webnovel

Surat Dari Raja Syailendra

"Aku akan kembali jika waktuku disini telah selesai."

"Aku jadi merasa merepotkan kamu," lirih Freya.

Zuko menatap Freya dengan tatapan datar, "tapi bagiku ini adalah sebuah petualangan yang harus aku lalui."

Ia kembali membaca surat yang berada di tangannya. Gulungan surat berwarna coklat muda dengan tulisan berwarna hitam. Ada rasa rindu dengan suasana kerajaannya sendiri.

Tapi jika ia pulang beberapa saat saja, ia khawatir dengan Freya, jika saja Medusa ataupun makhluk siluman serigala kembali akan membunuhnya.

"Zuko, pulanglah kembali ke negerimu beberapa waktu jika kamu memang rindu ingin kembali. Aku akan menjaga diriku disini."

"Tidak Freya, aku akan tetap disini untuk menjagamu selama hidupku Bagaiamana jika selama kepergianku, Medusa datang kesini lagi?"

Gadis itu menatap Zuko dengan tatapan terhanyut oleh sesuatu yang membuatnya terbawa perasaan haru akan ucapan itu.

"Freya tidurlah, karena besok pagi aku ingin mengajakmu pergi keliling daerah ini."

"Tapi aku sama sekali tidak bisa tidur sebelum ayahku kembali dalam keadaan selamat," ucap Freya dengan nada cemas.

"Permisi tuan," seorang pelayan yang tadi mengantarkan makanan dan minuman, kini mengambil sisa-sisa makanan.

"Silahkan," ucap Zuko seraya membantu meletakkan piringnya kedalam nampan yang dibawa oleh pelayan.

Setelah pelayan itu pergi. Zuko membaringkan tubuhhya ditempat itu, masih ada rasa pegal di tubuhnya walaupun sudah satu minggu lamanya kejadiannya.

"Jangan tidur disini, nanti kamu kedinginan," Freya berucap dengan menyentuh tangan Zuko.

"Memangnya kenapa? Di kerajaanku pun aku sering tidur diluar," ucap Zuko seraya bangun dari rebahannya.

"Bagaimana dengan keadaan negerimu? Apakah sangat menyenangkan disana?" tanya Freya.

Zuko tersenyum memandangi Freya yang terlihat semakin mesra dengannya, walaupun ia hanya seperti seorang prajurit bagi gadis itu.

"Di negeriku banyak sekali desa-desa kecil yang selalu aku kunjungi."

Freya semakin penasaran dengan cerita unik itu, sampai tak sadar jika dirinya menempelkan kepalanya di pundak Zuko.

Mengetahui ini, Zuko hanya diam dan merasakan hal aneh ketika dirinya berdekatan dengan gadis itu.

"Mungkin suatu saat nanti, aku bisa mengajakmu berkunjung ke negeriku ketika keadaan sudah memungkinkan."

"Tapi kapan?"

"Sampai waktu yang akan menentukan," Ia tersenyum dengan pertanyaan Freya yang sekarang sudah tidak sabar ingin ikut dengannya.

"Apakah ayahmu juga mempunyai musuh yang sering menyerang?" tanya Freya.

"Sebuah prajurit dilatih keterampilan perang untuk berperang dengan musuh, dan di negeriku banyak sekali prajurit yang setiap hari berlatih perang untuk menghadapi musuh yang tiba-tiba mengajak berperang di medan perang."

Freya terbangun dari lamunannya yang bersandar di pundak Zuko, ia mengatakan sesuatu, "kalau di negeri ini hampir setiap saat ada saja yang datang dan menyerang, sampai suatu hari salah satu Mahapatih disini tewas karena melindungiku dari tebasan sebuah pedang."

"Di kerajaan ini jumlah seorang patih ada berapa?"

"Cuma ada tiga. Dan sekarang tinggal dua saja setelah paman Arca terbunuh."

"Apakah kamu punya seorang paman juga?"

"Semua patih disini adalah paman, adik dari ayahku." jawab Freya.

"Tapi kenapa saudara-saudaramu tidak kelihatan disini?"

"Kedua pamanku hanya memiliki masing-masing seorang putera saja, dan mereka berdua sedang ditugaskan oleh paman Kerta dan Cakra untuk pergi ke seorang ahli pembuat samurai. Besok pagi adalah hari kesepuluh mereka pergi."

Pantas saja Zuko tak melihat saudara Freya, dia saja di kerajaan ini baru satu minggu lamanya, itupun lama dia pingsan dan baru terbangun hari itu juga.

