webnovel

Makin menyebalkan

Sinar matahari bersinar melalui menyusup memasuki kamar melalui ventilasi udara jendela.

Adriana masuk ke kamar dan menghela napas kasar saat melihat Mark masih tertidur. Dia berjalan menuju jendela lalu membuka tirai putih berenda yang terpasang rapi di sana, sehingga sinar matahari semakin tajam dan menyilaukan mata Mark. Pria itupun menggeliat dan perlahan membuka mata.

Mark terbangun dan menatap Adriana yang sedang membuka beberapa tirai jendela lainnya, lalu menyiapkan baju kerja untuknya. Istrinya sudah terlihat anggun dan ras dalam balutan dress sebatas lutut berwarna biru gelap yang dipadukan dengan atasan putih lengan terbuka, dan menjepit sebagian rambutnya ke belakang, dia sangat cantik dan keibuan.

"Adriana," panggil Mark

"Hem," sahur Adriana sambil meletakkan pakaian kerja Mark ke tepi ranjang. Meskipun dia masih merasa kesal pada suaminya, dia tetap melayaninya dengan baik. Dia tetap menyiapkan air hangat untuk mandi dan juga menyiapkan sarapan karena kebetulan saat itu Evan belum bangun, memungkinkan dia bebas beraktivitas.

"Aku tidak akan pulang, karena akan langsung keluar kota selama tiga hari," kata Mark sambil bangun dari tempat tidur.

Adriano menghela nafas, menatapnya dengan kesal dan heran. "Kenapa kamu baru memberitahuku sekarang? Aku bahkan belum menyiapkan semua yang kamu butuhkan."

'Tidak heran tadi malam baik dan peduli, ternyata dia akan pergi,' pikirnya.

"Aku ingin mengatakannya tadi malam, tapi kamu malah sudah marah padaku, dan tidur mencampakkan aku," kata Mark tanpa rasa bersalah, lalu berjalan ke kamar mandi.

Adriana menghembuskan napas kasar, lalu mengambil koper dan menyiapkan pakaian untuk Mark. Dia makin kesal dan terus bertanya-tanya mengapa suaminya itu membuatnya semakin tidak nyaman dan marah. Bahkan hal ini membuatnya berpikir untuk meminta cerai sebab di rumah itu tidak ada lagi yang peduli padanya selain Dave dan para maid.

___

Setelah selesai mempersiapkan, mereka berdua sarapan bersama anggota keluarga lainnya, sementara Evan masih tidur. Putranya kadang-kadang bangun sedikit lebih lambat ketika dia lelah bermain.

Setelah selesai sarapan, Mark langsung berpamitan pada Adriana, "Aku pergi dulu."

"Ya, hati-hati," kata Adriana dengan tatapan datar.

____

Setelah Mark pergi, Adriana berjalan menuju kamar Evan. Di dalam kamar, dia melihat bocah laki-laki itu masih tertidur lelap dengan posisi miring memeluk guling. Ibu muda itu segera membuka jendela kamar, membiarkan sinar matahari masuk begitu saja.

Adriana mendekati Evan dan mencium pipinya. Dia mengerutkan keningnya saat merasakan pipi putranya lebih hangat dari biasanya, bahkan panas.

"Dia demam," gumam Adriana sambil menyentuh dahi Evan dengan telapak tangannya.

Adriana mulai khawatir, lalu segera keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air hangat untuk mengompres anaknya.

"Untuk apa?" tanya Margareth saat melihat Adriana membawa wadah stainless berukuran sedang berisi air, menuju ke kamar Evan.

"Untuk mengompres Evan, dia demam, Ma," jawab Adriana.

"Itu akibat terlalu lama bermain jika kelelahan akan menyakiti dan merepotkan," kata Margareth lalu meninggalkan Adriana begitu saja.

Adriana hanya menggelengkan kepala, malas menanggapi ibu mertuanya yang sama sekali tidak merasa simpati ketika mendengar kabar cucunya sakit. Dia memilih untuk segera masuk ke kamar.

