerahkan seluruh orang kita untuk melacaknya, tetapi nihil. Kita tidak bisa menemukannya," jelas Ron.

"Lelaki itu bahkan tidak menjelaskan kenapa ia menculik Cio. Dendam apa yang dimilikinya sehingga membuat hidupku lebih tersiksa," ujar Sia gelisah.

"Hei,hei ... tenanglah, aku yakin mereka tidak akan menyakiti Cio. Kau dengar sendiri suara Cio, Justru sepertinya ia merawat Cio saat tidak sadarkan diri. Apa mungkin ia hanya ingin kita membalas kebaikannya saja?" celetuk Ron yang masih bisa berfikir positif tentang penculik anaknya.

"Kenapa kau bisa berfikir seperti itu? Anak kita di culik, tetapi kau masih bisa berpikir seringan itu."

Sia tampak sedikit kecewa dengan pernyataan Ron ... Ia kini berdiri mengambil langkah untuk keluar dari ruangan itu. Namun, belum sempat Sia membuka pintu, Ron menarik tangan Sia hingga tubuhnya jatuh ke dalam pelukan Ron. Sia terisak, wanita itu sedang rapuh karena anaknya yang tak kunjung ditemukan. Rasa rindunya hanya terbayar dengan mendengar suaranya saja.

"Tenangkan dirimu, aku tahu bagaimana perasaanmu. Aku pun merasakan apa yang kau rasa."

Ron mempererat pelukannya, meski tidak dibalas oleh Sia. Tetapi wanita itu merasa nyaman berada dipelukan Ron. Cukup lama mereka berpelukan, perlahan Ron melepaskan pelukan itu karena merasa Sia sudah cukup baik.

"Ayo, kutemani makan. Kau membutuhkan ... ." Belum sempat kalimatnya selesai, tubuh Sia jatuh kembali dipelukan Ron.

Wanita itu pingsan karena terlalu lemah. Sudah beberapa hari tubuhnya tidak mendapatkan nutrisi dengan baik. Sia menjadi tidak berselera makan, bahkan untuk minum pun ia jarang. Sehingga asupan yang masuk sangat kurang.

Ron menggendong tubuh wanita itu menuju kamar, ia merebahkannya diatas ranjang lalu menutup setengah tubuh Sia dengan selimut. Ron memanggil dokter yang bertugas di Mansion untuk memeriksa kondisi Sia.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ron.

"Nona Sia perlu nutrisi agar tubuhnya kembali pulih. Untuk saat ini, saya hanya bisa memasukkan cairan infus ke dalam tubuhnya. Jika ia sudah sadar, cepat berikan makanan yang bernutrisi tinggi," jelas dokter.

"Baiklah, terima kasih, dok."

setelah selesai memeriksa Sia dan menancapkan jarum infus pada tangan kiri Sia, dokter itu beranjak dari sana untuk kembali ke ruang kerjanya.

"Kau memang lebih sulit untuk dimengerti dari pada Anne. Andai kau itu Anne, mungkin aku sudah memaksamu sejak kemarin."

Ron duduk disamping ranjang, ia menggenggam tangan Sia dan mencium punggung tangannya."Aku mencintaimu, bukan karena kau kembaran Anne. Melainkan karena perasaanku sendiri. Aku harap Anne akan merestui cinta ini, sehingga kita bisa bersatu saat Cio sudah kembali."

Pernyataan Ron yang tulus tidak dapat didengar oleh Sia. Meski begitu lelaki itu merasa lega telah menyatakannya.

"Tuan," panggil Granger.

Lelaki itu baru saja keluar dari rumah sakit setelah kecelakaan mengerikan itu. Ia berjalan mendekati Ron lalu menundukkan kepalanya.

" Kau sudah kembali, beristirahatlah. Jika Sia sadar dan melihatmu, ia pasti akan minta untuk diantarkan mencari anaknya."

"Baiklah, Aku akan berada di depan jika kau membutuhkanku," ujar Granger sembari melangkah keluar dari kamar Sia.

Akhirnya, Ron mengikuti Granger yang kini duduk dikursi yang biasa ia tempati jika ingin bersantai. Granger melihat Ron datang lalu duduk tepat disampingnya. Granger menawarkan gulungan tembakaunya pada Ron, sayang lelaki itu sudah tidak lagi menghisap gulungan itu. Granger meletakkan kembali kotak rokoknya, lali menghisap yang berada diantara jemarinya.

" Kau benar-benar tidak tahu siapa yang menculik Cio?" tanya Ron.memastikan.

Ron merasa jika Granger menyembunyikan sesuatu darinya karena sikap tenang Granger yang membuat Ron mencurigainya. Ingin sekali lelaki itu menuduh pengawal pribadi Cio yang sudah menyembunyikan anaknya. Namun, ia tidak memiliki bukti apapun. Karena di sini, Granger juga seorang korban.

"Apa kau sungguh ingin menuduhku yang melakukannya?" tanya Granger balik.

Ron menghela napasnya, lelaki itu mencoba menenangkan diri agar tidak terbawa emosi.

"Kau terlalu tenang untuk seorang pengawal," ujar Ron.

"Aku tenang karena bawahanku yang bergerak, bahkan sejak kalian pergi dari rumah sakit, aku sudah mencari Tuan Muda hingga kepelosok dunia."

"Baiklah, terserah kau saja."

Ron beranjak dari tempatnya menuju pintu untuk masuk ke dalam Mansion. Sementara Granger menyeringai melihat kepergian Ron.

"Lelaki menyebalkan!" gumam Ron.

Ron saat ini berada didapur, ia mengambil segelas air untuk menyegarkan tenggorokannya. Lalu Ron berinisiatif untuk membuat makanan, agar disaat Sia sadarkan diri, Sepiring hidangan telah siap untuk dimakan,

Para asisten rumah hanya bisa berdiri kaku di tepi dinding ruangan itu. Mereka sungguh merasa tidak enak sekali melihat majikan berkutat didapur.

"Tuan, mari saya bantu," tawar seorang asisten rumah.

"Tidak perlu, kalian bisa mengerjakan hal lain selain melihatku di sini," ujar Ron.

Asisten rumah itu menundukkan kepala sekilas lalu pergi dari sana menuju ruangan lain. Bukan ruang tidur mereka, melainkan sebuah meja makan khusus untuk para asisten rumah.

"Kenapa Tuan itu tidak mau kita bantu?" tanya seorang lainnya yang masih bekerja sebagai asisten rumah.

"Jaga bicaramu, Tuan Ron memang begitu jika di sini. Kau itu orang baru yang tidak tahu apa-apa soal Tuan Ronald," jelas asisten rumah yang lain.

Saat obrolan mereka sedang memanas, tiba-tiba saja Granger muncul lalu memarahi mereka yang hanya bersantai tanpa mengerjakan tugas yang sudah dibagi.

"Cepat selesaikan pekerjaan kalian! untuk apa kalian di sini?" seru Granger dangan nada tinggi.

Seluruh asisten rumah itu kembali pada pekerjaan mereka masing-masing.