webnovel

Legenda Mawar Biru

Buku ini mengisahkan perjalanan hidup seorang anak manusia, Azura, yang tinggal di Pulau Niaka bersama Ellaine, ibunya, dan Andalene, monster hutan sahabat mereka. Pada suatu malam yang dingin, Azura harus kehilangan ibunya di usia 4 tahun akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh Andalene. Azura, yang diselamatkan Kakek Wald dan mendapatkan keluarga baru di Desa Tuka, menempa dirinya untuk membalaskan dendam ibunya dan membunuh Andalene. Namun seiring waktu berjalan, Azura mulai menyadari bahwa pengkhianatan Andalene menyimpan rahasia gelap yang tak pernah mampu ia bayangkan. Resolusinya pun mulai runtuh ketika satu per satu dia kehilangan orang-orang yang dia sayangi.

CirraRei · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

4. Tekad Putra Sang Iblis

"Kenapa… Kenapa Andalene menyerang Mamamu? Bukankah kau bilang kalian teman?" Tanya Lala hati-hati. Azura menggeleng tidak tahu.

"Aku juga tidak tahu. Andalene berubah menjadi menyeramkan sekali malam itu," jawab Azura lirih.

Krav terlihat ingin mengatakan sesuatu, namun menahannya. Azura melihat gerak-gerik Krav yang canggung.

"Apa kau tahu alasannya?" Azura tiba-tiba melempar pertanyaan kepada Krav, yang membuatnya terlonjak.

"Er… Aku tidak tahu kenapa Andalene menjadi seperti itu, tapi aku memiliki sedikit dugaan…" Suara Krav menghilang. Dia tidak yakin membicarakan tentang masalah seperti ini dengan anak berumur 4-5 tahun.

Namun Azura menatapnya dengan tajam. Krav untuk sekejap terpaku. Dia seolah melihat kembali keganasan Ellaine dalam mata biru Azura.

'Ellaine…' Krav, meski hanya sepersekian detik, kembali merasakan teror yang dulu dia alami setiap kali berhadapan dengan sang Iblis Abu-abu.

Krav menghela nafas panjang dan menenangkan dirinya.

"Baiklah. Ini menyangkut dirimu juga, jadi aku akan mengutarakan kecurigaanku," Krav mencondongkan tubuhnya dan meletakkan kedua sikunya di lutut, memandang Azura dengan serius.

"Untuk memberimu gambaran yang lebih jelas, aku akan menceritakan asal-usul hubungan Ellaine dan Andalene. Ellaine bertemu dengan Andalene sejak mereka masih kecil. Aku kurang tahu detailnya, namun dari yang kudengar, Ellaine menyelamatkan nyawa Andalene dan sejak saat itu, mereka selalu bersama, tak terpisahkan satu dengan yang lain.

Aku pertama bertemu dengan mereka saat bertugas di Gungnir, kota militer besar di wilayah barat Kerajaan Grindell. Ellaine dan Andalene sedang singgah dari perjalanan mereka, dan sebagai prajurit Grindell yang bertugas menjaga kedamaian di Gungnir, aku…"

"Tunggu, ayah adalah prajurit Grindell?" Lala bertanya dengan mata terbelalak. Krav tersenyum tipis.

"Ya, itu bukan masa lalu yang ingin ayah ingat kembali, tapi ya, dulu ayah adalah salah satu prajurit yang mengabdi pada militer Grindell." Krav menjawab pertanyaan Lala, membelai rambut hitam anak gadisnya dengan lembut.

"Lalu kenapa sekarang ayah ada disini, di desa Tuka yang jauh dari Kerajaan Grindell?" Lala bertanya dengan wajah polos.

"Itu… Sedikit banyak ada hubungannya dengan Ellaine, tapi itu cerita untuk lain waktu. Sekarang, kita akan membahas Ellaine dan Andalene terlebih dulu," Krav kembali memandang Azura.

"Andalene adalah makhluk ras monster, yang secara fisik, aura, dan elemen jauh lebih superior dibandingkan kita ras manusia. Saat masih kecil, penampilan mereka tidak jauh berbeda dengan manusia, termasuk ukuran tubuh mereka, yang menbedakan hanya kalau ras manusia memiliki kulit dan daging, tubuh ras monster terbentuk dari elemen yang mereka kuasai. Dalam kasus Andalene, tubuhnya sepenuhnya terdiri dari tanah, kayu dan tanaman.

"Berpengalaman menghadapi monster, tentu saja prajurit Grindell sangat waspada dengan keberadaan Andalene. Aku tak terkecuali. Kami melarang Andalene masuk ke bagian dalam kota. Ellaine bersikeras bahwa Andalene tidak jahat. Kami berseteru, yang berakhir dengan Ellaine dan Andalene mengalah dan pergi meninggalkan Gungnir.

