webnovel

Menyelamatkan Sang Kaisar

"Jawaban kematian akan datang kepada kalian, jika peti emas tidak segera kalian serahkan." ucap siluman serigala sambil berjalan membelakangi.

Zuko menendang makhluk siluman itu sampai terpental jatuh, "bruukkk."

"Jika sampai terjadi apa-apa dengan Kaisar, aku akan mengirim kalian ke alam kematian," Zuko mengancam dengan sungguh-sungguh penuh amarah.

"Wuusssssh," seketika semua makhluk siluman yang berada dihadapannya menghilang secara misterius.

Patih Kerta berlari menghampiri Zuko, "tuan Zuko, kemana perginya siluman tadi?"

"Aku juga tidak tau paman, ini semua aneh sekali." Zuko mengambil kalung pegasus ditanah, kuda yang gagah tadi berubah kembali menjadi sebuah kalung berlambangkan pegasus.

Ia berjalan kembali ke kerajaan sambil membawa busur panah miliknya, "lebih baik kita selamatkan Kaisar Argayasa sekarang juga."

"Aku juga sepemikiran denganmu tuan," ucap Patih Kerta yang berjalan mengikuti kembali ke dalam kerajaan.

Tiba-tiba dari atas langit terdengar suara tawa menggelegar, "hahahaha."

"Suara apa itu?" ucap Zuko seraya memandangi disekelilingnya.

Patih Kerta kaget ketika menghadap ke langit, "raja siluman masih hidup."

"Apa?" Zuko kaget, dia memandang ke atas, ternyata raja makhluk siluman yang dibunuh tadi masih hidup dan kini terbang diangkasa menaiki seekor burung gagak raksasa.

"Zuko, sekuat apapun tenagamu tidak akan mampu membunuhku," suara siluman itu sungguh sangat keras dan mengerikan, kemudian tiba-tiba menghilang dibalik awan putih

Patih Kerta saat itu teringat sesuatu, "Maaf tuan Zuko, aku sampai lupa kalau sebenarnya, raja siluman itu tidak akan pernah bisa dibunuh oleh siapapun."

"Pantas saja dia tidak mati, padahal jurusku tadi sangat mematikan," gumamnya dalam hati.

"Tuan patih, ijinkan saya menyiapkan prajurit," ucap ketua prajurit.

Patih Kerta menganggukkan kepalanya, "silahkan."

"Baik tuan, terimakasih," ketua prajurit kemudian berjalan masuk ke kerajaan bersama para prajurit samurai lainnya.

Zuko berjalan bersama Patih Kerta masuk ke area kerajaan kembali, ia akan menghampiri Freya yang sedari tadi khawatir dengan keadaan ayahnya.

Ketika masuk ke pintu gerbang, terlihat beratus-ratus pasukan berkuda membawa pedang samurai di punggungnya tengah berbaris rapi siap untuk berangkat.

Seorang ketua prajurit berjalan menghampiri Patih Kerta, "tuan patih. Saya sudah menyiapkan pasukan untuk menyelamatkan r

Kaisar Argayasa,"

"Benar sekali, ini tidak ada waktu lagi untuk ditunda," ucap Patih Kerta.

Keadaan saat itu tiba-tiba berubah menjadi genting dan penuh dengan kekhawatiran keselamatan sang Kaisar.

Patih Kerta berjalan menaiki kusir yang sudah tersiap diantara barisan pasukan berkuda.

"Paman Kerta, biar aku saja yang membawa kusirnya."

"Jangan tuan," Ketua prajurit mendadak berkata aneh.

Zuko memalingkan pandangannya ke arah ketua prajurit yang melarangnya tadi, "tapi paman, aku khawatir dengan keselamatan kalian jika harus menghadapi ratusan makhluk seperti tadi."

Patih Kerta berjalan mendekat seraya berkata, "benar apa yang dikatakan prajurit kita, lebih baik tuan Zuko tetap disini untuk menjaga tuan puteri, karena tuan Zuko lah yang mampu melindungi Puteri Freya dari serangan apapun."

Ia mendengarkan apa yang dikatakan Patih Kerta yang ada benarnya, disini ia bertugas sebagai pelindung Freya dan jangan sampai lengah oleh masalah lain.

"Lagi pula, tuan Zuko baru saja siuman setelah seminggu yang lalu tak sadarkan diri, lebih baik beristirahatlah," ucap Patih Kerta lagi.

Zuko menundukkan kepala hormat dengan para prajurit dan Patih Kerta, "kalau begitu, saya ijin masuk ke dalam."

"Silahkan tuan, beristirahatlah dulu dan jika butuh makanan bilang saja dengan pelayan makanan," Patih Kerta membalas dengan senyuman.

