webnovel

Selingkuh?

"Mengapa kau berkata seperti itu, Maya?" tanya Stefan saat di kamar hotel bersama istrinya.

"Berkata apa?"

"Aku selingkuh darimu?"

Maya tersenyum seraya membelai tubuh atletis Stefan yang hanya telanjang dada berbalut selimut hangat nan tebal. Begitu pula Maya.

"Karena aku sudah lama mengenalmu. Kau juga pernah bercerita padaku, bahwa kau lebih suka menyendiri. Itulah mengapa kita di jodohkan, karena wanita pertama yang kau kenal hanya aku. Dan selama kita menikah, aku juga tidak melihatmu berbuat macam-macam di belakangku," jawab Maya.

Stefan terdiam sejenak, mengingat bahwa dirinya telah memiliki perasaan dengan Carissa. Disamping itu, tiba-tiba ia juga merasa kasihan pada Maya. Seorang istri yang hidup dengan suami yang telah mati rasa.

Namun Stefan tetap berpura-pura menunjukkan kasih sayang dan perhatian padanya. Hanya sekedar menghargai Maya sebagai istrinya. Bahkan, ia juga berpura-pura senang memenuhi kebutuhan batin istrinya yang sudah sekian lama tak mereka lakukan, semenjak kehadiran Carissa di rumah mereka.

Maya merasa terbawa ke dalam suasana bulan madunya kembali dengan Stefan. Namun sayangnya, pada saat Maya mencium bibirnya, Stefan masih teringat akan kecupan dari Carissa.

"Stefan? Ada apa?" tanya Maya ketika Stefan tiba-tiba menghindari ciumannya.

"Tidak, mungkin aku hanya butuh istirahat sejenak," alasan Stefan, lalu berbaring di ranjang.

"Apa kau yakin?" tanya Maya sekali lagi untuk memastikannya.

"Ya, kemarilah,"

Stefan merengkuhnya dalam pelukan. Namun tetap saja ia tidak bisa melupakan wajah Carissa yang selalu terlintas dalam pikirannya.

"Sial, apakah ini yang dinamakan cinta? Aku tak bisa berhenti memikirkannya. Tapi..., dia anakku," ucap Stefan di dalam hatinya yang dilema.

***

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Saking sibuknya di kantor, Stefan hampir lupa jikalau saat ini Carissa sudah pulang dari sekolahnya. Stefan menghubungi Carlos untuk memastikan bahwa ia sudah menjemput Carissa atau belum disana?

"Ayah!" suara ceria Carissa tiba-tiba menyeruak seisi kantor. Ia berlari menghampiri Ayah kesayangannya, kemudian memeluknya.

"Aku kira Carlos lupa menjemputmu," dengan mengecup keningnya.

"Tenang, Ayah. Carlos selalu tepat waktu menjemputku,"

"Bagus lah kalau begitu. Sudah makan siang apa belum?"

Carissa menggeleng.

"Aku sengaja tidak makan siang, karena aku ingin makan siang bersama Ayah," ujar Carissa dengan senyum genitnya.

"Baiklah, Ayah akan pesankan sesuatu, mau makan apa siang ini?"

"Bubur ayam,"

"Kau tidak bosan-bosan ya dengan makanan itu?" Stefan tertawa sekilas.

"Tidak, aku suka itu, ayamnya yang banyak ya, Ayah,"

"Ok, sayang," balas Stefan tersenyum.

Entah mengapa rasa penat terasa menghilang seketika saat Carissa berada di sisinya. Bahkan yang tadinya ia sibuk mengerjakan dokumen-dokumen di laptop ia tinggalkan begitu saja, hanya demi meluangkan waktunya untuk Carissa.

Saat makan siang bersamanya berlesehan di lantai kantor, Stefan mengingatkan kembali tentang dongeng yang ia ceritakan padanya semalam.

"Jadi kau tidak mendengar cerita itu sampai selesai?"

"Tidak," jawab Carissa sambil tertawa.

"Maaf, Ayah. Aku kelelahan semalam setelah berenang bersama Ayah," lanjutnya.

"Tidak apa-apa. Lalu, kau mendengar cerita itu sampai dimana?" tanya Stefan.

"Sampai mana ya? Coba aku ingat-ingat lagi," mengetuk dagunya dengan telunjuknya.

"Nah aku ingat! Saat sang putri datang untuk menyelamatkan sang pangeran yang membeku itu di kastil kegelapan," seru Carissa.

"Dan setelah itu kau tertidur?"

"Iya," jawab Carissa terkekeh.

"Mau tahu bagaimana kelanjutannya?"

Carissa mengangguk antusias.

