webnovel

Married With My Arrogant Friend

Gavriel Wijaya, putra pertama kebanggaan keluarga Wijaya pulang setelah sepuluh tahun menyelesaikan pendidikan dan membangun perusahaannya di New York sana. Pulang dengan sifat dan sikap berbeda 180°, Gavriel kembali ingin menggapai cintanya, cinta sahabatnya__Queeneira. Cinta yang belum sempat ia genggam, saat ia harus memikirkan pendidikan dan karirnya. Sedangkan Queeneira, yang terlanjur patah hati ditinggal selama itu sudah tidak ingin untuk berhubungan lagi dengan sahabatnya__Gavriel Wijaya. Lalu, bagaimana cara Gavriel untuk mendapatkan cinta Queeneira kembali, mampukah Gavriel menggengam cintanya, saat Queeneira sendiri sudah tidak ingin dekat dengannya. Ikuti kisah perjalanan dan bagaimana Gavriel mengambil hati sahabatnya kembali.

Haru_lina · Urban
Not enough ratings
737 Chs

Ingin Bersamamu Lebih Lama

Selamat membaca

¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶¶

Apartemen Sky Elty

Mobil yang di kendarai oleh Gavriel terlihat memasuki pelataran parkir apartemen mewah di kota S.

Mematikan mesin mobilnya, Gavriel pun menoleh ke samping tepatnya ke arah Queeneira yang juga melihatnya.

"Nanti aku antar kamu pulang, okay," kata Gavriel dengan nada lembut, mengusap sisi wajah Queeneira yang hanya mengangguk, mengerti.

"Emh. Okay," gumam Queeneira dengan nada bersahabat, sudah mulai menerima saat ia dengar sendiri jawaban akan dua pertanyaan menganjal hatinya.

"Yuk!" ajak Gavriel, lalu keduanya pun turun dari mobil dan berjalan ke arah pintu gedung tower yang di tempati oleh Gavriel, masuk bersamaan dan di sambut dengan ramah oleh beberapa petugas yang berjaga.

"Selamat malam, selamat datang di Sky Elty tower 1," sambut si petugas ramah, menuai anggukan kepala dari Gavriel sedangkan Queeneira membalasnya ramah.

Biar bagaimana pun ia sempat datang dan dizinkan masuk dengan ramah, oleh petugas di depannya dan kebetulan orang yang sama pula.

"Selamat malam."

Jalan bersama menuju lift dan memasukinya, keduanya terlihat saling berdiam dan tidak ada obrolan hingga sampai di depan pintu hunian milik Gavriel.

Tanpa menutup-nutupi password saat hendak membuka sandi akses apartemennya, Gavriel dengan santai menekan setiap angka di depan Queeneira yang justru melengoskan kepalanya segera.

"Tidak perlu melengos, love. Karena aku justru ingin kamu tahu. Jadi, saat kamu ingin mengunjungiku, kamu tidak perlu menunggu hingga aku membukakan pintu," kata Gavriel tanpa menoleh ke arah Queeneira, kemudian segera mendorongnya pelan.

"Siapa yang mau ke sini lagi," sewot Queeneira melirik malas ke arah Gavriel yang hanya mengangkat bahu tak acuh.

"Siapa yang tahu," timpal Gavriel santai.

"Yuk, masuk," lanjut Gavriel mempersilakan.

Queeneira memasuki apartemen milik Gavriel dengan segera, kemudian menoleh ke belakang saat pintu tertutup.

"Kenapa? Takut aku iya-iyain, ya? Telat, love," ucap Gavriel menggoda Queeneira yang mendengkus.

"Aku tendang bokongmu, Gavriel. Jika berani macam-macam," ancam Queeneira, menuai kekehan kecil dari Gavriel yang berjalan mendului Queeneira untuk menghampiri pintu kamarnya yang tertutup.

"Khe … Lucu sekali, kamu kira aku akan diam saja, tidak ya. Justru akan sangat menyenangkan, ketika permainan kita ada perlawanan sengit darimu love," balas Gavriel, menatap menggoda ke arah Queeneira yang segera pasang kuda-kuda.

"Gavriel gelud yuk."

"Ha-ha, bercanda," sahut Gavriel dengan kekehan gelinya, kemudian membuka pintu kamarnya dan menyempatkan menoleh ke arah Queeneira yang berdiri di tengah ruangan.

