webnovel

Pembalasan Seorang Kesatria

"Astaga, tuan. Itu sangat berbahaya." ucap kedua prajurit itu hampir bersamaan.

"Kalian jawab saja dimana markas para perampok itu berada, karena aku tidak suka dengan orang yang berani menyakiti Freya."

Salah satu prajurit itu mengatakan sesuatu, "tuan jalan saja ke arah selatan dan akan menemukan sebuah jalan kecil, lewati saja jalan itu sampai menemukan sebuah rumah yang sangat besar. Disitulah markas para perampok."

Zuko memalingkan pandangannya ke arah hutan sebelah selatan, benar-banar sangat gelap dan paling mengerikan. Tapi itu tak membuatnya takut.

"Terimakasih, Paman, aku akan kesana sebentar."

"Tunggu, tuan. Kami akan menemani anda sampai ke tujuan."

Zuko menolak tawaran kedua prajurit itu, "jangan, paman. Aku takut identitas kalian sebagai prajurit diketahui oleh para perampok itu, nyawa kalian bisa terancam."

"Tapi, tuan. Kami hanya ingin mengantarkan saja."

Saat itu Zuko tetap bersikeras untuk menolak tawaran agar ditemani sampai ke tujuan. Dia hanya ingin membantai para perampok itu sendiri saja.

"Paman disini saja untuk berjaga, biarkan aku sendiri saja yang pergi kesana."

"Kalau keinginan tuan Zuko memang seperti itu, kami tidak bisa memaksa lagi."

"Terimakasih paman, aku pergi sebentar," Zuko menundukkan kepala lalu pergi menuju ke hutan yang dimaksud.

Ketika berjalan beberapa langkah, ia teringat kalau para perampok pasti memiliki senjata untuk melawannya.

"Paman. Boleh aku pinjam pedang sebentar?"

Salah satu prajurit yang masih berdiri dibelakangnya menganggukkan kepala. "Tentu saja boleh, tuan."

prajurit itu berjalan masuk untuk mengambilkan sebilah samurai yang berada di rak tempat berlatih samurai para prajurit.

"Wuuusshh," angin malam benar-benar berhembus dengan dinginnya membuat bulu kuduk berdiri.

Ia mengamati hutan belantara yang sangat dekat dengan Kerajaan ini, dalam benaknya ada tanda tanya kenapa kerajaan ini sangat dekat dengan hutan, sedangkan desa tempat tinggal para penduduk tidak diketahuinya.

"Tuan Zuko. Tetaplah berhati-hati dalam menggunakan pedang ini," ucap sang prajurit seraya memberikan sebilah samurai.

"Terimakasih, paman. Kalau begitu saya pamit keluar dulu," Zuko menerima pedang itu lalu dikalungkan ke tubuhnya dengan tali pengait di wadah samurai.

"Silahkan, tuan. Berhati-hatilah."

Zuko berjalan menuju ke markas para perampok, rasanya sudah tidak sabar lagi ingin membantai semua perampok itu sampai tuntas.

Jalanan yang licin dan berair terus dilaluinya dengan sebuah sepatu di kakinya. Semakin masuk ke dalam, keadaan hutan itu semakin gelap. Hanya kelihatan sedikit saja yang masih ada rongga rerimbunan pohon.

Sampai di sebuah sungai kecil dengan air yang sangat bening terkena cahaya bulan, ia mencuci tangan dan membasuh wajah. Bebatuan kecil-kecil menjadi dasar sungai yang sangat dingin airnya.

Ia memandangi disekelilingnya yang berupa hutan belantara dan sama sekali tidak ada jalan kecil di tempat itu, padahal ia sudah berjalan cukup jauh masuk ke hutan sisi selatan kerajaan.

"Apa aku salah jalan ya?" gumamnya dalam hati.

Tapi itu tak membuatnya mengurungkan niat, ia kembali melanjutkan langkah ke arah selatan masuk ke hutan.

Selama melanjutkan langkah, ada saja hewan-hewan malam yang berjalan melaluinya, mulai dari burung hantu dan ular kecil yang tiba-tiba melintas dengan cepatnya.

Orang biasa tak akan berani berjalan sendirian ke arah hutan itu, karena bisa saja ia dihadang dulu oleh sekelompok perampok yang selalu mengambil harta orang-orang yang melewati sebuah jalan ataupun hutan disaat malam hari.

Beberapa langkah kemudian, sampailah dia disebuah jalan yang cukup sempit dengan jejak kaki kuda yang masih tertinggal jelas.

"Ini pasti jejak kuda para perampok," ucapnya dalam hati.

