webnovel

Berangkat Ke Lembah Kematian

"Benar sekali, Tuan Zuko." Patih Cakra menaiki kuda perang berwarna hitam.

"Baiklah, Paman. Ayo kita berangkat sekarang saja, lebih cepat lebih baik!"

Hari mulai berubah menjadi petang, tak terasa, karena harus menyiapkan beberapa pasukan lagi untuk menghadapi lawan di lembah kematian nanti.

Patih Cakra segera mengajak berangkat para pasukan untuk pergi ke lembah kematian. "Semua prajurit! Mari kita berangkat sekarang!"

"Baik, Tuan Patih," sahut semua prajurit dengan semangat.

Namun, patih Cakra nampaknya tidak tinggal diam, meskipun dirinya baru saja kembali dari peperangan menyelamatkan sang kaisar tadi pagi.

"Patih Kerta! Sebaiknya anda jangan ikut dulu! Bukankah anda tadi baru pulang dari perjalanan jauh bersama para prajurit?" Patih Cakra menunjuk ke arah tempat tinggal para prajurit yang masih berada di area kerajaan.

"Benar sekali, Paman! Lebih baik anda istirahat saja! Para prajurit tadi pagi pun istirahat semua!" ucap Zuko meyakinkan.

Patih Kerta kembali lagi masuk ke kerajaan setelah mendengarkan ucapan itu, lagi pula kerajaan ini perlu penjaga salah satu patih seperti dirinya, karena Freya juga hanya sendirian di rumah.

Zuko mengikuti patih Cakra melajukan keberangkatan ke lembah kematian. Namanya saja sudah membuat para prajurit merasa merinding takut apa yang akan terjadi.

Namun, Zuko tetap biasa saja, dan memikirkan bagaimana caranya agar patih Cakra dan para prajurit tidak bisa ke lembah kematian bersama dirinya, karena takut akan memakan korban.

Zuko sudah bersiap melawan semua musuh yang dikatakan adalah sebangsa siluman. Jangankan siluman, melawan para kesatria zodiak yang membawa kunci menuju jubah aigis saja dirinya sama sekali tidak takut.

Dari pintu masuk kerajaan, Freya berdiri dan menatap penuh harapan. Saat itu, Zuko sedang berkuda paling belakang dari semua prajurit dan patih Cakra, sehingga beberapa kali dirinya memandang Freya ke belakang.

Cakrawala telah mulai gelap mengiringi langkah mereka. Suara-suara gerakan kaki berbunyi memecah keheningan malam yang sangat sunyi di tengah hutan rimbun.

"Pruk ... pruk ... pruk ...."

Ringkikan suara kuda bersahutan seiring perjalanan yang semakin jauh, seakan mereka sudah tahu akan ada bahaya yang menyerang di lembah kematian.

Angin berhembus membawa suasana dingin yang mencekam. Zuko melajukan kudanya dengan cepat mendekati patih Cakra.

Zuko merasa lapar dan teringat jika dirinya belum makan sama sekali sejak tadi pagi, sedangkan patih Cakra sepertinya juga belum makan pagi seperti dirinya.

Lama sedah mereka melakukan perjalanan malam menuju lembah kematian demi mendapatkan sebuah bunga teratai untuk mengobati kaisar Argayasa.

Nampaknya semua prajurit sudah kelelahan karena sama sekali tidak membawa bekal makanan sedikitpun untuk perjalanan malam seperti ini. Bahkan ada beberapa prajurit yang menghentikan kudanya karena merasa lelah dan mulai kehilangan tenaga.

"Paman! Sebaiknya kita berhenti sebentar saja dulu! Nampaknya para prajurit sudah mulai kelelahan!"

Patih Cakra menoleh ke belakang dan mendapati beberapa prajurit telah berhenti jauh di belakang dan berkuda pun sangat lambat.

"Berhenti!" tangan patih Cakra naik ke atas memberi isyarat untuk menghentikan perjalanannya.

"Pruk ...." suara hentakan kaki kuda yang berhenti secara bersamaan. Debu mengelus dari hentakan beberapa kuda yang cukup menggebu.

Di sekeliling hutan yang begitu rimbun, sama sekali tidak terlihat ada hewan apapun. Namun, jika di dengarkan secara mendetail, terdengar suara pergerakan kaki yang bergerak di antara rerumputan dan mirip suara hewan berukuran besar.

"Sepertinya kita bisa mencari hewan untuk dimakan, Paman!"

"Tapi saat gelap seperti ini, sangat sulit untuk

mencari hewan perburuan, Tuan Zuko!" timpal patih Cakra.