"Baik paman, terimakasih," Zuko berjalan masuk kembali ke kamarnya tad. Badannya memang masih terasa pegal akibat dari seminggu yang lalu jatuh dari kuda terbang miliknya.

Ia berjalan santai menuju ke dalam kamar, sesekali ia menoleh ke arah prajurit yang gagah dan berani siap bertempur melawan ratusan siluman serigala, itu semua mengingatkannya pada prajurit di kerajaan Syailendra.

"Tuan Zuko, apa anda membutuhkan makanan?" tanya seorang pelayanan yang kebetulan melewati dirinya.

"Tolong tunjukkan saja dimana kamarku tadi," ucap Zuko yang lupa dengan letak kamarnya tadi.

Pelayanan itu dengan tersenyum memberitahu kamar yang dimaksud, "mari ikuti saya tuan."

Zuko berjalan mengikuti seorang pelayan yang menunjukkan akan menunjukkan kamarnya.

Disisi kiri dan kanannya ada beberapa kain berwarna merah sebagai penghias disetiap pintu.

"Terimakasih," ucap Zuko ketika sampai didepan kamarnya.

"Sama-sama tuan, jika butuh makanan atau bantuan bilang saja dan jangan sungkan," pelayan itu dengan hormat menundukkan badan dan berjalan pergi.

Ketika ia masuk ke kamarnya, ia heran dengan bau wangi yang begitu semerbak, "bau apa ini?" Gumamnya dalam hati.

Dibukanya lemari kayu tempat menyimpan busur panah, ia meletakkan busur dan anak panah yang masih tersisa ke dalam lemari itu.

Terdengar suara terompet yang begitu keras dari arah para pasukan berkuda tadi. Zuko membuka jendela di kamar itu, ia menyaksikan keberangkatan ratusan pasukan bersama Patih Kerta yang menaiki sebuah kusir.

Saat itu ia tidak tahu dimana Freya, terakhir ia bersama seorang pelayan lain.

Zuko keluar dari kamarnya, ia berjalan tanpa arah didalam kerajaan itu. Beberapa prajurit dan pelayan tengah lalu lalang didekatnya. Dilihatnya disetiap sisi tak ada Freya disitu.

"Tuan Zuko, anda mencari siapa?" tanya seorang prajurit yang melewati dirinya.

Zuko menoleh ke orang yang menanyainya, "apa anda melihat dimana Puteri Freya?"

Prajurit itu tersenyum dengan pertanyaan Zuko, "tuan puteri ada ditaman sebelah sana."

"Baik, terimakasih paman," ucapnya seraya berjalan menuju taman dimana Freya berada ditempat itu.

Ia melewati seperti sebuah jalan yang sangat sejuk terkena angin, tikar berwarna merah melapisi sebuah lantai.

Ketika sampai di taman, ia memandang dengan takjub karena pesona taman itu bagaikan kebun yang sangat luas.

Ada beberapa ekor burung dan kelinci yang dibiarkan berkeliaran dengan alami.

Ia memandangi sebuah kolam ikan, disana Freya tengah duduk di pinggiran kolam dengan pakaian kebesarannya sebagai seorang puteri kaisar.

"Tuan Puteri apa yang kamu lakukan?" Zuko ikut duduk di dekat gadis itu, ada rasa berbeda ketika duduk dengan reinkarnasi Dewi Athena.

Rasa itu entah kerena apa, bisa saja karena Freya adalah reinkarnasi Dewi Athena, atau karena Zuko yang tak pernah duduk bersama wanita seumur hidupnya.

Freya menolehkan pandangannya, "Zuko, syukurlah kamu tidak apa-apa, aku tadi kaget mendengar ledakan dari peperangan.".

"Tidak apa-apa, itu hanya sebagian kecil dari jurusku, dan sekarang makhluk siluman tadi telah pergi," ucap Zuko, ia tak mengatakan maksud sebenarnya raja siluman tadi yang ingin memangsa Freya demi keabadian hidup para siluman.

Ia memandangi ikan kecil yang berwarna-warni tengah berenang dengan gembira bersama anak-anaknya.

Tiba-tiba raut wajah Freya kembali mengekspresikan kekhawatiran, "Zuko, bagaimana dengan ayahku?"

"Tadi Paman Kerta dan para pasukan berkuda sudah berangkat ke hutan Flores." Zuko menatap Freya yang terlihat sedih.

Hari itu, matahari kian turun ke sisi barat, dengan sebuah hari yang kini berubah menjadi sore.

"Tapi kenapa kamu tidak ikut?" tanya Freya.

"Tadi sebenarnya aku akan ikut, tapi Paman Kerta dan ketua prajurit melarangku."

"Memangnya kenapa?" tanya Freya yang terlihat penasaran.

"Bagaimana jika kerajaaan ini diserang ketika aku pergi meninggalkanmu."