webnovel

Tebasan Samurai Terakhir

"Itu adalah akibat dari kejahatan kalian, meminta maaflah kalian kepada sang kaisar atau aku akan membuat kalian seperti ini."

Kini hanya tinggal beberapa perampok saja yang masih hidup. Didepan mereka banyak sekali jasad terkapar yang berlumuran darah berwarna merah segar.

Zuko memasukkan kepadanya ke wadah dipunggung, ia berdiri menunggu keputusan para perampok agar bersedia mengembalikan kuda-kuda yang dirampas olehnya dan mungkin mereka akan dijebloskan ke penjara.

"Kami tidak akan sudi melakukan itu, ini sama saja kami akan masuk ke penjara jika sang kaisar memutuskan seperti itu," bentak salah seorang perampok.

Zuko berjalan ke arah para perampok itu seraya berkata. "Bersiaplah untuk mati."

Sontak para perampok yang tinggal delapan orang menghindar dengan tangannya yang masih membawa pedang.

"Rasakan ini," Zuko mengayunkan pedangnya membabi buta ke arah para perampok yang terlihat kewalahan terkena ayunan pedang.

Zuko memutar tubuhnya dengan ayunan pedang saat salah seorang perampok berlari akan menusuknya, "cresss... "

Ia kembali melompati ke arah beberapa perampok yang mencoba melawannya. Ayunan pedangnya lebih cepat dari gerakan para perampok.

Kini tinggal tiga orang perampok saja yang masih hidup dan Zuko dengan napas terengah-engah. Disekeliling penuh dengan darah yang mengalir dari tubuh perampok yang tergeletak.

Tempat itu penuh dengan bau amis darah segar segar. Tiga orang anggota perampok itu kini bergetar ketakutan tak berdaya setelah terpojok oleh Zuko yang berjalan pelan semakin mendekat dengan tatapan mata seperti kebencian.

"A.... Ampun tuan," ucap seorang perampok dengan wajah ketakutan.

Zuko sudah terlanjur marah, emosinya benar-benar sudah tidak dapat dibendung lagi. Ia berlari dan melompat ke arah ketiga perampok itu seraya mengayunkan perangnya.

"Cruuuuss," tebasan sebilah pedang samurai tepat mengenai ketiga perampok itu. Seketika mereka terjatuh dengan darah yang muncrat begitu banyak.

Zuko mendarat dibelakang mereka dengan sedikit jongkok sambil memegang sebilah samurainya yang tertancap di tanah.

Samurai yang berkilauan kini sudah berlumuran dengan darah para penjahat. Pedang itu sekarang seperti sebuah iblis yang haus akan darah. Berpuluh-puluh perampok mati tertebas pedang samurai yang ia bawa.

Para wanita yang berada dirumah itu bersembunyi entah kemana, tapi Zuko tak menghiraukan.

Waktu benar-benar sudah malam. Ia berjalan meninggalkan tempat itu dengan membawa pedangnya yang masih berlumuran darah.

Beberapa kuda milik kerajaan yang berada dikandang tampak tertidur bersama kuda-kuda lain milik para perampok yang kini telah mati terbunuh olehnya.

Suara hewan-hewan kecil mengiringi langkahnya kembali. Ketika berjalan menerobos hutan, ia melihat ada aliran sungai kecil.

Dalam benaknya, akan sangat tidak baik jika ia kembali dengan pedang yang berlumuran darah. Bisa saja para prajurit kemudian takut dengannya karena seperti seorang pembunuh.

Zuko membasuh pedang itu dengan air sungai yang mengalir jernih, kini darah itu mengalir samar-samar mengikuti aliran air yang jernih menjadi kemerah-merahan.

Tiba-tiba hujan rintik-rintik berjatuhan mengenai dirinya yang tengah berdiri memandangi hutan sunyi dan gelap. Angin berhembus dengan sepoi-sepoi menempa tubuhnya yang mandi keringat.

**********

"Tuan Zuko. Kenapa anda lama sekali, apa yang terjadi?"

Zuko mengembalikan samurai itu ke salah seorang prajurit. "Tidak apa-apa, paman. Tadi aku hanya mengejar para perampok yang ternyata jumlahnya banyak sekali."

"Itu sangat berbahaya tuan, banyak sekali orang yang telah mati dibunuh oleh mereka akibat berani melawan para perampok," ucap salah seorang prajurit.

Ia berkata dengan bohong agar para prajurit tidak menakutinya karena telah mampu membunuh para perampok dengan samurai itu. "Tapi ternyata mereka berlari lebih cepat dari yang kubayangkan."

