webnovel

Tatapan Mata Bening

"Tapi ayahku membutuhkan pertolongan seorang kesatria yang tangguh untuk menghadapi siluman serigala yang sangat ganas."

Zuko memandang Freya dengan heran, "kenapa kamu bisa mengetahui jika makhluk itu sangat ganas?"

"Karena aku hampir termakan oleh makhluk itu," jawab Freya dengan raut wajah seperti tertekan sesuatu.

"Apa? Kapan itu terjadi?"

"Sebulan sebelum kamu menyelamatkanku dari serangan Medusa. Ketika aku sedang bermain diluar kerajaan ini, tiba-tiba ada sebuah bayangan yang menyambarku dan membawaku disuatu tempat," jawab Freya, ia terlihat takut saat mengingat kejadian itu, sampai-sampai ia mendekatkan dirinya didekat Zuko.

"Lalu siapa yang menolongmu,maafkan aku yang saat itu belum menjagamu."

"Ketika aku diikat dan hampir digigit, tiba-tiba ada seorang pendekar yang sangat mirip denganmu, dia menunggang kuda pegasus berwarna emas dan membawa busur panah. Kesatria itu sangat mirip denganmu," Freya mengingat-ingat sambil memandangi wajah pria didepannya.

Zuko hanya tersenyum mendengar cerita seperti khayalan yang aneh, "mana mungkin diriku, saat itu Dewa Zeus belum memberikan kekuatan kepadaku."

"Tapi aku yakin itu adalah kamu," Freya tak mau kalah dengan perkataan Zuko yang seolah-olah itu hanya cerita khayalan.

Zuko tertawa mendengar itu, senyumannya membuat Freya terlihat malu dengan cerita yang ia katakan tadi.

"Kenapa tertawa?" tanya gadis itu.

"Ceritamu cukup menarik."

"Jangan mengejekku seperti itu, aku berkata apa adanya jika kamu sangat mirip dengan orang yang menolongku dulu," Freya memukul-mukul gemas dengan Zuko yang semakin lama menyebalkan.

"Syukurlah saat itu ada yang menolongmu."

"Memangnya ada apa jika tidak ada yang menolongku?"

"Kasihan jika gadis secantik dirimu terbunuh sia-sia."

Freya tersenyum malu dengan perkataan Zuko yang seakan menganggap gadis itu sangat berharga dan berarti.

"Aku rela pergi meninggalkan negeriku hanya untuk menjagamu sampai kamu benar-benar aman, Sampai kamu menikahpun aku akan tetap melindungimu kemanapun kamu berada."

"Maaf gara-gara aku, kamu harus meninggalkan kasta putera mahkota demi melindungiku," ucap Freya yang merasa dirinya sangat merepotkan.

"Ini bukan kebetulan, tapi takdir yang mempertemukan aku denganmu."

"Apa maksudmu, apakah kita ditakdirkan bertemu sebagai seorang sehabat?" tanya Freya dengan lirih agar tak terdengar oleh siapapun.

Zuko hanya tersenyum seraya memandangi ikan dikolam. Saat itu mereka berdua hanya sendiri tanpa seorangpun yang berada di tempat itu.

"Sudah jangan bicarakan itu lagi, tapi jika aku tinggal disini cukup lama apakah kamu mengijinkan?"

Ucapan Zuko membuat gadis itu tersenyum manis, tatapan matanya sungguh jernih, sejernih tatapan bidadari yang membuat hati terasa berdesir-desir jatuh hati.

Iringan kicauan burung memberikan nada dihari yang semakin petang, matahari hampir pergi dan berubah menjadi malam.

Seorang pelayan datang dengan membawa nampan yang berisikan penuh dengan makanan dan beberapa gelas minuman.

"Silakan dinikmati tuan," ucap pelayan itu seraya tangannya menunjuk dengan sopan ke arah makanan yang diletakkan sebuah rumah kayu.

Zuko menoleh ke arah pelayan itu seraya menjawab, " terimakasih banyak."

Pelayan itu kemudian kembali masuk, Zuko berjalan bersama Freya ke arah makanan yang tercium sangat nikmat.

"Ini daging apa?" tanya Zuko sambil mengambil piring berisi daging panggang dengan bau yang menggoda.

"Ini namanya daging rusa, coba kamu makan pasti rasanya enak," jawab Freya sambil meminum air putih di gelas.

Di piring lainnya, ada dua mangkuk berisi sayur berkuah dan nasi disebuah mangkuk berukuran besar.

