webnovel

Pembantaian Seorang Kesatria

Pembantaian Seorang Kesatria.

"Apakah anda orang yang menyelamatkan gadis tadi?" tanya seorang lelaki tua sambil mengacungkan jarinya.

Zuko menodongkan pedangnya ke leher lelaki tua dihadapannya yang tidak punya sopan-santun. "Ucapkan sekali lagi perkataanmu tadi, dan aku akan mengirimmu ke alam kematian."

"Plok-plok-plok," salah seorang lelaki menepukkan tangan seperti sebuah isyarat untuk memanggil seseorang.

Ketika itu puluhan lelaki dengan wajah-wajah seorang penjahat keluar dari sebuah ruangan, mereka menatap dengan penuh rencana jahat.

Para anggota perampok kini membawa senjata masing-masing, mulai dari tongkat, pisau, hingga pedang samurai yang sama dengan dibawa oleh Zuko.

"Bruukkk," Zuko menendeng lelaki tua yang ia todongi dengan sebilah pedang sampai terjatuh.

"Apa hanya ini saja angggota kalian?" tanya Zuko dengan tersenyum.

"Apa maksudmu? Dan apa kehebatanmu sampai berlagak seperti seorang pendekar?" tanya salah satu lelaki perampok yang tengah berkumpul dengan anggotanya.

"Aku bisa melakukan ini," Zuko mengayunkan pedangnya mengenai lelaki tua yang bangkit dengan sempoyongan. Lelaki itu tercincang oleh ayunan pedang samurai yang membabi buta.

Darah muncrat dari tubuh lelaki tua perampok yang dicincang oleh Zuko, sungguh sangat mengerikan akan amarah Zuko yang kian menjadi-jadi.

Jika ia marah dengan musuhnya, ia akan melakukan serangan lebih kejam dari sebuah iblis yang murka.

Seketika puluhan anggota perampok yang melihat kejadian itu hanya terdiam tak berkutik. Terlihat dari wajah para perampok itu ada rasa takut dan marah karena nggotanya dibunuh oleh Zuko dengan biadab.

Bagi Zuko, tidak ada kata dosa ataupun belas kasihan jika itu menyangkut seseorang yang telah berani menyakiti Freya, gadis reinkarnasi Dewi Athena yang harus ia lindungi sampai titik darah penghabisan.

"Siapa lagi yang ingin pergi ke alam kematian," ucap Zuko seraya mengayunkan pedangnya untuk menghilang darah yang menempel.

Anehnya meski darah muncrat kemana-mana, tetapi tubuh Zuko sama sekali tak terkena darah sedikitpun. Hanya saja pedangnya yang penuh dengan darah.

Zuko mendekati beberapa perampok yang tadi merampok Freya di sebuah tebing, "apa kalian mengetahui siapa gadis yang kalian rampok tadi?"

"Ti... Tidak," jawab serempak perampok itu dengan terbata-bata dan tubuh gemetaran. Sedangkan beberapa perampok lainnya hanya menatap Zuko dengan rasa takut yang sama

"Gadis itu adalah puteri Kaisar Argayasa."

Para perampok itu hanya terdiam sambil membawa sebilah pisau oleh setiap masing-masing orang.

"Karena kalian telah berani hampir mencelakai gadis itu, maka tugasku disini adalah membantai kalian semua, sekarang jujur saja siapa yang telah merampok dua kuda tadi?" ucap Zuko sambil memandang para perampok yang tengah berdiri dihadapannya.

"Kami dan lelaki yang disana," ucap salah satu anggota perampok yang tadi ikut merampok, ia menunjuk ke arah lelaki tua yang tercincang hidup-hidup oleh Zuko.

Zuko hanya tersenyum sudah menduga dan teringat jika salah satu perampok tadi adalah lelaki tua yang bersimbah darah didekatnya.

"Apa di pisau kalian tadi ada racunnya?" gertak Zuko.

"Ada, tuan. Pisau itu sebelum dipakai, kami beri sebuah ramuan racun mematikan."

"Tindakan kalian tadi hampir saja merenggut nyawa sang tuan puteri, dan aku tidak akan tinggal diam karena ini menyangkut keselamatan Freya," ucap Zuko sambil berjalan pelan membelakangi para perampok.

"Benar tuan, semua pisau disini telah diberikan racun mematikan, dan salah satunya adalah ini," ucap perampok paling gemuk seraya melemparkan sebilah pisau bersama para perampok lain, sampai hampir puluhan pisau yang dilemparkan.

Tapi ternyata Zuko lebih dulu mampu membaca keadaan yang akan datang, dia dengan cepat menghindar dan menangkis dengan pedang, "criingg-criingg-criingg."