"Duduk di mana pun kamu mau, aku ganti baju sebentar," lanjut Gavriel baru kemudian menutup pintu kamarnya. Meninggalkan Queeneira yang kembali rileks dan mengangguk kecil sebagai jawabannya.

Blam!

"Mesum sialan," umpat Queeneira kesal.

Queeneira pun segera berjalan ke arah sofa berwarna coklat, sofa yang kemarin juga ia duduki saat ia meminta bantuan dengan Gavriel, kemudian ia pun duduk tenang menunggu Gavriel yang sedang berganti baju.

Ada foto besar terpajang, yang belum sempat ia perhatikan saat pertama kali menginjakan kakinya di apartemen Gavriel.

Foto Gavriel dengan hiasan anting di telinganya, meskipun tidak ada senyum di foto itu tapi entah kenapa terlihat awesome dan mempesona bagi siapa saja yang melihatnya.

Kening Queeneira mengernyit ketika memperhatikannya, sepanjang ia melihat Gavriel secara langsung dan dekat. Ia baru ini memperhatikan apa yang dikenakan Gavriel di telinganya, kenapa bisa hal yang seperti ini terlewati olehnya.

"Tunggu! Aku bahkan baru memperhatikannya, apa dia sungguhan memakai anting, tapi-

Ceklek!

"Sorry, lama yah," ujar Gavriel mengagetkan Queeneira yang sedang bergumam penasaran, sehingga Queeneira pun menelan kembali gumaman rasa penasarannya.

"Oh! Tidak, biasa saja," sahut Queeneira, melihat Gavriel yang berjalan santai ke arahnya dengan tangan memegang sebuah kotak.

"Nih, tapi sorry banget fotonya tidak bisa di selamatkan," ujar Gavriel seraya mengulurkan kotak berisi handphone milik Queeneira, kemudian menjelaskan dengan kebohongan tentang isi yang sebenarnya saat ini tersimpan rapih di laptopnya.

"Yah … Sayang sekali, kalau begitu lebih baik aku beli baru," lirih Queeneira sedih, membuat Gavriel yang mendengarnya sedikit merasa bersalah.

Ingat, hanya sedikit loh. Karena selebihnya ia justru bahagia, bisa menikmati foto-foto Queeeneira untuknya sendiri.

"Hum, sorry deh," sahut Gavriel bersalah, kali ini benaran ia marasa bersalah karena melihat wajah Queeneira yang lesu dan sedih.

"Iya nggak apa-apa, ngerti kok."

Setelahnya tidak ada obrolan lagi, hingga akhirnya Queeneira yang merasa sudah tidak ada keperluan lagi dengan Gavriel pun berdiri dari duduknya, hendak pulang dan ingin segera beristirahat.

"Ya sudah, aku sebaiknya pulang. Ini sudah malam dan kamu juga perlu istirahat," ucap Queeneira namun sayang Gavriel menarik Queeneira lagi, sehingga kini Queeneira kembali duduk di samping Gavriel.

"Jangan pulang dulu," pinta Gavriel, menatap Queeneira dengan sorot mata sayu. Jujur, ia ingin tahu apa yang dirasakan Queeneira, setelah Queeneira mendengar sepenggal kisahnya sewaktu di Amerika sana.

Ia juga tidak ingin cepat berpisah, masih ingin berdua meskipun ia sadar jika hari kian larut.

"Tapi Gavriel, ini sudah malam," tolak Queeneira, menatap Gavriel dengan bahu melorot lesu.

"Tapi aku-

"Besok kita bertemu lagi. Kamu ingat kan, jika aku masih punya hutang denganmu, itu artinya seminggu ini sudah di pastikan jika kamu akan bosan selalu bertemu denganku," sela Queeneira merayu.

Dalam hatinya berpikir, ada apa dengannya. Kenapa ia harus repot membujuk lembut Gavriel seperti ini, bukan kah ia hanya perlu menolak dengan ketus seperti biasanya.

"Apa hatiku sudah mulai luluh lagi. Setelah mendengarnya bercerita meski baru setengah dari keseluruhannya," batin Queeneira manatap Gavriel dengan menelisik.

"Aku tidak bisa. Besok aku harus ke luar kota," adu Gavriel dengan nada manja, menggengam tangan Queeniera dan berharap Queeneira mau menemani malam kelabunya.

"Wah! Bagus, jadi artinya besok aku terbebas darimu, begitu kah?" sahut Queeneira bertanya dengan berbinar senang, berbeda sekali dengan Gavriel yang merengut kesal.

