webnovel

Legenda Mawar Biru

Buku ini mengisahkan perjalanan hidup seorang anak manusia, Azura, yang tinggal di Pulau Niaka bersama Ellaine, ibunya, dan Andalene, monster hutan sahabat mereka. Pada suatu malam yang dingin, Azura harus kehilangan ibunya di usia 4 tahun akibat pengkhianatan yang dilakukan oleh Andalene. Azura, yang diselamatkan Kakek Wald dan mendapatkan keluarga baru di Desa Tuka, menempa dirinya untuk membalaskan dendam ibunya dan membunuh Andalene. Namun seiring waktu berjalan, Azura mulai menyadari bahwa pengkhianatan Andalene menyimpan rahasia gelap yang tak pernah mampu ia bayangkan. Resolusinya pun mulai runtuh ketika satu per satu dia kehilangan orang-orang yang dia sayangi.

CirraRei · Fantasy
Not enough ratings
13 Chs

5. Aura dan Elemen

"Baiklah, kita mulai sesi latihan pertama kita pagi ini. Kalian berdua siap?" Tanya Krav.

Azura mengangguk, sedangkan Lala berteriak girang.

"SIAAAP!"

Krav tersenyum. Setelah percakapan malam tadi, dia sudah bisa sedikit memahami karakter Az. Bocah 4-5 tahun ini benar-benar dididik dengan baik oleh Ellaine. Cepat beradaptasi, memiliki kemampuan memahami situasi yang bagus untuk anak seusianya, dan yang terpenting, bertekad kuat. Dia merasakan secara langsung bagaimana tekad Azura, ketika dini hari tadi Azura membangunkannya meminta berlatih sedangkan ayam saja belum terbangun.

Tapi Krav tidak terlalu terkejut. Bagaimanapun dia adalah putra Ellaine, sang Iblis Abu-abu, salah satu tokoh yang turut menggetarkan dunia Gaia beberapa tahun silam.

"Kita akan mulai dari pemahaman awal tentang aura dan elemen. Seperti yang kita ketahui bersama, Gaia menganugerahi kita semua dengan kekuatan aura dan pengendalian elemen. Semua ras, mulai dari manusia, kurcaci, elf, hingga monster, dapat mengontrol kekuatan aura dan mengendalikan elemen. Kita sebagai ras manusia, masing-masing dapat menguasai satu jenis kekuatan aura dan pengendalian satu elemen."

Lala mendengarkan dengan mata berbinar-binar, sedangkan Azura memusatkan perhatiannya sepenuhnya.

"Aura adalah kekuatan energi yang berada di sekitar kita. Energi tersebut secara tidak sadar kita serap ke dalam tubuh setiap kali kita bernafas. Tapi energi yang kita serap melalui aktifitas bernafas sangatlah kecil sehingga tidak terlalu signifikan saat kita memanfaatkannya. Karena itu kita harus menyerap energi tersebut secara aktif, dengan cara meditasi. Nantinya, apabila kita sudah terbiasa bermeditasi, kita akan bisa melakukannya sambil mengerjakan pekerjaan sehari-hari, semudah bernafas itu sendiri.

"Sekarang, ada yang tahu bagaimana kita mengelompokkan aura?" Krav melemparkan pertanyaan. Lala mengacungkan tangannya dengan cepat.

"Warna! Warna! Warna aura!" Lala menjawab.

"Pada dasarnya warna aura dikelompokkan menjadi lima warna dasar, yaitu Putih, Merah, Biru, Kuning, dan Hitam. Selanjutnya adalah kelompok warna aura biasa, yang terbentuk dari percampuran warna-warna aura dasar. Kelompok warna aura biasa ini adalah Orange, Hijau, Ungu, Coklat, Pink, dan Abu-abu. Selebihnya adalah warna aura unik yang jarang ditemukan seperti Cyan, Krimson, Emas, Indigo, dan lain sebagainya," Azura memberikan jawaban yang lengkap.

"Wow!" Lala terpesona. Krav bertepuk tangan.

"Lengkap sekali! Ellaine sudah mengajarimu?" Tanyanya pada Azura. Azura hanya menganggukkan kepalanya.

