webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Kulit Madu [Si Biang Kerok]

BUK! Thom menabrak pemuda itu, mereka berdua terjatuh menyentuh lantai, saling menimpa. Sedangkan Asak tersandung tubuh Thom yang menimpa pemuda tadi, dia ikut terjatuh menimpah Thom. Jika dilihat-lihat ketiga pemuda itu seperti roti lapis selai jeruk.

"Menyingkir dariku! Aku tidak bisa bernapas!"

Pemuda dengan kulit sewarna madu itu mulai kehabisan napas, dia ditindih dua pemuda yang bisa dikata cukup berat. Rair berpikir dirinya tertimpa beton, tau-taunya ditimpa si idola dan si peringkat dua.

"MENYINGKIR SIALAN!" pekik Rair karena kedua pemuda di atasnya tidak bergerak sedikitpun. "Apa kalian mati! Heh, aku juga akan mati jika kalian tidak menyingkir, " teriaknya lemah, tangannya berusaha mendorong bahu Thom.

Tetapi sungguh, badan Thom yang lebih kecil dari Rair ternyata sangat berat. Bahkan tenaga pemuda dengan jubah kuning kotor itu tidak dapat menggeser satu senti pun tubuh Thom.

"Tunggu sebentar, aku juga suka tidak bisa berdiri jika Asak tidak bangkit!" ucap Thom yang wajahnya menyentuh kaki Rair. "Asak! Apa kamu mati? Aku akan mati mencium bau sepatu orang gila ini jika kamu tidak kunjung berdiri!" Thom sudah menahan napas cukup lama, dan inilah alasan dia tidak membalas penyataan Rair di awal tadi.

Asak sebenarnya sadar, dia tidak pingsan atau terluka, hanya pening sedikit karena kepalanya menghantam sikut Thom. Dia senang melihat wajah Thom yang memerah karena kehabisan napas, mata pemuda berjubah coklat itu juga berair karena sudah tak sanggup.

Sedangkan Rair, Asak tidak melihat pemuda itu karena wajah Rair tertutup bokong Thom. "Asak! Aku mohon, aku benar-benar kehabisan napas, " lirih Thom pelan, tidak seheboh sebelumnya.

Melihat kondisi Thom yang makin mengenaskan, dan Asak juga yakin Rair yang berada di bawah sana sama mengenakannya. Dia bangkit, berdiri tegap dan menepuk-nepuk jubahnya yang sedikit kusut.

Mata kuning Asak melirik ke arah wajah Rair yang amat memerah, dia sudah sebelas-dua belas dengan tomat masak. "Rair! Thom, berdiri! Rair akan mati jika kamu tetap tiduran seperti itu!" panik Asak sembari menendang tubuh Thom hingga pemuda itu terpental kurang lebih dua meter.

"Aduh! Kamu kasar sekali, Asak, " keluhnya. Thom mengusap perutnya yang mual karena bau kaki Rair, ah... itu hal terburuk yang pernah dia cium.

Thom berdiri, dia bergerak rusuh agar lipatan di jubahnya segera menghilang. Ya walau itu hanya sia-sia, tapi setidaknya Thom berusaha. Berusaha mengeluarkan energi lebih padahal jubahnya tetap kusut.

"Rair, apa yang kamu lakukan disini?" tanya Asak yang masih menatap heran kepada sosok pemuda berkulit madu.

Bola mata Rair bergerak-gerak, dahinya mengernyit. "Suka-suka aku, Azmata! Mengapa kamu ini senang sekali ingin tahu urusan orang? Apa kamu seorang Azmata kepo?" tanya Rair dengan nada meledek, senyum miringnya membuat Asak makin ingin mengirim pukulan kosong.

"Tapi setauku, Azmata tidak ditakdirkan untuk kepo, Asak, " sarkas Rair sembari membuang ludahnya sembarang.

Thom melompat mundur, takut jika air liur pemuda dengan surai coklat itu mengenai jubahnya. Sedangkan Asak menatap datar, dia tidak mempermasalahkan tingkah Rair karena Asak paham dia salah lantaran sudah banyak bertanya.

Jika kalian bertanya kenapa Rair bisa mengenal Asak dan Thom. Oh ayolah... kawan siapa yang tidak mengenal Azmata dan seorang idola.