"Queene, serius," timpal Gavriel menatap Queeneira yang terkekeh canggung, saat menerima tatapan datar dari Gavriel yang kesal.

"Iya-iya aku serius nih. Tidak bisa yah bercanda dikit saja," dengkus Queeneira setelah terkekeh tanpa dosa.

"Bisa kok, tapi saat ini aku sedang ingin serius," jawab Gavriel cepat, menuai cibiran dari Queeneira yang sebal.

"Bilang saja tidak bisa."

"Hn."

Perdebatan kecil kembali mengisi kekosongan waktu di kebersamaan mereka. Hingga akhirnya Queeneira ingat, jika waktunya saat ini tidak tepat jika hanya di pakai untuk bercanda saja.

"Jadi, Gavriel. Katakan sebenarnya apa yang ingin kamu bicarakan lagi? Jangan bilang kamu hanya ingin kita seperti ini saja," tanya Queeneira dengan menatap Gavriel curiga.

"Hanya ingin melihatmu hingga puas, sebab besok aku tidak bisa menganggumu," jawab Gavriel jujur apa adanya, membuat Queeniera refleks memukul lengan Gavriel diiringi gerutuannya.

"Kamvret Gavriel. Ini sudah malam dan kamu dengan entengnya bilang hanya ingin melihatku hingga puas, benar-benar luar biasa."

Gavriel terkekeh merasakan pukulan bertubi-tubi yang di lancarkan oleh Queeneira di sampingnya. Ia tidak berkelit atau memasang tameng, justru ia sengaja membiarkan Queeneira yang memukulinya sambil menggerutu tentang kekamvretannya.

"Ck, jawab jujur salah, jawab bohong nanti salah juga. Emang perempuan, apa-apa maunya menang," sahut Gavriel disela-sela kekehannya.

"Emang begitu aturannya, Gavriel. Jadi jangan berdebat, jika itu dengan kaum kami. Apa kamu paham," jawab Queeneira dengan nada menang, menghentikan pukulannya dan ganti dengan menatap Gavriel dengan pelototan seram.

"Sudah ah! Aku mau pulang," lanjut Queeneira kali ini berdiri dengan Gavriel yang ikut berdiri.

"Iya deh iya, yuk pulang. Tapi-

"Tapi apa lagi? Banyak sekali syaratnya sekarang. Apa-apa pake tapi, huh, menyebalkan," sela Queeneira mendengkus sebal saat Gavriel selalu memakai tapi setiap ingin berbuat baik kepadanya.

"Isk, galak sekali."

"Biarkan, seterah aku dong," seloroh Queeneira tidak perduli.

"Terserah, love. Jangan typo gitu, nanti di marahin editor loh," sahut Gavriel mengetuk dahi Queeneira gemas, menuai pekikan dari Queeneira yang mengaduh kesakitan.

Tuk!

"Ouch! Sakit, Gav."

"Sakit yah, sini di obtain," timpal Gavriel mengusap-usap kening Queeneira yang segera menjauh, sadar jika Gavriel sedang mencoba mengulur waktunya lagi.

"Jangan ambil kesempatan, sebaiknya antar aku pulang, se-ka-rang. Titik," ujar Queeneira tegas, saat Gavriel hendak protes dengan perkataannya.

"Ck. Gagal, kan," gumam Gavriel kesal, kemudian mengikuti langkah Queeneira yang sudah berjalan ke arah pintu keluar sana.

Skip

Akhirnya sampai juga keduanya di pelataran parkiran apartemen yang menjadi tempat tinggal Queeneira dan Andine.

Gavriel mengikuti Queeneira yang turun dan berdiri berhadapan di samping mobil milik Gavriel saat ini.

"Hati-hati saat pulang nanti. Banyak tindak kejahatan di malam hari seperti ini," wanti Queeneira dengan Gavriel yang mengangguk kecil.

"Tentu saja."

Diam.

Keduanya kini hanya diam dan saling melihat, namun Gavriel segera menyudahi dengan mengecup kening Queeneira sedikit lama, lalu berbisik lirih setelah melepasnya.

"Aku pulang, selamat istirahat. Besok aku akan tetap menggangumu, ingat," bisik Gavriel kemudian mengusap lembut surai panjang Queeneira, baru kemudian masuk ke dalam mobilnya dan membuka jendelanya untuk melambaikan tangan ke arah Queeneira yang terdiam.