Setibanya di kamar, Adriana mendekati Evan yang masih tertidur kemudian meletakkan wadah berisi air hangat itu ke atas meja. Dia imengambil kain kecil dari lemari, lalu mencelupkan kain itu ke dalam wadah yang sudah berisi air hangat, lalu memerasnya.

'Mudah-mudahan ini hanya demam biasa,' pikir Adriana sambil menempelkan kain itu ke dahi putranya.

"Apa ini? Aku tidak mau ini...!" Evan terbangun dan merengek karena dia tidak suka dengan adanya kompres di dahinya.

"Tapi kamu harus pakai ini, biar demam kamu cepat turun," bujuk Adriana dengan sabar.

Evan pun mengangguk tapi bibirnya cemberut. Tampaknya bocah itu terpaksa mau dikompres karena ingin pulih dengan cepat.

"Mana papa?" tanyanya dengan tatapan sayu pada sang ibu.

"Papa kerja, sayang," kata Adriana sabar. Dia ingat, Mark sama sekali belum menemui Evan sebelum berangkat kerja, sehingga dia tidak tahu jika putranya demam.

"Mau ikut papa.." Evan merengek lagi.

"Papa sudah berangkat sejak tadi,dan sekarang kamu sedang sakit. Lebih baik nanti saat kamu sembuh, mama akan antar menyusul papa, oke?" Adriana merayu Evan itu agar tidak rewel lagi.

Evan hanya mengangguk sebagai jawaban dan terdiam lagi sambil mengusap matanya yang merah dan panas, mungkin efek demamnya yang cukup tinggi.

Adriana turun dari tempat tidur dan berjalan menuju lemari. Dia menurunkan obat panas yang merupakan Syrup dengan rasa strawberry yang selalu dia sediakan, kemudian menuangkan ke dalam sendok khusus.

"Minum obat dulu, nanti cepat sembuh, nanti kalau sembuh kita tindak lanjuti ayah," kata Adriana sambil mengarahkan sendok berisi obat itu ke mulut mungil Evan.

Evan mengangguk dan langsung melahap obat itu karena dia tahu obat yang diberikan ibunya memiliki rasa yang manis.

"Anak pintar," kata Adriana sambil mengusap pipi Evan dengan lembut. Dia segera meminta asisten rumah tangga untuk membuatkan sarapan anaknya, karena jika dia memasak sendiri, anak itu akan menangis mencarinya.

___

Maura menatap bayangannya di cermin. Dia duduk di kursi depan meja rias, di apartemennya. Gadis itu terlihat seksi mengenakan mini dress hitam selutut yang dipadukan dengan atasan abu-abu dengan bahu terbuka dan memoles wajahnya dengan make up yang sedikit tebal.

Merasa sudah cantik, Maura segera bangkit dari kursi lalu berjalan ke tempat tidur dan mengambil ponselnya. Dia mencoba menghubungi seseorang sambil duduk di tepi ranjang.

"Halo, sayang. Jam berapa kamu datang?" tanya Maura kepada seseorang di telepon.

"Maaf, mungkin aku akan sampai di sana jam tiga sore," jawab seorang pria dari telepon.

"Astaga, jam tiga?"

"Ya, aku harus menghadiri beberapa pertemuan penting dulu, aku akan datang menemui kamu. Love you...!

Sambungan telepon mendadak terputus. Maura melemparkan ponselnya ke tempat tidur dan berdecak kesal, "Kalau aku tahu dia akan datang jam tiga, aku tidak akan bersiap sepagi ini."

Maura memutuskan untuk pergi ke dapur. Dia mengambil sebotol red wine dan makanan ringan dari kulkas, lalu membawanya ke kamar dan duduk di sofa berwarna putih susu..

"Lebih baik aku bersantai sambil menunggu dia datang," gumam Maura lalu menyalakan TV dengan remote control. Dia dengan santai menonton TV sambil makan makanan ringan dan sesekali minum anggur merah. Tapi, siapa yang dia tunggu, apakah itu Mark?