Zuko turun dari kudanya memandangi sekeliling hutan, langkah kakinya perlahan memasuki hutan. Di belakangnya ada patih Cakra dan beberapa prajurit saja yang mengikuti, sedangkan yang lainnya menunggu kuda agar tidak lari atau terlepas.

Untuk kisaran 100 prajurit lebih, nampaknya malam itu harus mencari kurang lebih dua sampai 3 ekor buruan sebesar rusa untuk dipanggang.

"Memang sulit mencari mangsa di malam hari seperti ini, selain gelap, hewan-hewan sudahlah bersembunyi di sarangnya," ucap patih Cakra.

Dengan mata tajam seperti tatapan seekor elang mencari mangsa, Zuko berjalan pelan melewati semak belukar untuk mengincar mangsa yang kebanyakan bersembunyi di rerimbunan.

"Hati-hati, Tuan Zuko! Saya akan mengikuti anda dari belakang," teriak patih Cakra.

"Tetaplah disitu saja, Paman!" seru Zuko.

Patih Cakra menghentikan langkahnya setelah seruan dari Zuko. Dia mengajak beberapa prajurit untuk berdiam saja menunggu Zuko kembali jika mendapatkan buruan.

"Tuan Patih! Apa kita tidak mengikuti tuan Zuko saja? Atau kita bisa berpencar saja!" tanya salah satu prajurit.

"Kalau kita berpencar, itu akan menyulitkan kita berkumpul kembali untuk melanjutkan perjalanan nanti! Karena samakin jauh kita berjalan ke dalam hutan, akan sangat lama untuk kita kembali lagi kesini," ujar patih Cakra, "karena hutan ini sangat luas sekali."

"Baiklah, Tuan Patih," ucap prajurit yang bertanya.

Patih Cakra mengajak para prajurit untuk mengumpulkan kayu bakar yang sudah kering dan bisa digunakan untuk memanggang hasil buruan yang didapat oleh Zuko nanti.

Dari rerimbunan semak belukar di tepi pohon berukuran raksasa, Zuko berjalan mengendap-endap. Sebilah samurai telah berada di tangannya bersiap untuk memburu hewan di dalam semak yang sangat rimbun setinggi manusia dewasa.

"Wusshhh ...." Sekelibatan cahaya tiba-tiba menyerang dirinya dari rerimbunan semak.

Zuko terpental dan jatuh ketika sesosok itu menabrak dirinya, kemudian melesat berlari secepat angin dan tak terlihat lagi. Gagal sudah Zuko mendapatkan buruannya, tapi ternyata yang berada di dalam semak belukar lebih mirip seperti makhluk berilmu tinggi, mungkin penjaga hutan itu.

"Makhluk apa tadi? Tapi sepertinya aku melihat ada tanduk di kepalanya. Atau jangan-jangan tadi siluman rusa?" Zuko menatap ke arah hilangnya makhluk itu di rerimbunan pohon yang cukup gelap.

Si sekelilingnya sama sekali tidak ada hewan ataupun suara yang menjadi tanpa pergerakan hewan buruan. Perlahan dia kembali bangkit dan membersihkan kotoran tanah di panggung.

Terdengar raungan suara binatang buas dari arah hutan yang cukup gelap. Zuko berlari mencari keberadaan suara itu.

Seekor induk rusa bersama dua anaknya terjebak di dekat jurang karena tak mampu berlari lagi. Tampak dua anak rusa kecil juga ketakutan.

Raungan harimau terdengar semakin ganas ketika hampir mendekati induk rusa dan dua anaknya.

Tepat Zuko sampai di situ, harimau tadi berdiam menatap Zuko dengan tatapan takut, namun masih menyuarakan raungan suara yang semakin rendah.

"Hus ... hus ... hus ...." Zuko menyibakkan kedua tangannya untuk mengusir seekor harimau yang belum juga pergi meninggalkan rusa mangsanya.

Zuko mengeluarkan sedikit kekuatan untuk menakut-nakuti. Seberkas cahaya keemasan keluar dari tangannya, itu adalah jurus sambaran teratai emas.

Harimau itu berjalan mendekat dan berlutut layaknya kepada sang majikan. Deru suara napasnya begitu terdengar sangat keras, seakan bersedia menjadi pengawal.

"Baguslah kalau kamu mau ikut denganku." Zuko memasukkan kekuatannya kembali ke dalam tubuh.

Dia kembali ingat dengan apa yang seharusnya dilakukan di dalam hutan ini. Matanya mengarah pada seekor induk rusa dan dua anaknya yang masih kecil. Dagingnya pun pasti terlihat sangat empuk.