webnovel

Kotak Hitam

Kehancuran membuatnya terpaksa keluar, menghirup udara segar, dan memenuhi takdirnya. Membantu orang yang patah arang, mengisi ambisi yang kehilangan, memenuhi hasrat para bedebah, dan mewujudkan mimpi bagi yang terlelap. Bagi yang beruntung, dia akan datang menghampiri, membantumu berdiri, dan memberi koleksi yang tak ternilai. Hanya istimewa yang terlihat, hanya letupan ambisi dan gemuruh amarah yang terdengar, dan hanya dengki yang lalu-lalang dalam penciuman. Tunggu dia, di lorong-lorong panjang, di bayang-bayang malam, bahkan di cermin-cermin tak bersisa.

Sejuan_Lee · Fantasy
Not enough ratings
156 Chs

Potongan [Candaan]

Thom menyeringai lebar, gigi putihnya yang berjejer rapih terpampang jelas. "Aku hanya ingin bermain denganmu, Asak. Apakah itu salah?"

Pemuda dengan kulit putih pucat itu menatap datar ke arah Thom, jikalau ini adalah dunia komik, mungkin akan ada petir menyambar di sekeliling Asak.

"Apa kamu mendapatkan pukulan kosong gratis? Aku sedang tidak ingin bermain, Thom. Jadi jangan ganggu aku." Asak menghela napas berat, menegakkan badannya dan kembali fokus ke layar besar yang ada di depan sana.

Pelajaran rancangan robot pertama di semester genap akan membahas perihal bab Rakit Robot Guna. Bab tersebut adalah bab yang paling dinanti semua murid kelas rancang robot, ya karena selain dapat merancang robot, mereka juga mendapat kesempatan untuk menaruh robot mereka di pameran akhir tahun Sekolah Menengah Kosong.

Pameran akhir tahun sangat melelahkan bagi Asak, karena biasanya dia juga akan mengirim lukisan besar kesana. Dia berdoa kepada siapapun yang menciptakannya agar Mey mau membantunya mengerjakan lukisan, atau mungkin siapa saja yang mau membantunya.

Jemari Asak menari di atas layar hologram yang ditampilkan tali penunjuk, membolak-balik halaman buku digital yang baru saja dikirim pembimbing. Dia memijat kepala kala melihat persyaratan yang tertulis di layar agar dia dapat ikut dalam kelas rancang robot selanjutnya.

"Kamu mau sekelompok dengan siapa, Asak?" tanya Thom dengan senyum lebar.

Asak membalas dengan senyum canggung. Sial! Kenapa harus berpasangan? Asak bisa membuat robot sendiri, ya walau terkadang akan terjadi letupan kecil atau ledakan yang membuat wajahnya penuh asap.

Tanpa pikir panjang, Asak merangkul seseorang yang berada di samping kirinya. Pemuda yang dirangkul Asak tersentak, sedikit memekik karena rangkulan Asak lumayan kencang. "Aku bersamanya, Thom. Kita berpasangan bukan?" Asak melotot ke arah pemuda itu, mencoba memberi isyarat untuk menyetujui pertanyaan tanpa kembali bertanya.

"Heh! Apa-apaan dirimu, Asak. Dia pasanganku, main rebut saja!" teriak marah pemuda berjubah silver yang datang dari arah bawah.

Asak lantas melepaskan rangkulannya, menoleh ke arah Thom yang tersenyum lebar. "Kita berpasangan lagi, Asak!" pekik Thom senang sembari merangkul bahu temannya.

Sungguh Asak hanya bisa pasrah, mau bagaimana lagi. Dia juga tidak punya kenalan lain di kelas rancang robot selain Thom. Ya, tidak apa lagi-lagi bersama Thom. Tetapi entahlah Asak hanya ingin menjauh dari pemuda yang aneh menurutnya.

"Bagaimana kalau kita buat robot penjahit?" usul Thom, jemari panjang itu tak henti-hentinya mengusap layar hologram yang dihasilkan tali penunjuk. "Terkadang pakaian performku sobek karena bergerak terlalu banyak, jadi mungkin kita bisa membuatnya.

"Aku sudah pernah buat itu Thom, di semester sebelumnya jika kamu lupa, " balas Asak datar.

Bibir Thom mengerucut, bola matanya berputar-putar sembari mencari ide lain. Sedangkan Asak, pemuda itu malah memikirkan kejadian di Hutan Kematian yang lalu. Hatinya masih sakit, tidak bisa menerima kenyataan bahwa Weq telah tiada.

