webnovel

Obat Dari Bunga Teratai

Dari depan pintu sang kaisar. Zuko berdiri termangu melihat Freya menemani sang kaisar yang masih belum tersadar.

Kamar sang sang kaisar terlihat sangat cerah karena bagian tembok yang jebol terkena sinar matahari pagi.

Perlahan Zuko berjalan mendekat Freya. Tangannya menyentuh gadis itu perlahan dengan penuh iba. "Freya!"

Tatapan mata Freya menatap dengan linangan air mata yang berkaca-kaca, menampakkan kesedihan tatkala ayahnya masih belum tersadar.

"Bagaimana Freya? Apakah paman tabib masih belum mendapatkan obat untuk ayahmu?"

Freya menggelengkan kepala dengan raut muka cemberut. Ia duduk di tempat tidur sang kaisar sambil mendekap tangan ayahnya yang masih terasa dingin. "Paman tabib masih belum memberi obat lagi."

Wajah dan tubuh sang kaisar masih dingin dan pucat, bagian matanya yang tertutup menampakkan ada sedikit warna kehitaman, sedangkan bagian bibirnya berwarna sangat putih.

Zuko semakin khawatir dengan keadaan sang kaisar jika keadaannya masih seperti ini. Mengingatkannya pada kakaknya dulu yang mati dengan keadaan dan penyebab yang hampir sama dengan keadaan sang kaisar.

Perlahan matanya ikut berkaca-kaca ketika mengingat kakak kandung laki-lakinya yang meninggal ketika dirinya masih sangat kecil. Kakaknya bernama pangeran Zain yang mati karena dimasuki oleh roh siluman jahat.

Tapi Zuko sama sekali tidak mengetahui roh siluman apa yang merasukinya, karena ayah dan ibunya tidak memberitahukan.

Beberapa saat kemudian, tabib kerajaan dan patih Cakra datang dengan membawakan beberapa ramuan.

"Tuan Puteri! Ramuan ini mari kita minumkan ke Tuan Kaisar," ucap tabib seraya membawa segelas ramuan racikannya.

"Paman! Apa ada obat yang lebih mujarab untuk mengobati tuan kaisar?"

"Iya, Paman. Apa ada obat yang lebh cepat dalam mengobati ayahku?" tanya Freya.

Tuan tabib hanya diam, ia perlahan meminumkan ramuannya untuk kaisar Argayasa.

Mereka hanya bisa berdoa agar kaisar segera sadar dari ketidak sadarkan diri. Berbagai obat dan ramuan paling ampuh yang di buat oleh sang tabib sama sekali tidak mempan dalam menyembuhkan kaisar Argayasa.

Setelah tuan tabib meminumkan segelas ramuannya, sebuah reaksi yang tidak terduga terjadi, kaisar Argayasa memuntahkan ramuan dari mulutnya walaupun dalam keadaan tidak sadarkan diri.

"Ada apa, Paman? Kenapa Kaisar memuntahkan ramuannya?"

"Iya, Tuan Zuko. Sepertinya tubuh kaisar Argayasa tidak mau menerima ramuan ini," jawab tuan tabib.

Sepertinya sudah tidak ada lagi jalan untuk mengobati kaisar Argayasa selain berdoa dan memohon keselamatan.

Tuan Tabib menaruh semua ramuan ke atas meja berwarna kecoklatan tua. Kemudian patih Cakra membalik dan menatap tembok yang telah jebol.

"Paman! Apa tidak ada pengobatan lain selain itu?" Zuko berjalan mendekati tuan tabib.

"Kalau sudah seperti ini, tidak ada jalan lain selain pergi ke lembah kematian untuk mengambil obat paling ampuh di dunia ini," ucap tuan tabib dengan tatapan bimbang akan ucapannya yang begitu berat untuk dilakukan.

"Kalau begitu tunjukan dimana arahnya dan aku akan pergi kesan," ucap Zuko dengan yakin.

"Jangan! Itu sangat berbahaya jika anda pergi sendirian kesana, Tuan." Sergah patih Cakra dengan sopan.

Zuko memalingkan pandangannya ke arah patih Cakra yang berada di belakangnya, menatap dengan tatapan penuh pertanyaan.

Tuan tabib menganggukkan kepala menanggapi ucapan patih Cakra. "Seribu prajurit sekalipun, pasti akan habis di sana sebelum menyentuh apa yang akan diambilnya."