Ia berjalan pelan mengikuti jejak kaki kuda yang terlihat samar-samar di gelapnya malam. Jejak itu terlihat sangat banyak dan tak hanya satu atau dua kuda saja, melainkan hampir jalan itu penuh dengan jejak kaki kuda.

Sebuah bangunan yang terbuat dari kayu berdiri beberapa meter didepannya, ditempat itu ada beberapa lelaki dan wanita tengah duduk bersama sambil meminum sesuatu.

Tempat itu seperti sebuah tempat terkutuk, dimana beberapa lelaki dan wanita yang tengah bersenang-senang dan bisa saja mereka bermaksiat.

Zuko mengambil pedang di punggungnya dengan tangan kanan, ia masih bersembunyi dibalik pohon besar sambil memandangi sebuah rumah yang dimaksud dengan markas para perampok.

Saat tengah mengintai, ia mendengar suara beberapa ekor kuda. Suara itu terdengar dengar jelas, dan ternyata beberapa ekor kuda tengah berada di kandang sebelah kanan markas itu.

Ia memalingkan memandangi kandang kuda dari kejauhan, beberapa kuda itu ada dua ekor kuda milik kerajaan yang dibawa lari para perampok tadi.

"Kurang ajar. Lihat saja, mereka akan kuhabisi saat ini juga," ucapnya dengan lirik agar tidak terdengar.

Saat itu ada seseorang yang membuka pintu rumah dan mengajak para wanita yang tengah bersama para lelaki masuk ke dalam. Entah apa yang akan mereka lakukan jika beberapa wanita dan lelaki didalam satu rumah.

Ketika yang diluar tinggal tiga orang lelaki yang tengah meminum sesuatu sambil mengobrol. Zuko baru sadar jika salah satu orang itu adalah para kumpulan perampok yang tadi menyakiti Freya dengan pisau.

Seketika amarah Zuko seperti sudah tidak bisa dikendalikan lagi. Dia berjalan menghampiri tiga orang itu dengan membawa sebilah samurai yang sangat tajam dan berkilau terkena cahaya api penyinar tempat itu.

"Jadi ini tempat kalian?"

Seketika ketiga orang itu kaget dengan kehadiran Zuko yang tengah datang dengan membawa sebilah pedang samurai.

"Siapa kamu?" tanya salah satu lelaki itu. Tapi orang yang tadi ikut merampok dan menyakiti Freya berjalan masuk ke dalam markas dengan wajah ketakutan.

"Aku hanya ingin membalas sebuah kejahatan yang sangat memalukan," Zuko berucap dengan menyindir akan pekerjaan mereka yang bisa dinilai sangat memalukan.

Dua lelaki itu lantas mengambil sebuah pisau dan ditemparkan ke arah Zuko.

Tapi Zuko dengan cepat menangkis dengan pedangnya, "criing-criing-criing."

Tangkisan bagaikan seorang pendekar samurai ulung. Padahal ia belajar cara menggunakan samurai baru hari itu, tapi kehebatannya sebagai seorang kesatria tidak bisa diremehkan lagi.

Kedua lelaki itu sampai ketakutan dan masuk ke dalam markas dengan ekspresi dan tingkah laku ketakutan.

Saat itu wajah Zuko yang tampan berubah menjadi menakutkan dengan raut wajah kemarahan. Ia berjalan menuju pintu itu.

Ia sempat beberapa kali membuka pintu itu, tapi sama sekali tidak bisa dibuka. "Buka pintunya, atau kalian semua akan kuhabisi," gertaknya dengan wajah merah padam.

"Buka saja kalau kamu bisa bodoh," teriak salah seorang dari dalam. Lalu terdengar tawa orang-orang yang seakan meledek.

"Akan kubuat kalian semua menyesal," ucap Zuko dengan bengis.

"Brruuuaakkk," sebuah tendangan kaki Zuko mengenai pintu itu sampai roboh.

Semua orang yang berada ditempat itu tercengang kaget dan seperti ketakutan. Padahal ada empat orang yang menahan pintu itu agar tidak bisa dibuka. Tapi ini memang sangat mustahil yang hanya bisa dilakukan oleh seorang kesatria.

Satu tendang Zuko mampu mengalahkan empat orang yang menahan pintu itu.

Para wanita yang berada ditempat itu lari masuk ke sebuah ruangan. Dan kini empat orang yang terjungkal karena menahan pintu tak sadarkan diri tertimbun oleh pintu yang cukup besar.

Zuko menatap puluhan perampok yang berada di tempat itu dengan penuh amarah.

"Siapa diantara kalian yang telah merampok kuda milikku?" tanya Zuko sambil berjalan mendekat dan menodongkan samurainya.