Zuko berjalan kembali ke kamarnya, kerajaan sebesar itu sangat sepi yang hanya tersisakan beberapa prajurit yang masih beraktifitas, sedangkan semua orang telah tertidur.

"Tuan Zuko. Kenapa kami mencium bau amis dari pedang ini?" teriak prajurit.

Zuko menghentikan langkahnya setelah mendengar teriakan prajurit. "Semoga saja mereka tidak curiga," gumamnya dalam hati.

Ia sama sekali tidak menengok ke belakang lalu melanjutkan langkah menuju kamarnya agar seolah tidak mendengar perkataan sang prajurit.

Sampai didalam, dirinya melewati kamar Freya. Gadis itu tertidur dikamarnya, terlihat sangat menawan terpancar dari wajahnya.

"Freya jangan sampai mengetahui jika para perampok telah habis kubantai hari ini," ucapnya dengan lirih seraya berjalan pergi.

Ia melepaskan sepatunya yang penuh dengan tanah ke rak alas kaki. hawa dingin mulai terasa ketika tiba-tiba hujan mengguyur dengan derasnya.

"Untunglah aku sudah sampai," Ia tertidur ditengah malam yang beberapa saat lagi hampir pagi.

*********

"Paman. Zuko tidak sadarkan diri," teriak Freya yang mengira Zuko pingsan lagi.

Paman Cakra berlari sampai menabrak pelayan yang tengah membawakan makanan. "Gubrak."

Zuko terbangun dari tidurnya ketika segelas air tumpah kewajahnya karena Patih Cakra menbrak pelayan yang tengah menaruh gelas di meja.

"Nah. Tuan Zuko sudah bangun," ucap Patih Cakra.

Zuko mengusap wajahnya yang terguyur segelas air putih. "Siapa yang mengguyurku tadi?"

"Maaf, tuan Zuko. Saya tadi berlari sampai menabrak pelayan yang menaruh segelas air," jawab Patih Kerta.

"Saya ambilkan minum lagi," ucap seorang pelayan seraya mengambil gelas yang terjatuh, kemudian berjalan keluar dari kamar itu sambil menundukkan badan sopan.

"Apa tuan Zuko tadi malam pergi?" tanya Patih Cakra.

Freya memandang Patih Cakra dengan penuh pertanyaan. "Paman jangan mengarang cerita. Zuko saja setelah menemaniku pergi tidur ke kamarnya."

"Semoga tidak ada yang curiga," gumam Zuko dalam hati.

"Tapi saya tidak mengarang cerita, karena salah seorang prajurit yang berjaga tadi malam mengatakan itu," jawab Patih Cakra.

Freya memanatap lelaki didepannya, "apa kamu malam pergi mencari perampok?"

"Tidak. Aku kemarin hanya jalan-jalan keliling desa saja," jawab Zuko dengan ucapan bohong agar Freya tidak curiga jika dirinya membantai para perampok.

Patih Cakra duduk disamping Freya dengan ekspresi heran. "Tapi bukanlah kemarin tuan Zuko meminjam pedang juga?"

"Astaga. Paman Cakra lama-lama semakin menyebabkan," gumamnya dalam hati ketika hampir terpojok oleh kenyataan yang hampir tidak bisa ditutupi.

Freya memandang Zuko dengan raut wajah curiga. "Apa perkataan paman Cakra itu benar?"

Patih Cakra dan Freya menatap dirinya dengan penuh tanda tanya tentang apa yang ia lakukan tengah malam pergi dengan membawa sebilah pedang samurai.

"Aku hanya berburu ke hutan saja," jawab Zuko dengan penuh drama lagi.

"Apa yang kamu lakukan di hutan?" Freya masih bertanya tanpa ada titik berhentinya.

Zuko menggaruk rambutnya sambil memikirkan kebohongan apa lagi yang harus dikatakan. "Aku hanya berburu hewan saja, tetapi sama sekali tidak mendapatkan apapun."

"Tapi kata prajurit tadi. Tuan Zuko kembali saat tengah malam, tapi dia tidak bilang sesuatu apapun kepadaku. Tetapi saat akan mengembalikan samurai itu ke dalam rak, entah kenapa pedang itu berbau amis," ucap Patih Cakra.

"Saat tuan Zuko meminjam pedang itu dalam keadaan seperti apa?" tanya Patih Cakra yang semakin berputar.

Zuko mengehela napas panjang, ia akhirnya jujur mengatakan apa yang telah dia lakukan saat tadi malam, "Baiklah aku akan berkata jujur, tadi malam aku membunuh semua perampok di markasnya."

"Apa?" Teriak Freya dan Patih Cakra bersamanya karena kaget dengan ucapan Zuko.