Zuko menatap Freya dengan senyuman, gadis itu hanya memakan sayur di mangkuk tanpa nasi sedikitpun.

"Kenapa memandangiku seperti itu?" Freya tersipu malu.

Zuko mengambil nasi di mangkuk berukuran besar

"Apa aku tidak boleh melihatmu lagi? Kalau memang iya aku akan pergi dari sini."

"Menyebalkan," gerutu Freya.

"Apa perjuanganku ini kurang? Sampai aku tak sadarkan diri satu minggu lamanya demi menyelamatkanmu."

"Bukan seperti itu maksudku," ucap Freya sambil melahap makanan di mangkuk.

Zuko menikmati daging rusa panggang yang belum pernah ia makan sebelumnya, biasanya di negerinya tak pernah memasak daging seekor rusa.

"Enak sekali makanan ini," ucapnya yang tak sengaja.

Freya tersenyum mendengar perkataan itu, "aku ambilkan lagi ya."

"Tidak usah, aku sudah agak kenyang."

"Tidak apa-apa," ucap Freya seraya berjalan masuk mengambil daging rusa panggang yang sangat nikmat.

Zuko mengamati disekelilingnya, walau hanya sebuah taman, tapi tempat itu sangatlah luas dan cerah terkena sinar obor api disetiap sisi tembok yang menjulang tinggi.

Disekelilingnya sama sekali tidak ada penjaga yang berada ditempat itu, bahkan lalu lalang pelayan maupun prajurit sama sekali tidak ada juga.

Beberapa saat kemudian Freya membawa sebuah piring yang ukurannya sangat besar, dengan isi daging rusa panggang yang jumlahnya banyak sekali, "habiskan saja kalau kamu suka."

Zuko menelan ludah antara rasa tidak sabar ingin memakan dan kagum dengan makanan lezat yang begitu banyak.

"Aku tidak mungkin bisa menghabiskan sebanyak ini."

"Tapi seorang kesatria pelindung membutuhkan asupan energi yang banyak," Freya tersenyum sampai tak sadar menyuapi Zuko dengan daging panggang itu.

"Deg, seeeerrrrr..." suara jantungnya berdebar lalu berdesir ketika sebuah tangan bidadari berada didepan wajahnya.

Zuko menerima suapan itu tanpa berpikir panjang, kedua matanya menatap wajah manis dari Freya yang tanpa sengaja melakukan itu.

"Ya ampun, maaf Zuko," Freya mencengkeram tangan kanan yang digunakan untuk menyuapi Zuko tadi, dengan raut wajah agak malu.

Zuko tersenyum menatap gadis didepannya yang terlihat salah tingkah dengan raut wajah agak malu dengan tingkah anehnya sendiri.

"Ada apa denganmu, kenapa sampai berkeringat?"

"Aku tidak apa-apa," jawab Freya sambil mengusap keringat di dahinya.

Ketika itu, ada seorang penjaga kerajaan yang datang menemuinya dengan membawa sebuah gulingan surat.

"Permisi tuan Zuko, ada sebuah surat untuk anda," penjaga itu menyerahkan sebuah gulingan yang berisi surat, dengan kepala menunduk hormat.

Zuko menerima kertas itu dengan wajah ramah, "terimakasih paman."

"Sama-sama tuan," si penjaga kemudian berjalan meninggalkan tempat itu, ketika sebuah gulingan surat sampai ke tujuannya.

Zuko membaca sampul gulingan itu, ini tidak asing lagi bagi dirinya jika itu sebuah surat kiriman dari kerajaan Syailendra.

Freya mendekat dan ikut melihat surat itu dengan penasaran, "Zuko, itu surat dari siapa?"

"Ini dari kerajaan Syailendra."

Zuko perlahan membuka selembar kertas yang masih tergulung tapi, dibacanya surat itu yang berisi tentang pernyataan agar dirinya segera kembali ke kerajaan jika tugasnya sebagai seorang Kesatria telah selesai.

"Zuko, apa kamu akan kembali ke kerajaanmu lagi?"

"Tidak Freya, karena tugasku sebagai seorang kesatria yang melindungimu baru dimulai, dan masih sangat panjang perjalananku disini untuk selalu melindungimu."

Sebenarnya Zuko memang sangat ingin segera kembali ke kerajaannya sebagai seorang Putra Mahkota. Tetapi kini ia tak bisa meninggalkan Freya, dalam hatinya ada rasa tersendiri yang tidak mampu ia ucapkan.