"Memangnya ada apa disana? Kalau hanya melawan musuh sekalipun, saya tidak akan takut. Buktinya saja raja siluman bisa saya kalahkan sampai tewas disana." Zuko menujuk ke arah luar melalui tembok kamar yang telah jebol.

"Memang anda cukup kuat untuk menghabisi raja siluman, tetapi saya tidak yakin untuk membunuh siluman harimau bersayap dan membawa bunga teratai untuk obat sang kaisar," ucap tuan tabib kemudian menghembuskan napasnya dengan pelan.

Tapi Zuko tetap bersikeras untuk datang ke lembah yang dimaksud oleh tuan tabib. Jiwa kesatria nya telah membara, seperti ketika dirinya mendapatkan kekuatan pertamanya untuk melindungi Freya dari serangan Medusa.

Sebuah lembah yang dimaksud tuan tabib kerajaan adalah lembah kematian tempat dimana para makhluk dan roh jahat penunggu berada di tempat itu dan menunggu tanaman bunga teratai suci.

"Jika memang hanya bunga teratai saja obatnya, saya akan menyiapkan pasukan berangkat malam ini juga." Patih Cakra berjalan keluar meninggalkan kamar kaisar Argayasa.

Sebelum keluar, patih Cakra mendekati Freya sebentar dan mengucapkan sesuatu, kemudian berjalan keluar melalui pintu.

Freya menganggukkan kepala sebelum patih Cakra berjalan meninggalkannya. Sedangkan Zuko hanya berdiri termangu merasakan keadaan yang semakin memburuk.

Zuko melangkahkan kaki menuju tempat dimana patih Cakra tengah menyiapkan prajurit. "Freya! Kamu disini saja! Aku akan ikut paman Cakra membantu mengambil bunga teratai untuk ayahmu."

"Tapi...." Freya menghentikan ucapannya ketika ingin melarang Zuko untuk ikut, tapi disisi lain Zuko sangat mumpuni dalam berperang dan berkelahi melawan musuh seperti apapun, walaupun dengan Medusa masih sempat kalah karena perbedaan tingkat kekuatan.

"Hanya ini yang bisa kita lakukan. Doakan saja perjalanan ini berhasil dan mendapatkan bunga teratai itu," pinta Zuko.

Freya menganggukan kepala seraya menatap Zuko dengan penuh harapan. Ketika itu Zuko pergi ke tempat dimana patih Cakra sedang mempersiapkan pasukan.

Puluhan pasukan telah berdiri dengan membawa samurai di punggung mereka masing-masing. Kuda hitam telah berbaris rapi bersama para penunggangnya, yaitu para prajurit samurai.

"Paman! Lebih baik kira berangkat sekarang saja!"

Patih Cakra menatap Zuko dengan ragu. "Tapi, Tuan Zuko. Kalau anda ikut, siapa yang akan menjaga tuan puteri Freya di Kerajaan? Sedangkan belakang ini banyak musuh yang datang ingin menyakitinya," tanya patih Cakra dengan nada resah.

"Tidak apa-apa, sepertinya tidak akan terjadi apa-apa dengannya," jawab Zuko singkat, seolah ia mampu membaca apa yang akan terjadi nanti seperginya bersama patih Cakra dan para prajurit.

Dari sebuah gapura kecil di belakang para pasukan berkuda barbaris, beberapa pasukan datang lagi dan berbaris membelakangi, dengan setiap baris terdiri dari dua pasukan berkuda.

Kuda yang di tumpangi para prajurit juga bukan kuda sembarangan, melainkan kuda jantan berwarna hitam khusus untuk berlari maupun bertempur di medan perang.

"Baiklah kalau tuan Zuko ingin ikut bersama kami, pakailah kuda yang berada disana!" Patih Cakra menunjuk ke arah kuda putih yang memakai kalung berwarna keemasan.

"Kuda apa itu, Paman? Kenapa warnanya berbeda sendiri?" Zuko berjalan mendekati seekor kuda albino.

Sebuah kuda berwarna putih, bahkan rambut dan ekor dari kuda sampai berwarna putih mulus, hanya bola mata saja yang berwarna hitam normal.

Kuda itu tengah berdiri paling depan diantara para kuda hitam milik prajurit. Zuko terpana melihat kuda yang unik di matanya.

Seumur hidupnya belum pernah melihat kuda albino, biasanya hanya kuda pegasus emas saja yang dia miliki ketika menjadi seorang kesatria.

"Itu adalah kuda kehormatan milik puteri mahkota kerajaan ini."

"Maksud paman, kuda ini milik Puteri Freya?"