webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Cerita [Si Paling Tahu]

Tanpa henti Asak menceritakan semua hal yang terjadi di kelas sejarah dan masa depan kala Laten tidak hadir, dia sangat bersemangat. Hal yang jarang orang tahu, Asak sangat suka bercerita. Dia tidak akan lelah menceritakan hal yang menurutnya menarik.

Tetapi dulu dia sering mendapatkan kata "Bisakah kau diam, kau banyak bicara." Kalimat itu sering kali dia terima, dan tentu saja orang yang mengucapkan kalimat itu di dominasi oleh ayahnya. Dan karena ini lah, Asak sedikit bungkam, dia hanya ingin berbincang banyak jika memang lawan bicara yang menginginkannya.

Seperti sekarang, Asak berbicara panjang kali lebar kali tinggi karena Laten memasang wajah amat penasaran. Asak merasa dihargai. Ah... terkadang hal kecil seperti melepar pandang saat berbincang sangat berguna, membuat yang berbicara merasa didengar dengan baik.

"Asal kamu tau, Laten. Kemarin ada satu pemuda dengan jubah, ah... sayang sekali aku tidak terlalu melihat jelas warna jubahnya lantaran dia duduk terlalu jauh dariku, " sesal Asak sembari berdecak sebal.

Posisi duduk Asak dengan pemuda yang sedang mereka bicarakan kala itu sangat jauh. Asak yang sengaja duduk di kursi barisan paling belakang karena sedang ngantuk berat, dan pemuda itu berada di barisan tengah menuju depan.

Seperti yang kalian tahu, terasering duduk siswa sangatlah tinggi. Asak bahkan sampai tidak bisa melihat wajah pemuda itu, jangankan wajah, warna jubah saja buram bukan main.

"Kenapa pemuda itu?" tanya Laten.

Mata Asak melirik sekitar, mendelik ke kanan dan ke kiri untuk memeriksa sekitar yang masih sepi karena jam kelas masih terbilang cukup lama, sekitar sepuluh sampai lima belas menit lagi.

"Dia membantah perkataan pembimbing Yu. Aku yakin kamu tau, Laten. Pembimbing Yu sangatlah egois, dia suka mengkritik orang lain tapi tidak suka dikritik. Dan dengan berani, pemuda itu berceletuk, mengutarakan keresahannya."

Laten makin memajukan tubuhnya, dia sangat penasaran sekarang. "Dia berani melakukan itu? Aku salut dengannya. Pembimbing Yu terkadang terlaku fanatik dengan buku terbitan pemerintah, dia tidak mau mendengar cerita sejarah versi lain."

Kepala Asaka mengangguk, setuju dengan pernyataan Laten. Pembimbing Yu hanya mempercayai apa yang ada di buku itu, buku yang dibuat langsung oleh pemerintah. Bahkan saat murid-murid bertanya perihal kemana sebagian sejarah sebelum reformasi, pembimbing Yu malah melempar tatapan membunuh khasnya.

Ayolah... semua orang penasaran dengan kisah ganjil di era sebelum reformasi. Mengapa pula era itu dibuat lenyap dari buku sejarah? Memang apa yang terjadi di era itu?

"Pemuda itu membantah pernyataan pembimbing Yu perihal jaman kerajaan hanya diisi oleh orang-orang bodoh tak berguna. Dia bahkan melempar pernyataan-pernyataan tak masuk akal."

Dahi Laten mengernyit, dia sedikit memutar pergelangan tangannya untuk perenggangan. "pernyataan bagaimana, Asak?" tanyanya dengan wajah yang masih saja mengisyaratkan rasa penasaran tinggi.

"Dia berkata jika pemerintah menutup mata perihal sejarah kerajaan, dan bagian yang tak masuk akal. Pemuda itu meyakini jika para keturunan raja masih ada, " ucap Asak sembari menggeleng kepala. "Antara percaya dan tidak, tapi entahlah. Pemuda itu sangat meyakinkan, Laten. Dan aku yakin ucapannya tidak main-main."

Laten mengangguk, setuju dengan apa yang dikatakan Asak. Ayolah... lagi-lagi kata itu yang bisa diucapkan. Semua orang tahu jika keturunan raja semua sudah punah karena peperangan yang akhirnya menghasilkan reformasi. Dan lagipula tidak ada buku sejarah manapun yang menceritakan perihal keluarga kerajaan.