Asak memejamkan matanya, berharap tenang. Namun tiba-tiba ada yang terlintas, ide gila yang mungkin saja mampu menghilangkan sedikit rasa dendamnya. Kepala pemuda bersurai pirang itu menoleh ke arah Thom yang masih saja sibuk dengan tali penunjuk.

"Thom, " panggi Asak.

Thom menolehkan kepala, dia mendelik ke arah wajah Asak yang penuh dengan keanehan. "Apa yang kamu ingin buat, Asak. Jangan mengada-ada!" ingat Thom sembari mengibas-ibas tangan kanannya.

"Untuk apa mengada-ada, Thom. Aku hanya ingin kita membuat robot serupa."

Mata Thom melotot sempurna, lubang hidungnya ikut melebar. "Kamu benar-benar gila, Asak! Kamu seharusnya tahu bahwa robot serupa sudah punya hak milik, kita tidak membuat hal yang sama dengan robot milik ayah Reka."

Asak berdecak. "Aku tidak bodoh, Thom. Aku tahu jika kita tidak bisa menggandakan suatu robot. Tapi, apa salahnya kita memiliki fungsi yang sama, berbeda ukuran dan tujuan."

"Jelaskan lebih rinci, Asak, " pinta Thom seraya membenarkan posisi duduknya.

"Robot serupa sangat besar, dia bisa membuat kloning manusia. Kita akan membuat versi lebih kecil, dan kita hanya mengkloning benda kecil. Serupa tapi tak sama, lagipula aku yakin pembimbing juga belum tau tentang robot serupa. Ayah Reka hanya bermain di situs bawah laut, Thom. Dia tidak berani ke permukaan."

Thom mengangkat kedua tangannya lebar. "Terserah dirimu, Asak. Yang penting kita berpasangan."

"Langit, bisakah kau turunkan hujan dengan petir? Aku ingin Thom kesambar dan akhirnya kita gak jadi berpasangan."

Mata Thom melotot, dia memukul lengan Asak main-main. "Jahat sekali kamu, Asak. Apa kamu tega membiarkan temanmu yang tampan, rupawan, bertalenta ini lenyap karena hak konyol?"

Kedua manik biru Asak bergulir malas. Ah... Thom sangat suka bermain drama, pantas saja dia sering masuk nominasi award dan beberapa kali menyambut piala di atas panggung megah.

"Percaya diri sekali kamu, Thom, " sarkas Asak sembari berdiri, dia berniat keluar dari kelas rancang robot. Masih sisa dua kelas lagi untuk hari ini.

Kelas kedua Asak adalah sejarah dan masa depan, berada di lantai paling atas. Dengan cepat Asak mengambil langkah, menuruni tangga dengan Thom menyusul di belakang. Asak mengernyitkan dahi, apa Thom berniat mengikutinya lagi?

"Heh, Azmata! Berhenti mengernyitkan dahimu, " ujar Thom yang sekarang duduk di cangkir, bersebrangan dengan Asak. "Aku tidak mengikutimu, aku ada sedikit urusan di lantau atas. Ah... kebetulan sekali."

Asak mengangguk paham, dia juga tidak peduli dengan urusan Thom. Dia hanya sedikit tidak nyaman jika selalu berada di sekitar Thom, entah apa salah pemuda berjubah coklat itu sampai-sampai Asak tidak mau di dekatnya.

"Kita akan bertemu lagi di kelas terakhir, jangan rindu, Asak. Berat, biar Reka saja yang tanggung, " ledek Thom sembari melompat turun dari cangkir, begitu pun dengan Asak.

"Sampai jumpa!" pekik Thom sembari berlari meninggalkan Asak.

Pemuda dengan jubah merah darah itu memicingkan mata, ekor matanya tidak lepas dari punggung Thom yang mulai menghilang. Dahi Adak mengernyit, dia benar-benar tidak mengerti mengapa Thom berjalan ke area itu.

"Bukankah disana tidak ada hal menarik? Lantas siapa yang akan Thom temui? Ah... anak itu memang aneh, " curiga Asak sembari berjalan ke arah lapisan pintu yang masih terbuka.

"Halo, Asak, " sapa Laten yang muncul dari belakang, menepuk bahu lebar Asak hingga pemuda itu menoleh.

"Eh! Laten. Senang bisa melihatmu kembali ke kelas sejarah dan masa depan, " ucap Asak dengan kekehan.

Laten tersenyum lebar, matanya menyipit lantaran ulasan itu terlalu lebar. "Kamu bisa saja, Asak. Bisa kita duduk bersebelahan? Aku ingin mendengar cerita apa saja yang aku tinggalkan karena liburan dadakan kemarin."