Krav melanjutkan kuliahnya. "Ya, aura ini dapat diperkuat oleh lingkungan di sekitarnya. Sebagai contoh, pada malam hari, aura warna Hitam akan menjadi lebih kuat dibandingkan saat siang hari. Atau aura warna Merah akan menjadi lebih kuat saat ada api, dan seterusnya.

"Kemudian elemen. Elemen adalah unsur dunia yang bisa kita saksikan sehari-hari. Angin, tanah, daun, api, air, dan seterusnya. Mereka semua adalah elemen. Manusia dapat mengendalikan satu elemen. Namun berbeda dengan aura dimana semua orang dapat dengan cukup mudah memanfaatkannya, hal yang sama tidak berlaku untuk elemen. Kebanyakan orang tidak dapat membangunkan kemampuan pengendalian elemen mereka, dan yang mampu hanya sekitar 10% dari total jumlah manusia."

"Elemen ayah adalah tanah," bisik Lala pada Azura. Namun karena hanya ada dua murid di hadapannya, tentu saja Krav mendengar bisikan Lala.

"Ya, elemenku adalah tanah. Aku akan sedikit mendemonstrasikannya."

Krav mulai memusatkan auranya. Segera saja lapisan cahaya coklat yang tipis muncul menyelimuti tubuhnya. Kemudian Krav memasang kuda-kuda, dan menggerakkan sedikit kaki kanannya. Segaris tanah di depan Krav tiba-tiba menonjol keatas, membentuk gundukan kecil.

"Ada pertanyaan?" Krav duduk di gundukan tanah yang baru saja dibuatnya menggunakan pengendalian tanah dan memperhatikan sepasang anak yang terlihat antusias belajar ini.

"Bagaimana aku bisa mengendalikan elemen seperti itu?"

"Kapan aku bisa mulai mengendalikan elemen?"

Lala dan Azura mengajukan pertanyaan hampir berbarengan. Lala mengajukan pertanyaan pertama dan Azura kedua.

"Kau harus bisa mengontrol auramu terlebih dahulu untuk bisa mengendalikan elemen, dan Azura, melihat dari pertanyaanmu, apa kau sudah bisa mengeluarkan aura?"

Azura tidak membuka mulutnya untuk menjawab pertanyaan dari Krav dan malah berdiri. Setelah memejamkan matanya dan fokus selama tiga detik, aura biru yang samar muncul di seluruh badannya. Dia menjawab pertanyaan Krav dengan aksinya.

"Biru, eh. Tidak buruk," Krav tersenyum. "Ellaine benar-benar melatihmu dengan baik. Seumurmu dan sudah mengendalikan aura dengan selembut ini," Krav memuji aliran aura yang berenang di sekujur tubuh Azura. Aliran auranya lembut, tidak kacau seperti orang yang baru saja belajar mengontrol aura.

"Waaah! Indah sekali!" Lala membelalakkan matanya dan memandang Azura dengan tatapan kagum. Dia menyentuhkan jarinya di lengan Azura, berusaha mencolek aura birunya. Namun tangannya menembus aura dan malah menyentuh lengan Azura.

"Eh? Aku tidak bisa menyentuhnya?" Lala mencobanya beberapa kali, menggenggam lengan Azura beberapa kali juga.

Azura menjadi sedikit malu dipegang-pegang Lala seperti itu. Entah kenapa dia menyukai sentuhan-sentuhannya.

Krav yang tidak menyadari sedikit perubahan ekspresi di raut wajah Azura menjawab pertanyaan Lala, "tentu saja. Aura hanyalah ekspresi energi dari lingkungan sekitar yang kita kendalikan. Dia tidak bisa disentuh, seperti kita tidak bisa menyentuh energi di sekitar kita. Meski begitu, aura dapat kita kendalikan untuk merubah karakteristiknya menjadi gas, cair atau bahkan padat, tergantung kemampuan kita dalam mengontrolnya. Namun butuh kemampuan yang sangat tinggi dan bakat yang spesial untuk bisa mengontrol aura menjadi benda padat. Jumlah orang yang bisa melakukannya bisa dihitung dengan satu tangan, sejauh yang aku tahu."

"Ooohhh…" Lala menganggukkan kepalanya. Entah penjelasan Krav masuk atau tidak di otaknya, hanya Tuhan yang tahu.

