webnovel

Kepulangan Sang Kaisar

"Astaga, tuan. Itu sangat berbahaya, dan bagaimana jika anda terkena senjata mereka. Semua senjata milik perampok sudah dibekali racun yang sangat mematikan jika tidak segera ditangani," ucap Patih Cakra.

"Iya, Zuko. Kenapa kamu lakukan itu? Lebih baik kamu ajak saja para prajurit untuk membantumu, kemarin saja kamu terlena sampai kita terjatuh," tambah Freya.

"Lalu bagaimana dengan lukamu? Apa sudah sembuh? Sang tabib kemarin mencari anda sampai keluar kerajaan untuk memberikan obatnya, tetapi Tuan Zuko pergi lebih dulu," tanya Patih Cakra.

Zuko melihat luka di tangannya yang terlihat sudah hilang tanpa membekas sedikitpun. "Sudah sembuh, Paman. Kemarin sudah kuberi obat sendiri."

Patih Cakra heran akan kehebatan seorang kesatria yang berada didepannya. Padahal luka yang dialami Zuko seperti luka yang menyababkan Freya kemarin sakit karena sedikit terinfeksi.

"Saya sangat kegum dengan anda, Tuan. Padahal bila luka akibat senjata dari para perampok tidak segera ditangani, akibatnya sangat buruk."

Zuko tersenyum ramah dan manganggukkan kepala. "Aku sudah terbiasa seperti ini."

Patih Cakra kembali berdiri dan pamit keluar dari ruangan itu. Hari itu, Sang Patih memakai pakaian seperti seorang pendekar dan membawa sebilah samurai di punggungnya.

"Paman akan pergi kemana? Kenapa membawa sesuatu?" Freya memandang di punggung Patih Cakra yang terdapat sebilah samurai.

"Paman akan pergi ke pelabuhan bersama para prajurit," jawab Patih Cakra, yang sedang memakai sepatunya.

Freya memalingkan pandangannya ke arah Zuko. "Ayo kita ikut Paman ke pelabuhan," ajak Freya.

Zuko menyetujui dengan mengiyakan. Itu dia lakukan untuk melepas penat di negeri orang lain, sekaligus menuruti kemauan Freya untuk pergi ke suatu tempat yang dinamakan pelabuhan.

Tapi, Patih Cakra tidak memperbolehkan Freya pergi ke pelabuhan, karena disana terkadang ada saja beberapa kelompok yang selalu berbuat rusuh dan merampas beberapa bahan makanan dari negeri seberang.

"Lebih baik, tuan puteri disini saja bersama

tuan Zuko. Karena sangat tidak baik jika kalian ikut pergi bersama Paman nanti," tolak Patih Cakra.

"Tapi aku ingin sekali kesana, ijinkan kami ikut," pinta Freya.

Belum sempat menjawab. Patih Cakra memandang kerumunan prajurit kembali ke kerajaan bersama Patih Kerta dan Sang Kaisar Argayasa.

"Syukurlah, mereka sudah kembali. Ayo kita keluar menyambut ayahmu," ajak Patih Cakra.

Zuko memandang melalui jendela yang berada dibelakangnya, ia merasa lega karena sang kaisar telah kembali dengan selamat. Tapi ia kaget dan mengernyitkan dahi karena kenapa prajurit yang kembali seperti hanya separuh saja, lalu dimana yang lainnya?

Wajah Freya langsung riang dan lupa dengan dirinya yang ingin ikut ke pelabuhan bersama pamannya. Ia menatap ayahnya yang berjalan dipapah oleh Patih Kerta dan beberapa prajurit lainnya.

"Freya. Ayo kita kesana," ajak Patih Cakra.

Tanpa menunggu lama, Freya dan Patih Cakra berjalan meningggalkan Zuko. Mereka menuju dimana Kaisar Argayasa dan para prajurit lainnya kembali.

Zuko melihat dari jendelanya, rasa bahagia dan tenang kembali ia rasakan. Karena dengan ini, Freya pasti tidak akan cemas lagi dan tidak akan pergi sendirian lagi seperti kemarin.

Freya kemarin dirampok saja sudah membuatnya membabi buta membunuh semua perampok yang berada di markasnya. Tapi sekarang Freya sepertinya sudah tenang karena ayahnya telah kembali dengan selamat.

Dari jendela, Zuko tersenyum ketika melihat Freya memeluk ayahnya dengan bahagia. Beberapa prajurit pun memberi rasa hormat dengan menundukkan kepala. Patih Cakra dan Patih Kerta saling tersenyum ikut bahagia.

"Freya. Entah kenapa, hatiku selalu merasa tenang dan bahagia ketika aku selalu melihatmu tersenyum bersamaku. Apa ini seperti apa yang dikatakan kakek itu? Kalaupun, iya. Aku akan tetap bersamamu selamanya," ucapnya dengan lirih seraya memegang kain berwarna merah sebagai hiasan jendela.