"Apa?" semua perampok kaget dengan kehebatan Zuko yang dengan cepat mampu menghindar dan memberi tangkisan. Padahal lemparan pisau beracun itu cukup cepat seperti lesatan sebuah anak panah dari busurnya.

Pisau tertancap ke tembok kayu seperti halnya anak panah. Zuko hanya tersenyum dan menatap para perampok yang ternyata cukup licik dengan menyerang dari belakang.

"Hanya itu saja kemampuan kalian?"

"Sudahlah jangan banyak bicara, lebih baik anda pergi dari sini sebelum kami bunuh," gertak salah seorang anggota perampok yang berbadan gemuk.

Zuko mengayunkan pedangnya siap untuk menebas para perampok. "Aku tidak akan pergi sebelum kalian semua menjadi daging cincang santapan harimau."

Puluhan anggota perampok itu mulai terpancing amarahnya. Mereka berjalan ke arah Zuko sambil membawa senjata berupa sebilah pedang.

Zuko berlari membelakangi para perampok itu menuju ke luar markas untuk menghadapi serangan para perampok yang sudah ia tunggu.

"Mau lari kemana kamu?" gertak para perampok seolah mereka paling hebat. Salah satu mereka melompat dan menodongkan pedang ke punggung Zuko.

Dengan cepat, Zuko memberi perlawanan dengan tangkisan pedang miliknya yang sama-sama tajam, "criing..."

Tiba-tiba empat anggota perampok lainnya mengayunkan pedangnya secara bersamaan, tapi Zuko sama sekali tak kualahan, dia menangkis empat bilah samurai yang hampir mengenai tubuhnya. "Criing.... Criing... "

"Hanya ini saja kemampuan kalian?" Zuko dengan cepat melompat dan mengayunkan pedangnya ke arah anggota perampok yang giliran menyerangnya. Ayunan pedangnya mengenai dua orang perampok sampai bersimbah darah dan tumbang.

Muncratan darah berhamburan mengenai tanah. Para perampok lain masih berusaha melumpuhan dirinya yang sudah membunuh tiga orang perampok.

Tampak dari jendela markas itu ada banyak wanita yang memandanginya dengan takjub. Zuko memang seperti seorang pendekar dengan memakai pakaian khas kesatria sebuah kerajaan dengan pedangnya yang begitu mengkilap dan berlumuran darah.

Ia menatap para wanita itu sambil melompat menghindari serangan puluhan perampok yang hampir bersamaan dengan ayunan pedang.

"Jleeeppp," Zuko menusuk salah satu perampok, darah mengalir dengan deras saat ia dengan cepat mencabut pedangnya.

Ia melompat mendendang musuh yang dengan cepat mengayunkan pedang. Tapi tendangan jauh lebih cepat mengenai musuh sampai terjatuh.

Tiba-tiba kawanan perampok itu secara bersamaan menodongkan pedangnya ke arah Zuko saat akan menyerang dengan ayunan pedang. Saat itu ia berada ditengah-tengah para perampok.

Kali ini ia sudah terkepung dengan para perampok yang jumlahnya hampir dua puluh orang mereka menodongkan pedangnya dengan wajah penuh kemenangan.

"Mau lari kemana anda?" tanya salah seorang perampok dengan tersenyum sinis sambil menodongkan pedangnya ke leher Zuko.

Samurai yang sangat tajam dan berkilau belum terkena darah sedikitpun, kini berada disekelilingnya. Tetapi Zuko sama sekali tidak gentar dengan pedang itu. Karena ia masih punya beberapa jurus yang bisa saja membuat para perampok itu mati bersamaan.

Saat itu Zuko hanya ingin perang dengan senjata saja tanpa jurus sedikitpun, meski kini dirinya terpojok dengan puluhan samurai yang bisa saja langsung menusuknya bersamaan.

"Aku tidak akan lari, karena ini belum selesai," Zuko dengan cepat melesatkan pedangnya menangkis puluhan pedang para perampok dengan cepatnya.

Ia memutarkan badan dan melompat, sampai para perampok itu mundur dan menatapnya dengan heran.

Zuko mendarat seraya menebaskan pedang mengenai beberapa perampok yang tengah mengayunkan pedang hampir mengenainya. Para perampok yang terkena pedang itu terjatuh dengan bersimbah darah.

Ditempat itu hampir penuh dengan darah yang keluar dari para perampok yang mati terkena tebasan pedang Zuko.

Ia berdiri diam ketika sisa para perampok hanya terdiam dan mundur, mereka tampak antara takut dan marah.

Zuko memutar pedang dan menatap para perampok itu, "kalian tidak akan bisa lari dariku."