"Tak lama setelah itu, keluar perintah langsung dari Komandan kami saat itu. Aku dan sekelompok kecil prajurit pilihan ditugaskan untuk memburu dan membunuh Andalene."

"Membunuh Andalene?" Kali ini Azura yang memotong cerita Krav. Krav mengangguk.

"Perlu kau ketahui kebanyakan ras monster sangatlah buas. Mereka pada dasarnya membenci manusia. Andalene adalah pengecualian. Aku tidak tahu apakah itu karena pengaruh Ellaine atau apa, tapi Andalene berhati emas, murah senyum dan baik hati.

"Tapi aku, yang masih muda dan impulsif, tidak bisa melihat sisi baik Andalene. Aku hanya melihat bahwa Andalene adalah anggota ras monster, dan karenanya dia harus dibunuh. Kami memburu Ellaine dan Andalene selama beberapa tahun, berusaha membunuh Andalene di setiap kesempatan. Tidak ada satupun kesempatan tersebut yang membuahkan hasil. Menghadapi 25 prajurit pilihan Grindell, Ellaine dan Andalene selalu bisa mengalahkan kami. Dan itu bukan hanya karena kehebatan Andalene, tapi juga karena Ellaine sendiri amat sangat kuat. Dia bahkan mampu membunuh teman prajuritku ketika sudah muak kami kejar ke berbagai tempat. Seganas itulah Mamamu, Ellaine, dulu," Krav tersenyum kearah Azura.

"Mereka juga sangat dekat saat tinggal bersama di pulau. Aku bahkan sudah menganggap Andalene sebagai ibu keduaku…" Azura berkata lirih.

"Ya, hubungan mereka sangat erat, lebih erat daripada hubungan darah. Karena itu pasti ada alasan lain mengapa Andalene menjadi buas dan menyerang Ellaine. Petunjuk terbesar adalah, dari ceritamu, Andalene berubah menjadi besar saat menyerang Ellaine, benar?"

"Ya, padahal hari sebelumnya dia hanya sedikit lebih tinggi dari Mama…" Azura mengangguk.

"Dalam semalam tubuh Andalene tumbuh berkali-kali lipat. Perangainya juga menjadi sangat buas. Sudah pasti ada intervensi pihak ketiga yang membuat Andalene menjadi seperti itu," Krav menjelaskan dugaannya lebih jauh.

"Kau bilang Komandan Grindell dulu menyuruhmu untuk membunuh Andalene. Apakah kasus kali ini ada hubungannya dengan hal itu?" Wald mulai menangkap maksud cerita Krav.

"Ya dan tidak. Komandan itu terlalu lemah untuk merancang situasi serumit ini. Kalaupun memang perintah membunuh itu ada hubungannya dengan Andalene menyerang Ellaine, itu pasti karena ada seseorang di balik layar yang merencanakan ini semua." Jawab Krav.

"Tapi kami hidup damai di pulau selama bertahun-tahun. Kenapa sekarang?" Tanya Azura. Krav menggigit bibirnya.

"Itulah mengapa ini bukan situasi biasa. Aku sendiri sudah tidak terlibat dengan Ellaine dan Andalene selama lebih dari sepuluh tahun. Aku tidak tahu apa lagi percobaan pembunuhan yang mereka alami selama itu. Dan lagipula, kurasa ini tidak hanya disebabkan oleh darah monster yang mengalir di tubuh Andalene. Ada konspirasi lain yang terlibat disini." Krav berhenti dan memijit dahinya. Dia terlihat sedang berfikir keras.

"Dua puluh tahun lalu, adalah tahun-tahun peperangan antara Grindell dan Demarka. Di masa itu, banyak konspirasi dan pembunuhan tokoh-tokoh penting yang terjadi. Dugaanku adalah Andalene, dan mungkin Ellaine juga, memiliki hubungan erat dengan peperangan antara dua kerajaan itu."

"Tapi peperangan itu berakhir 15 tahun yang lalu," Wald menimpali. "Dan kita telah menikmati kedamaian sejak runtuhnya kerajaan Demarka sejak saat itu."

"Dan kedamaian kita sepertinya tidak akan berlangsung lama," Krav mengeluarkan sesuatu lagi dari sabuk kulitnya. "Aku berencana merahasiakannya, tapi kurasa lebih baik aku membicarakannya sekarang. Grindell mengundangku kembali ke jajaran militer mereka." Krav meletakkan sebuah amplop diatas meja. Amplop itu memiliki cap khas Kerajaan Grindell, logo singa yang mengaum dengan dua pedang bersilang di belakangnya.

"Kau…" Wald kehilangan kata-kata.