Seketika, Zuko kaget dan merasa kasihan dengan beberapa prajurit Sang Kaisar. Karena, beberapa prajurit tampak berjalan dipapah oleh prajurit lainnya berjalan masuk ke area kerajaan dengan sempoyongan.

Seharusnya saat itu, Zuko ikut membantunya menyelamatkan sang kaisar. Sehingga, mungkin beberapa prajurit tidak akan menjadi korban oleh keganasan para siluman.

Lamunannya berhenti ketika sang kaisar pingsan. sang kaisar dibawa masuk oleh Patih Cakra dan para penjaga pintu gerbang.

Zuko keluar dari kamarnya untuk melihat keadaan Freya yang pergi dari halaman kerajaan mengikuti Patih Cakra yang membawa sang kaisar.

Ia menghentikan langkahnya di kamar sang kaisar. Saat itu, hanya Patih Cakra dan Freya yang berada di kamar itu.

"Ayah," Freya berusaha membangunkan ayahnya yang tengah tak sadarkan diri ditempat tidur. Wajah Kaisar Argayasa terlihat sangat pucat, dengan bibir berwarna putih.

Perlahan, Zuko berjalan mendekati Freya. Tangannya menyentuh tangan sang tuan puteri dengan lembut. "Jangan panik, ayahmu tidak apa-apa. Dia hanya terlalu lelah saja.

"Saya akan panggilkan tabib," ucap sang patih seraya berjalan menemui tabib kerajaan yang saat itu sedang berada di rumahnya, yang tak juah dari kerajaan.

Freya mengusap airmatanya yang mentes, ia terduduk di tempat tidur dengan memegang tangan dingin dari ayahnya.

Perlahan Zuko melepas sepatu yang masih dipakai oleh sang kaisar. Sepatu itu bercampur dengan warna merah darah, tapi entah darah siapa yang berada disitu, sedangkan sang kaisar sama sekali tidak ada luka yang terlihat sedikitpun.

Ketika tangannya menyentuh kaki sang kaisar, Zuko kaget dan menatap Freya. Seluruh tubuh kang kaisar sangat dingin dan pucat terlentang diatas tempat tidurnya.

Kala itu, ia teringat pada gurunya yang pernah memberinya ilmu penyembuhan seseorang yang dalam keadaan seperti sang kaisar saat ini. Belum sempat ia mengucapkan itu kepada Freya, tiba-tiba sang tabib dan Patih Cakra sudah datang dengan membawa beberapa wadah berisi obat.

"Permisi, Tuan Puteri. Saya akan memberikan obat ini ke Kaisar Argayasa," ucap sang tabib seraya memberikan beberapa ramuan obatnya ke beberapa titik tubuh sang kaisar.

Patih Cakra mendekati sang tabib, ia membantu membawa beberapa wadah ramuan itu, sedangkan sang tabib tengah mengobati sang kaisar.

"Kenapa Kaisar Argayasa dingin sekali tubuhnya?" sontak Patih Cakra kaget dan menelan ludahnya seperti tak percaya.

Freya mengusap-usap airmatanya yang mengalir sampai ke pipi. Takut terjadi suatu hal yang tidak diinginkan menimpa ayahnya.

Ketenangan Zuko berubah menjadi sebuah kecemasan ketika mendapati sang kaisar dalam keadaan seperti ini. Sedangkan Freya yang tengah berdiri bersamanya, tak henti-hentinya meneteskan airmata. Terasa trenyuh di hati membuatnya lupa bahwa dirinya punya beberapa ilmu penyembuhan dari maha gurunya yang hidup disebuah hutan.

"Bagaimana keadaan keadaan ayahku, Paman? Apa dia baik-baik saja?" tanya Freya dengan nada sesenggukkan, dirinya masih meneteskan airmata.

Sang tabib hanya diam saja tak menjawab ketika melihat kondisi Kaisar Argayasa yang terlihat tidak baik untuk dibicarakan.

Patih Cakra mendekatkan tangannya ke arah lubang hidung sang kaisar, dia menjauh kembali seraya menundukkan kepala tak percaya dengan apa yang terjadi dengan kakaknya sebagai seorang kaisar di negeri ini.

Zuko menatap Patih Cakra dengan tanda tanya. Tetapi sang patih hanya terdiam menyatukan tangannya dengan penuh bimbang.

Saat itu, sang tabib berhenti memberikan obat ramuannya, dia berdiri dan seperti berdoa kepada Tuhan yang maha kuasa agar menyelamatkan sang kaisar.

Karena penasaran, Zuko mendekatkan jarinya untuk merasakan apakah sang kaisar masih bernapas atau tidak. Dari jarinya, hembusan napas yang kaisar sangat sedikit dan pelan sekali. Ia menempelkan tengannya ke dada sang kaisar, kali ini ia merasakan detak jantung sang kaisar sangat lambat sekali.