Buku-buku hanya bercerita atas nama "Kerajaan" tapi tidak pernah memperjelas apa dan siapa yang berada di balik kata itu. Sungguh penasaran dibuatnya, dan karena itulah banyak sekali konspirasi yang beredar di penjuru Dikara. Termasuk dengan konspirasi yang diutarakan oleh pemuda di kelas beberapa minggu yang lalu.

"Tutup mulutmu, pembimbing Yu telah tiba, " ingat seseorang yang duduk di sebelah kanan Asak.

Pemuda itu menatap sinis, jubah hijaunya nampak sangat menawan. Asak tahu dari daerah mana pemuda itu, sangat gampang ditebak. Mungkin ini karena Asak terlampau sering membaca buku, dia jadi tanpa sadar menghapal semua daerah beserta warna jubahnya.

Laten dan Asak diam setelah pemuda tadi sedikit menggertak mereka. Bukan karena takut dengan pemuda itu, melainkan malas mencari masalah dengan pembimbing Yu yang sangat tidak suka dengan suara bincang saat dia sudah menginjakkan kaki di kelas sejarah dan masa depan.

"Baiklah, kita akan kembali membahas tentang sejarah. Oh, tentu saja sejarah. Saya bukan guru matematika, " lawak pembimbing Yu renyah, membuat semua murid terpaksa tertawa agar suasana hati pembimbing Yu tidak buruk.

Pembimbing Yu duduk di tabung dengan tutup miliknya, menekan tombol kecil di dekat betisnya. Tabung dengan tutup membawa pembimbing Yu naik, tiga meter dia atas permukaan.

"Sejarah tidak pernah membosankan, akan selalu ada hal baru jika kalian benar-benar membaca dengan jelas, " ucapnya sembari menyalakan layar hologram yang besarnya hampir sama dengan lapangan bulutangkis.

"Reformasi yang berhasil kita lalui tidak didapatkan dengan percuma, semua ada bayarannya. Lagipula apa yang gratis di dunia ini? Tidak ada sepertinya."

"Saya akan mengulang materi sebelumnya, karena saya yakin kalian tidak ada yang ingat betul percakapan kita beberapa Minggu sebelum."

"Era sebelum reformasi adalah masa kerajaan. Dan saat kerajaan runtuh, makan masuk reformasi yang dibawa oleh buyut dari Pemimpin Jerahak sekarang. Beliau adalah tokoh utama, penggagas perubahan menuju Dikara yang maju dan terdepan, " lanjutnya.

Asak menatap bosan, kenapa selalu saja buyut, kakek, ayah, si pemimpin Jerahak. Mereka hanyalah sampah menurut Asak, bahkan lebih dari itu. Menjadi pemimpin hanya karena memiliki garis keturunan, benar atau tidaknya cara mereka mengelola negara atau kota seperti urusan belakangan.

Orang-orang yang memiliki darah dari buyut buyut pemimpin Jerahak pasti diagungkan, entah apa yang buyut buyut mereka lakukan sampai pemerintahan Negara Dikara dan Kota Jerahak ada digenggam tangan mereka.

"Buyut dari pemimpin Jerahak dulu adalah seorang pahlawan, dia menyelamatkan apa yang tersisa dari perang yang disebabkan oleh perebutan kekuasaan. Para pangeran kala itu sangat egois, ingin memiliki Dikara dan menjadi yang pertama." Pembimbing Yu yang sadar telah terlalu dalam menceritakan sejarah yang bahkan tidak tertulis jelas di buku berdeham pelan.

"Ada pertanyaan?" tanya Pembimbing Yu mengalihkan perhatian.

Asak membolak-balik halaman buku di layar hologram yang ditampilkan tali penunjuk. "Dimana kutipan itu? Apa pembimbing Yu mengarang?" gumam Asak.

Pertanyaan Asak terdengar oleh pemuda dengan jubah hijau yang berada tepat di sebelah kanan Asak. Pemuda itu sedikit mendengkus, dia melirik ke arah Asak yang masih saja membolak-balik halaman. Sangat bodoh menurutnya.

"Memang tidak tertulis, Azmata. Jikalau tertulis, pasti kamu terkejut melihat wajah orang yang kamu kenal baik terpampang disana, " kekehnya sembari mengangkat tangan.