"Ok, jadi, sang putri datang menunggangi kuda menuju kastil itu di malam hari. Sesampai disana ia mencoba memasuki kastil yang gelap dan mengerikan itu, sampai akhirnya ia menemukan sang pangeran yang membeku disana,"

"Lalu, apakah sang putri berhasil menyelamatkannya?" tanya Carissa yang seolah tak sabar mengetahui akhir dari cerita karangan Stefan itu.

"Sang putri menangis melihat pangeran yang terbujur kaku disana. Ia pikir, ia terlambat menyelamatkannya. Sang putri pun memeluk pangeran itu dengan tangisnya yang tersedu-sedu. Dia berkata, maafkan aku pangeran, lalu mengecup bibir manis pangeran yang terasa sangat dingin itu. Kemudian sang pangeran pun mencair karena air mata serta kecupan hangat sang putri. Akhirnya sang pangeran kembali bernafas dan sang putri pun memeluknya dengan erat, seolah takkan ia lepas lagi."

Setelah mendengar kelanjutan dari kisah dongeng karangan Stefan hingga selesai, Carissa tersenyum memandangnya.

"Jadi, begitu lah akhirnya." ujar Stefan setelah itu.

"Aku tahu, itu cerita yang sangat absurd. Tapi setidaknya aku sudah berusaha untuk..."

Tiba-tiba Carissa memeluk Stefan hingga terdorong dan berbaring di lantai kantor, dan lagi-lagi Carissa mencium bibirnya. Namun, kali ini lebih lama dari sebelumnya.

"Carissa? A...apa artinya itu?" bisik Stefan saat Carissa berada diatas tubuhnya.

Lalu, Carissa berbisik di telinganya, "Aku mencintaimu, Ayah,"

Sekujur tubuh Stefan melemah seketika setelah mendengar bisikan dari anak tirinya itu.

"Jujur padaku, apa ini ciuman pertamamu atau...?"

Carissa mengangguk dengan senyum manisnya. Serta tatapan matanya yang sayup manja, berhasil membuat Stefan semakin candu untuk memandangnya.

"Ini tidak seharusnya terjadi. Tapi...sepertinya..., aku juga mencintainya," ujarnya dalam batin.

Sayangnya, momen termanis mereka itu terpotong dengan suara handphone Stefan yang berdering di meja kerjanya. Stefan pun akhirnya mengeluh karena itu.

"Angkat dulu, Ayah," ucap Carissa membelai lembut pipi Stefan.

Lalu, Stefan menerima teleponnya yang ternyata dari Maya. Keluhan Stefan semakin meronta.

"Ya, sayang? Ada apa?"

"Sayang, ini sudah jam 1 siang lebih, apa Carissa memang belum pulang dari sekolahnya?" tanya Maya.

"Selama ini Carissa memang selalu bersamaku dimana pun aku berada. Karena, aku tidak ingin kesalah pahaman itu terjadi lagi diantara kita atau siapapun," jawab Stefan.

Maya sedikit terkejut mendengarnya. Pikirnya, sampai seperti itukah cara Stefan melindungi putri kesayangannya?

"Apa sekiranya dia tidak merasa bosan disana?"

"Tentu saja tidak. Di dalam kantorku sudah aku sediakan wahana bermain serta rak buku dongeng untuknya. Jadi, aku yakin dia tidak akan bosan saat bersamaku di kantor,"

"Kau serius?"

"Ya, karena Carissa anak kesayanganku. Aku tidak ingin sesuatu terjadi padanya..."

"Kau tidak percaya padaku lagi?" potong Maya lirih.

"Bukan begitu, Maya, aku hanya tidak ingin kesalahpahaman itu terjadi dan memperkeruh hubungan kita lagi," bantah Stefan.

"Tidak, aku tahu, Stefan. Kau masih tidak percaya padaku,"

"Maya, dengarkan aku dulu. Yang aku lakukan ini demi kebaikan kita semua. Aku mohon pahamilah,"

Maya pun diam tak membalas sepatah kata pun. Sementara Stefan tak sengaja mendengar suara isak tangisnya disana.

"Aku harap kau bisa memahami itu, Maya." lalu menutup teleponnya dengan berat hati.

Sementara Maya hanya bisa menangis, meluapkan perasaan kecewa terhadap dirinya sendiri yang pernah berbuat salah pada Carissa. Hingga membuat Stefan tak percaya lagi padanya.

"Ayah? Ada apa?" tanya Carissa ketika melihatnya murung.

"Tidak apa-apa. Kemarilah." jawab Stefan, lalu memeluknya.

Perasaan cinta memang tidak dapat di pungkiri, seperti yang ia rasakan pada Carissa. Begitu pula dengan perasaan kecewa yang teramat mendalam pada istrinya selama ini. Kata maaf terkadang tidak cukup untuk menanggulanginya. Namun, jika perasaan kecewa itu tertanam di dalam hatinya terlalu lama, maka apa yang akan terjadi padanya?