"Baiklah, kurasa cukup sekian dasar-dasar aura dan elemen. Selanjutnya kita akan lebih paham jika mempraktekkannya langsung. Ikuti aki," Krav berdiri dan berjalan memasuki hutan di belakang rumah Wald. Lala dan Azura mengekor di belakangnya.

Tak lama mereka berjalan, mereka mendengar suara air mengalir. Suaranya semakin keras hingga sebuah sungai muncul di ruang pandang mereka.

"Kita akan berlatih disini. Target kita saat ini adalah, untuk Lala, menyerap energi disekitar dan mengontrolnya menjadi aura di sekujur tubuh hingga terlihat warnanya. Azura, pertebal auramu hingga sekitar setengah sentimeter dari permukaan kulitmu. Setelah itu kita akan mencoba apakah kau bisa mengendalikan elemen atau tidak."

Lala dan Azura mengangguk dan duduk di batu besar di depan mereka, bersila dan mulai fokus.

"Ini bukan sesuatu yang bisa diraih hanya dalam satu dua hari berlatih, jadi jangan berkecil hati kalau tidak bisa mencapainya hari ini. Hanya dengan latihan yang tekun dan rutin kalian akan bisa melihat perubahan dalam diri kalian," Krav menambahkan. Setelah memastikan kedua muridnya ini benar-benar fokus, Krav menganggukkan kepalanya puas dan meninggalkan mereka untuk berlatih mandiri.

Menjelang siang, Krav kembali dan melihat Lala dan Azura masih bersila dan bermeditasi. Bedanya, Azura masih terlihat sangat menjaga fokusnya, namun Lala sesekali menggaruk tangan atau wajahnya, jelas mulai kesulitan untuk terus fokus. Krav tersenyum geli, sudah menduga ini akan terjadi. Dia tidak menaruh banyak harapan pada anaknya sendiri.

"Azura, Lala, kita akan beristirahat dan makan siang dulu," panggilnya. Mendengar itu, Lala langsung melompat dan berlari mendekati Krav dengan beringas, sedangkan Azura hanya menoleh dan kembali bermeditasi.

"Aku tidak butuh makan siang. Aku harus berlatih," katanya, menolak Krav.

Krav tersenyum kecut. Dia tidak menyangka tekad Azura sekuat ini.

"Kau tetap butuh istirahat dan makan. Kau hanya akan menyiksa tubuhmu jika berlatih tanpa henti. Lagipula, setelah makan kita akan melatih kemampuan fisikmu, tidak lagi bermeditasi mengumpulkan energi," bujuk Krav. Baru setelah itu Azura mau beranjak dari batu besar dan berjalan mendekat.

"Benar, benar, kita harus banyak beristirahat juga agar tetap fit dan sehat!" Lala menimpali. Setengah potong roti sandwich yang dibawa Krav sudah masuk ke mulutnya dan sedang dikunyah. Sekedipan mata dan setengah potong sisanya sudah akan masuk kedalam perutnya.

"Kalau kau malah yang ada istirahat dan makan sepanjang hari. Contohlah kedisiplinan Azura," Krav menoyor kepala Lala, yang langsung cemberut.

"Iya iya…" Lala menjawab pelan, merasa bersalah.

Merekapun mulai menyantap makan siang. Sesekali Lala menoleh kesana-sini, melihat kupu-kupu yang terbang diatas kepala mereka, melihat kelinci yang sedang melompat melewati mereka, melihat ikan yang sesekali melompat ke permukaan air sungai, melihat burung-burung yang membawakan serangga untuk anaknya di sarang, dan lain sebagainya. Krav hanya mendesah geli, sudah terbiasa dengan tingkah laku anaknya, yang mirip dengan ibunya.

Azura, di sisi lain, memandang Lala dengan tatapan sendu. Dia mungkin akan sebahagia itu jika saja ibunya masih bersamanya saat ini.

'Mama…' Rasa rindu itu kembali menjeratnya. Sesak, dan menyakitkan.

"Azura! Haaap" Lala mengagetkannya dengan menyuapkan roti sandwich ke mulutnya.

