webnovel

Tuan Puteri Menghilang

Zuko menoleh Patih Cakra, "apa paman tadi pagi tidak ada disini?"

"Saya mengetahui tentang Kaisar Argayasa yang menghilang hanya diberi tahu oleh seorang prajurit. Sedangkan dari kemarin, saya pergi bertugas di pelabuhan," jawab Patih Cakra.

"Jadi begini paman," Zuko menjelaskan kejadian dimana para siluman datang ke kerjaan itu. "Tiba-tiba ada ratusan siluman yang menyerbu dengan ganasnya, dan meraka menginginkan Puteri Freya."

"Syukurlah tuan Zuko sudah siuman, sehingga mampu melindungi tuan Puteri Freya."

"Aku sangat khawatir dengan keadaan Freya saat ini, para siluman itu menginginkan Freya sebagai santapan untuk kehidupan abadi bangsa siluman."

"Aku juga berpikir seperti itu. Tetapi aku masih belum paham mengapa belakangan ini Puteri Freya selalu ingin disakiti," ucap Patih Cakra dengan wajah penuh dengan pikiran tentang puteri Sang Kaisar.

Zuko mengernyitkan dahinya, "apa dulu tidak pernah ada kejadian seperti sekarang ini?"

"Tidak ada sama sekali yang ingin menyakitinya. Tetapi setelah umur tuan puteri menginjak umur dua puluh tahun pada bulan lalu, tiba-tiba banyak sekali yang ingin menyakitinya."

"Aneh sekali dan ini seperti seperti dadakan saja," gumam Zuko dalam hati.

Saat itu tiba-tiba ada suara terikan seorang pelayan. "Tuan puteri, anda mau kemana."

Teriakan itu terdengar oleh Zuko dan Patih Cakra. Mereka saling pandang memandang.

"Ada apa ini paman?"

"Aku juga tidak tau tuan," jawab Sang Patih.

Saat seorang pelayan datang menemui mereka. "Tuan. Puteri Freya pergi meninggalkan kerajaan," pelayan itu sampai terengah-engah napasnya.

"Apa? Apakah Freya menaiki kuda?" Zuko beranjak dari duduknya mendekat si pelayan.

"I... Iya tuan," jawab sang pelayan.

"Tuan Zuko, mari kita kejar Tuan Puteri," Patih Cakra berlari menuju kandang para kuda tunggangan.

"Ayo paman," ucap Zuko seraya berlari mengikuti Sang Patih.

**********

"Prukkk-prukk-prukk," suara kaki dua ekor kuda jantan berlari yang ditunggangi oleh mereka.

Disekeliling hutan sama sekali tak ada Freya, rasa kekhawatiran Zuko semakin terasa ketika ia melihat jejak kaki kuda yang sangatlah banyak, padahal jalan itu sama sekali bukan jalan para penunggang kuda.

"Aku harus lebih cepat dari mereka," gumamnya dalam hari.

Patih Cakra menunggangi kudanya dengan pelan ketika sampai disebuah tebing, dia mengamati jejak-jejak kuda yang mengarah terus menjauh.

"Paman. Ini jejak kuda milik siapa?"

Sang Patih menolehkan pandangannya ke tebing. "Biasanya yang melewati sini hanya jejak para kuda milik perampok."

Mendengar kata perampok, ternyata dugaannya benar jika ini semua jejak kuda para perampok.

Langkah mereka berhenti ketika sampai disebuah jalan yang bercabang dua, jalan itu salah satunya menuju ke sebuah jalan buntu dengan tebing diujungnya.

"Paman, mari kita berpencar."

"Dijalan sebelah sana ujungnya adalah sebuah tebing curam, lebih baik saya yang kesana," ucap Sang Patih.

"Jangan paman, lebih baik saya saja yang kesana," tanpa menunggu jawaban lagi, Zuko menunggangi kudanya pergi melewati jalan itu.

"Tuan Zuko. Berhati-hatilah ketika melewati jalan itu," teriak Sang Patih yang terdengar semakin dibelakang.

Zuko mengendarai kudanya dengan kencang tanpa melihat ke kiri dan kanannya. Firasatnya mengatakan jika Freya dalam keadaan bahaya.

Hutan yang dilewatinya sangatlah gelap tertutup oleh pepohonan menjulang tinggi. Akar-akarnya merambat sampai ke jalan yang berupa tanah basah, sehingga tercetak jelas jejak beberapa kaki kuda.

Ketika sampai disebuah tebing. Ia mengentikan langkah kudanya, dihadapannya ada sekelompok perampokan yang menodongkan pisau ke Freya, dua orang memegangi gadis itu, sedangkan yang lainnya menodongkan pisau begitu banyak.