"Kasihan paman Arca, apa pamanmu juga punya seorang putera?"

"Iya. Dia juga punya seorang putera, tapi kini dia pergi bersama ibunya memilih hidup ditengah hutan bersama para saudara-saudaranya," raut wajah Freya menampakkan seperti ada rasa bersalah, karena gara-gara dirinya, Patih Arca sampai tewas tertebas sebilah samurai.

Sedangkan Zuko jadi merasa iba dengan gadis reinkarnasi yang berada didekatnya itu. Hidupnya seperti tidak tenang, mulai dari Medusa yang ingin membalas dendam, dan kini raja siluman serigala yang ingin memangsanya demi hidup abadi, serta pamannya sendiri tewas akibat menyelamatkan nyawanya.

"Ibuku selalu bilang jika hidup terkadang ada kala kita bahagia, ada kalanya juga kita akan merasakan suatu kesedihan," ucap Zuko untuk membuat Freya jadi lebih menghargai hidupnya.

Saat itu ia juga heran. Kenapa sedari tadi dia sama sekali tudak melihat ibunya Freya dan para istri paman Kerta maupun paman Cakra.

Saat itu. Tiba-tiba ada seorang lelaki yang seumur dengan Kaisar Argayasa, dia berjalan mendekati Freya dan dengan senyuman ramah.

"Putera Freya. Masuklah kedalam dari pada nanti kamu kedinginan," lelaki itu yang bernama Patih Cakra.

"Tapi paman, aku tidak bisa tidur jika ayahku belum pulang," Freya terlihat sangat cemas dengan keadaan ayahnya.

"Freya. Aku akan menjamin keselamatan ayahmu," ucap Zuko yang berusaha menengkan hati tuan Puteri agar lebih tenang.

Patih Cakra ikut tersenyum ramah mendengar perkataan itu, dia menganggukkan kepala ketika Freya memandanginya.

"Baiklah, aku akan masuk ke dalam," Freya beranjak dari duduknya.

Zuko menatap Freya yang berjalan meninggalkannya di taman itu. Wangi semerbak dari gadis itu masih tercium walaupun sudah tidak terlihat lagi.

Wangi dari gadis itu sama sekali tidak berubah seperti saat pertama kali Zuko menyelamatkannya dari iblis Medusa. Wanginya bagaikan bidadari yang turun dari kahyangan, atau mungkin karena gadis itu reinkarnasi dari Dewi Athena.

"Tuan Zuko, maaf kalau mengganggu anda," ucap Patih Cakra.

"Tidak apa-apa paman."

"Semoga Sang Kaisar selamat dari para siluman itu. Tapi bagaimana ceritanya Sang Kaisar bisa sampai diculik oleh para siluman?" tanya Patih Cakra.

Zuko heran dengan pertanyaan Patih Cakra yang seakan tidak mengetahui kejadian yang sebenarnya. Pantas saja saat itu Zuko tidak melihat Sang Patih berada di Kerajaan.

"Saat itu Sang Kaisar dipanggil untuk menemui tamu, tapi beberapa saat kemudian Paman Kerta mendapatkan sebuah surat yang berisi pernyataan bahwa Kaisar Argayasa diculik oleh siluman serigala."

Patih Cakra kaget dengan cerita itu, "lalu apa maksud dari siluman itu?"

"Aku juga tidak tau paman, tapi didalam surat itu ada pernyataan jika menginginkan Sang Kaisar selamat, kita harus menyerahkan sebuah peti berisi emas."

Patih Cakra mengernyitkan dahinya, "para siluman memang haus akan harta, dia menggunakan semua hartanya untuk bersenang-senang bersama para wanita,"

"Tapi apa ada wanita yang menyukai dengan makhluk siluman mengerikan seperti?" tanya Zuko dengan heran.

Patih Cakra tertawa mendengar pertanyaan itu, dia kemudian berkata, "sebagai seekor siluman memang wujus asli mereka. Tetapi para siluman itu mampu merubah wujudnya menjadi seorang lelaki biasa tanpa sepengetahuan seorangpun, dengan sebuah kalung dileher mereka lah yang merubah wujud asli mereka menjadi manusia biasa."

Mendengar itu, Zuko teringat dengan sebuah kalung hitam yang melingkar disetiap leher para siluman serigala yang menyerangnya, "pantas saja kalung itu terlihat mencurigakan."

"Kapan kamu melihatnya?" tanya Patih Cakra.