"Masuk, aku akan pergi setelah kamu masuk ke dalam," ujar Gavriel sehingga akhirnya Queeneira pun mengalah dan melambaikan tangannya singkat.

"Hum … Selamat istirhat," balas Queeneira dengan kepala mengangguk singkat, kemudian membalikan tubuhnya dan berjalan ke arah pintu gedung apartemennya. Sedangkan Gavriel sendiri, meninggalkan pelataran parkiran dan mengendarai mobilnya cepat menuju apartemennya untuk istirahat.

Kembali kepada Queeneira yang saat ini sedang menekan pintu lift hendak ke atas. Ia tiba-tiba melihat ke arah lengannya yang saat ini tertutup kemeja berwarna hitam bergaris. Kemeja milik Gavriel yang tadi siang dipakai oleh si empunya kemeja.

Ia menepuk keningnya pelan, saat kelupaan mengembalikan kemeja ini kepada Gavriel saat berpisah tadi.

"Bodoh, hanya karena keningmu di nistai olehnya lagi. Kamu jadi lupa diri," gumamnya kesal berbarengan dengan pintu lift pun terbuka, sehingga ia pun dengan cepat memasuki lift tersebut.

Ting!

Di dalam lift Queeneira melepas kemeja itu, kemudian membawanya untuk mendekat ke bagian hidungnya dan mengendusnya sedikit.

"Ukh … Asem, dasar Gavriel kamvret. Kemeja bekas dipakainya di pakaikan untuk menutupi tubuhku," gerutu Queeneira sebelum kembali menghirupnya semakin dalam.

"Aku suka aromamu dan aku masih ingat jelas, jika aromamu yang seperti ini adalah aroma yang sempat kamu tinggalkan di perpisahan terakhir kita, Gavriel," batin Queeneira tersenyum senang ketika aroma khas Gavriel memenuhi rongga pernapasannya.

Sampai di depan pintu apartemen, Queeneira dengan segera menekan setiap digit nomor akses ke dalam huniannya. Kemudian mendorongnya pelan, hanya untuk memasukan kepalanya lebih dulu agar bisa melihat keadaan apartemennya yang untungnya sudah gelap.

"Fyuhh ... Untunglah Andine sudah tidak ada," gumam Queeneira kemudian masuk ke dalam dan berjalan dengan langkah layaknya maling takut ketahuan.

Ia tidak ingin mendengar pertanyaan dari Andine tentang apa yang dilakukannya dengan Gavriel di luar tadi. Ia pun tanpa banyak menunda segera membuka pintu kamarnya, menyandar di sana dan mendesah lega setelahnya.

Fyuhh ...

"Sialan, padahal buat apa takut sama Andine. Kalau itu Baba sih iya aja, tahu sendiri Baba kalau sudah marah seperti apa," gerutu Queeneira ketika melihat waktu di handphonenya yang menunjukan pukul. 00:15 WKS.

Selesai dengan gerutuannya, Queeneira baru saja akan meletakan handphonenya di nakas samping tempat tidurnya namun urung, ketika ia merasakan getaran dengan nama seseorang tersimpan rapih di sana. Padahal setahunya, ia bahkan tidak memiliki nomor Gavriel yang saat ini terpampang nyata di layar.

Bukan, bukan masalah nama Gavrielnya. Tapi ....

"Tapi kenapa harus ada gambar lope-nya sih, astaga! Kapan aku dan dia dalam status pacaran. Dasar kamvret," sungut Queeneira ketika membaca pesan dari Gavriel.

{Hanya ingin pamer, bagus kan. Sepertinya simbol ❤️ lebih cocok ada di antara kita}

"Dasar, apanya yang cocok sih. Mimpi sepertinya," gumam Queeneira kesal, tapi sayang bibir dan pipinya tidak selaras.

Karena apa? Karena saat ini pipi anak semata wayang baba Faro ini ternyata sudah memerah, entah karena marah dengan klaim sepihak Gavriel atau justru ... Malu.

Hum ... Siapa yang tahu.

Sedangkan di perjalanan, tepatnya pada Gavriel yang tersenyum sehabis mengirim pesan. Ia kembali melihat handphonenya ketika datang balasan dari Queeneira dan seketika kekehannya terdengar memenuhi mobilnya, saat empat buah kata terpampang sebagai balasan pesan darinya.

{Halumu kebangetan, Gav. Preeet!}

"Ha-ha! Jahat sekali."

Bersambung.