"Berhenti," teriak Zuko dengan raut wajah marah akan kelakukan perampok yang dengan berani akan menyakiti Freya.

"Hahahaha..." tawa salah satu perampokan seraya berjalan mendekati Zuko.

Dengan raut wajah marah, Zuko mengepalkan tangannya, "lepaskan gadis itu,"

Lelaki perampok itu hanya tersenyum seperti menantang, "lakukan saja kalau bisa."

Disamping Freya berdiri adalah sebuah tebing yang mengarah pada jurang sangat dalam. Dia terlihat sangat ketakutan sampai wajahnya pucat.

Perampok itu masih menodongkan pisau ke leher Freya seperti seorang pembunuh yang baru akan melancarkan aksinya.

"Bruukkk," sebuah tendangan mengenai perampok itu. Saat itu Zuko benar-benar sangat marah.

Perampok yang terjatuh itu, kini lemas tak berdaya terkena tendangan amarah seorang Kesatria.

"Jangan main-main dengan gadis itu, atau aku akan menghajar kalian." tuding Zuko pada semua perampok yang masih menodongkan pisau dengan wajah bengisnya.

"Serahkan hartamu dan aku akan melepaskan gadis ini," bentak salah satu perampok.

Ketika Zuko berjalan perlahan ingin menyelamatkan Freya. Tiba-tiba dari belakangnya, seorang perampok yang terjungkal tadi bangun.

"Bruukkk," sebuah kayu berukuran lengan orang dewasa diayunkan mengenai punggung Zuko.

Seketika ia langsung membalikkan badan ke arah perampok yang memukulnya. Beberapa tinju maut melayang mengenai perut si perampok.

Kemarahannya semakin tak terbendung. Karena dia sama sekali tidak membawa busur panah, ia hanya menggunakan tangan kosong untuk menghajar para perampok lemah yang hanya gila harta.

Ketika ia menghantam salah satu perampok sampai babak belur, teman sesama perampok menghajar Zuko dengan melemparkan sebilah pisau.

"Sreettt," tangan Zuko terluka akibat sebuah pisau terlempar mengenainya. Saat itu ia dihajar oleh empat orang perampok.

Tapi dengan tinju dan tendangan kakinya yang sangat kuat, membuat semua perampok itu tergeletak lemas.

"Jangan main-main denganku," ucap Zuko seraya memandang para perampok dibawahnya yang tergeletak lemas.

"A... Ampun tuan." Salah satu perampok itu terbangun dengan ucapan terbata-bata.

Zuko berjalan menghampiri Freya yang berdiri dengan ketakutan, wajahnya pucat dengan tubuh yang bergetar kedinginan. "Apa kamu terluka?"

"Tidak. Tapi tanganmu terluka," lirih Freya sembari meraih tangan Zuko yang mengeluarkan darah.

"Tidak apa-apa, ini hanyalah luka kecil saja," Zuko mengusap luka itu dengan tangannya. Darah masih keluar dengan perlahan.

Ketika tengah berdiri. Tiba-tiba salah satu perampok itu mendorong Freya sampai terjatuh ke jurang.

"Aaaa...." teriakan Freya yang terjatuh dari tebing menuju ke sebuah sungai.

"Freya," teriak Zuko seraya ikut melompat dari tebing itu, dia berani melakukan itu karena mempunyai kekuatan sebagai seorang kesatria.

"Byuuurrrrr," Zuko terjatuh ke sungai dengan aliran air yang sangat deras. Ia berusaha untuk naik ke permukaan.

Diantara derasnya air, dirinya mengikuti arus itu seraya mencari Freya yang entah ada dimana.

Saat itu firasatnya mengatakan jika Freya masih berada dibawah. Ia kembali menyelam ke dasar sungai mencari gadis itu.

Ketika ia menyelam sangat dalam, ternyata Freya tenggelam tak sadarkan diri. Dengan sekuat tenaga, ia mengangkat tubuh Freya menuju ke permukaan.

Karena air sungai terlalu deras, membuatnya sedikit kesulitan untuk berenang ketepian. "Bertahanlah Freya."

"Pyukk-pyukk-pyukk," Zuko berusaha dengan sekuat tenaga menuju ke tepian dengan tangan kirinya membawa Freya yang masih pingsan.

Nafasnya terengah-engah ketika sampai ke tepian sungai. Dia meletakkan Freya diatas rerumputan.

"Freya, ayo bangun," Zuko berusaha membangunkan gadis itu dengan menyentuh pipi halusnya.