Azura yang tidak siap hanya bisa membuka mulutnya dan menggigit roti Lala. Lala tertawa terbahak-bahak melihat mulut Azura belepotan saus dari roti yang dia suapkan.

Namun Azura tidak marah. Dia menyadari, entah bagaimana, kerinduan yang menyesakkannya tadi menghilang begitu saja saat Lala memanggilnya. Tidak, tidak sepenuhnya hilang, hanya menyingkirkannya sejenak. Tawa Lala membawa kehangatan baru baginya.

"Terima kasih…" Kata Azura lirih, sangat lirih tak seorangpun akan dapat mendengarnya.

"Hehe," namun Lala tersenyum lebar, seolah bisa mendengarnya.

Krav bernafas lega melihat keduanya akur.

Setelah makan siang dan beristirahat sebentar, mereka melanjutkan latihan mereka. Kali ini Krav mengajarkan beberapa kuda-kuda dasar dalam bertarung. Azura menunjukkan ketegapan posturnya dalam memasang kuda-kuda, tak lain karena Ellaine sudah melatihnya juga. Sedangkan Lala, masih jauh dari sempurna. Kucing pun akan bisa menjatuhkannya dengan kuda-kudanya.

"Luruskan lagi tanganmu, dan tambah kekuatan di kaki kananmu. Fokus pandangan ke depan, jangan menoleh ke kanan kiri," Krav dengan sabar memberi instruksi pada Lala. Lala nyengir sembari mengikuti setiap perintah ayahnya.

Hingga sore, mereka berlatih menyempurnakan kuda-kuda mereka. Bersamaan dengan mulai terbenamnya matahari, mereka pun beranjak pulang.

Setelah membersihkan diri, mereka bertiga bergabung dengan Wald yang sedang bersantai di kursi goyang setelah seharian mengerjakan pesanan meja milik Dora.

"Bagaimana latihan kalian?" Wald bertanya pada Azura dan Lala.

"Asik kakek, asik! Az bisa mengeluarkan aura biru! Aku ingin juga mengeluarkan aura biru, biar serasi sama Az!" Lala mulai mengoceh. Wald terkikik geli.

"Kau tidak bisa memilih auramu, La. Keunikan tubuhmulah yang akan menentukan apa warna auramu," Wald memberi tahu Lala. Lala mengangguk-angguk seolah paham.

"Mulai besok, kalian awali latihan pagi dengan pemanasan. Setelah itu meditasi mengumpulkan energi dan mengontrol aura hingga siang, dilanjutkan dengan menyempurnakan kuda-kuda kalian hingga sore, seperti hari ini. Aku akan pergi ke Desa Dain dan Kota Seran selama beberapa hari untuk mengurus beberapa hal soal Andalene. Aku berharap bisa melihat perkembangan dalam penguasaan aura kalian ketika aku kembali." Krav memberi instruksi pada Azura dan Lala.

"Aku ikut," Azura mengutarakan keinginannya. Krav menggeleng menolak.

"Tidak sekarang. Aku akan membawamu lain kali, kalau kau sudah bisa menunjukkan apa elemenmu," Krav mengajukan persyaratan.

Azura mengepalkan tangannya.

"Baiklah."

"Aku juga akan berusaha agar tidak tertinggal dari Az!" Lala ikut mengepalkan tangannya. Namun kali ini wajahnya tidak menampakkan kekonyolan anak, melainkan keteguhan dan niat yang membara.

Wald dan Krav sedikit terkejut melihat ekspresi yang baru pertama kali mereka saksikan pada wajah Lala ini. Mereka saling melirik dan bertukar senyum.

'Sepertinya memang tepat mempertemukan Az dengan Lala. Mereka bisa saling membawa pengaruh baik,' batin dua lelaki ini.

Mereka tidak sadar, bahwa hubungan Azura dan Lala yang mulai terbentuk ini menjadi awal dari badai yang akan mengguncang seluruh daratan Gaia di masa depan.

Menikmati LEGENDA MAWAR BIRU? ^^

Yuk dukung Author Cirra Rei melalui laman Karya karsa. Kalian bisa memberi tips disana sebagai dukungan sekaligus memotivasi Author untuk membuat cerita yang lebih menarik lagi!

CirraReicreators' thoughts