"Aku minta maaf, Rair. Dan omong-omong, kepo itu apa, Thom?" tanya Asak sembari menolehkan kepala.

Pertanyaan Asak membuat mata kedua pemuda itu membola tak percaya, bahkan lubang hidung Thom dan Rair ikut mengembang. Mereka benar-benar tidak menyangka jika Asak akan senorak ini. Ya walau mereka tahu persis jika Asak kurang bergaul dan memilih menghabiskan waktu di perpustakaan bergerak.

Tapi ayolah... siapa yang tidak tahu arti kepo. Kepo adalah bahasa kuno yang kembali menjadi trend kemarin-kemarin ini. Dan ya seperti yang kalian tahu, jika ada kata yang sedang terkini dan dianggap keren. Maka para pemuda-pemudi akan mengucapkan hal itu berulang kali. Terkesan norak, tapi pemuda seperti Asak lebih norak bukan?

"Aku tidak menyangka jika Azmata yang satu ini selain kepo, dia juga norak sekali, " gumam Rair sembari melirik Thom yang ternyata juga meliriknya.

Pemuda dengan jubah coklat itu mengangguk setuju. "Dia memang norak, Rair. Ayo kita tinggalkan dia, jangan sampai kita kena virus norak dan kepo, " balas Thom sembari menarik lengan Rair.

Kedua pemuda itu meninggalkan Asak yang berteriak protes. "Jangan tinggalkan aku!"

Tidak pernah bergaul, tidak gaul, norak, kepo. Itulah Asak, Azmata yang dikatakan gagal oleh ayahnya sendiri. Jikalau Thom adalah pemuda ceria yang memiliki banyak teman, dan tentu saja ramah bukan kepalang. Maka Asak adalah kebalikannya, tidak ramah, bahkan nyaris tidak punya teman jika tidak ada Thom yang senantiasa membuntutinya dan Laten teman sekamarnya.

Ketiga pemuda itu berjalan beriringan, mereka lupa perihal kelas pelajaran kosong yang sudah terlewat beberapa menit, dan mereka juga lupa tentang pertengkaran mereka sebelumnya.

Thom dan Rair tidak henti-hentinya meledek Asak, hingga membuat wajah pemuda dengan surai pirang itu amat memerah, sampai telingadan lehernya juga ikut sewarna tomat masak.

Klok! Klok! Klok!

Tali penunjuk mereka bertiga berbunyi bersamaan, lantas ketiga pemuda itu mengangkat tangan kanan dan menekan tombol untuk melihat apa ada berita penting hingga tali penunjuk berbunyi amat nyaring.

Layar hologram dengan ukuran tiga puluh kali dua puluh centimeter terpampang jelas, ada pembimbing Ya disana dengan wajah kesal. Pembimbing Ya, pembimbing kelas pelajaran kosong menggeram marah saat ketiga muridnya itu malah melempar tatapan heran.

"Asak! Thom! Rair! Apa yang kalian lakukan di luar sana hingga tidak hadir di kelas saya? Cepat ke arena kuning sebelum kepala kalian saya ledakan dengan pukulan kosong!" teriak marah Pembimbing Ya, pembimbing pelajaran kosong yang ternyata menggunakan sistem telepon berbasis video.

"Sial! Aku lupa jika ada kelas pelajaran kosong!" teriak mereka bertiga bersamaan.

Asak, Thom, dan Rair berlari cepat. Langkah yang diusahakan untuk tetap besar membelah lorong-lorong menuju arena kuning.

"Ini semua salah kamu, Rair!" pekik Thom yang posisinya berada paling belakang.

Rair yang memimpin ekspedisi panik menuju arena kuning mengernyitkan dahi. "Kenapa aku? Ini salahmu dan Asak, Thom! Kalian yang menabrakku!" balasnya take kalah keras.

"Kalau kakimu tidak bau mungkin aku masih ingat ada kelas pelajaran kosong!" Thom mendengkus kesal, pokoknya ini salah Rair.

Asak yang berada di antara mereka memejamkan mata sebentar, menghirup udara segar untung mengisi paru-paru yang sesak karena panik dan lelah berlari.

"Semuanya salah!" pekik Asak.

"Diam kamu, Azmata!" teriak Thom dan Rair bersamaan.

Asak menggaruk kepalanya yang tak gatal. "Apa aku salah berucap? Tapi aku benar kan?" gumamnya sangat pelan.