"Ayah… Ayah mau ke Grindell?" Lala bertanya khawatir.

���Aku berencana untuk mengabaikan surat ini. Aku ingin menjadi ayah sepenuhnya untuk Lala," Krav tersenyum pada Lala. "Tapi sepertinya aku tidak bisa bersikap abai seperti ini. Lala, apakah kau ingin membantu Azur?" Krav bertanya dengan lembut.

"Mmm!" Lala menganggukkan kepalanya dengan semangat.

"Meski itu berarti ayah harus ke Grindell?" Tanya Krav lagi.

Lala berpikir sejenak, kemudian mengangguk lagi, meski tidak sesemangat sebelumnya.

"Tapi ayah akan kembali kan?"

"Tentu saja," Krav mengacak-acak rambut Lala. "Ayah tidak akan meninggalkan Lala selama itu."

"Kalau begitu sana ayah pergi ke Grindell untuk mencari tahu ada apa sebenarnya!"

Senyum Krav membeku. Apa sekarang Lala justru mengusirnya?

"Aku ikut denganmu!" Azura berkata tegas. Matanya menyiratkan tekad yang kuat.

"Eh?" Krav terperangah. Dia tidak menyangka Az akan membuat keputusan seperti itu.

"Kau juga akan meninggalkan Lala?" Lala menatap Az dengan mata sedih. Azura mengepalkan tangannya.

"Aku harus. Aku harus mencari tahu kenapa Andalene menyerang Mama."

"Huff…" Krav menghela nafas lagi, "jujur saja, kau tidak akan banyak membantu dalam investigasiku ke Grindell nanti. Malah, kau akan menjadi beban bagiku."

Azura menggeretakkan giginya dan memandang Krav dengan beringas.

"Apa kau pikir aku tidak cukup kuat?"

"Itu satu. Aku bisa membawamu kalau saja kau sepuluh tahun lebih tua. Tapi bukan itu saja alasan kenapa aku tidak mau membawamu ke Grindell." Krav mengetuk meja dengan jari telunjuknya.

"Lalu apa alasan lainnya?" Tanya Azura dengan nada tidak sabar.

"Andalene tidak dapat dihentikan oleh satu orang, dia terlalu kuat." Krav mempelajari mata Azura, mengetes daya analisisnya.

Mata Azura membesar. Dia menyadari sesuatu yang seharusnya tidak dia lupakan.

"Jika Andalene membunuh Mama, Andalene masih hidup di pulau Niaka," kata Azura. Jantungnya berdetak lebih kencang.

"Tepat. Itu adalah titik investigasi utama kita. Konspirasi apapun yang menyebabkan Andalene menjadi buas, pasti akan meninggalkan jejak disana. Aku tidak akan terkejut jika Ellaine ternyata mengetahui sesuatu dan meninggalkan petunjuk untukmu di pulau itu. Tapi melihat kekuatan Andalene, Pulau Niaka masih terlalu berbahaya untukmu. Bersabarlah, dan serahkan padaku. Aku akan meminta tolong pada Toara untuk menggerakkan beberapa petualang, memulai investigasi di Niaka," Krav menyampaikan apa yang Azura sedang pikirkan. Tangan Azura mengepal lebih erat, hingga kuku jarinya menggali kulit tangannya.

"Aku… Aku akan berlatih!" Azura melangkah keluar, namun Wald menahannya. Wald berlutut untuk memandang mata Azura lebih dekat.

"Tidak sekarang. Istirahatlah, besok Krav akan mulai melatihmu. Benar kan, Krav?" Wald menoleh kearah Krav, yang mengangguk mengiyakan.

"Sebelum kepergianku ke Grindell, aku akan mengajarimu bertarung sebisaku. Anggap itu balas budiku pada Ellaine. Aku sudah banyak menyusahkannya dulu," Krav berkata dengan raut wajah muram.

"Aku ikut!" Suara cempreng Lala tiba-tiba terdengar. Semua menoleh kearahnya.

"Aku juga ingin membantu Az! Aku tidak paham semua hal tadi tapi aku ingin membantu Az!" Pekik Lala nyaring.

Ketiga lelaki di hadapannya tersenyum dengan kepolosannya. Terutama senyum Az, yang entah kenapa membuat hati Lala sedikit berdebar.

"Tumben Lala pintar," Krav mengacak-acak rambut hitam panjang Lala lagi. Lala cemberut.

"AYAH!"

Menyukai LEGENDA MAWAR BIRU?

Yuk dukung Author Cirra Rei melalui laman Karya karsa. ^^

Kalian bisa memberi tips disana sebagai dukungan serta memotivasi Author untuk membuat cerita yang lebih menarik!

CirraReicreators' thoughts