webnovel

Berhadapan Dengan Siluman Penunggu

"Sepertinya aku tak perlu susah payah mencari mangsa lagi," ucapnya dalam hati.

Ketika menarik samurai dari sarung dan bersiap untuk menjadikan tiga rusa di depannya sebagai santapan, dirinya mendadak merasa iba.

"Ah ... tidak! Aku tidak bisa melakukannya! Biarkan dia hidup saja!" ucap Zuko sambil menghela napas.

Induk rusa mengajak kedua anaknya pergi meninggalkan tebing ketika Zuko memalingkan pandangannya ke arah seekor harimau yang masih diam di tempat.

Tatapannya kembali berkeliling ketika menyadari jika dirinya berada di tepi tebing dekat dengan laut dan hutan belantara.

"Apa kamu mau ikut berpetualang?" ucap Zuko kepada seekor harimau yang terlihat seperti sudah jinak.

Raungannya seakan memberi jawaban untuk ikut dengan Zuko kemanapun pergi, sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

Entah sudah berapa jauh dirinya berjalan menjauh dari Patih Cakra dan para prajurit lainnya, tetapi Zuko tidak akan kembali sebelum membawa makanan atau setidaknya buah-buahan yang berada di dalam hutan.

Di belakangnya, sang harimau masih berjalan mengikuti sambil mengendus-endus seperti mencari mangsa.

Zuko berhenti sejenak memandang ke sekeliling untuk mencari apakah ada binatang yang bersembunyi di tempat itu.

Tiba-tiba, harimau yang berada di belakangnya meraung dan meloncat ke arah semak belukar.

"Hei! Apa yang kamu lakukan?" teriak Zuko.

Seekor kambing raksasa dan bertanduk keluar dari semak belukar setelah hampir diterkam oleh harimau itu.

Harimau itu terus meraung dan melompat-lompar mengejar kambing hutan yang besarnya hampir sebesar tubuh kuda jantan.

Zuko melesat berlari dengan cepat mengejar kambing yang terus berlari ke arah para prajurit dan patih Cakra berada, itu pun hanya seingat Zuko berdasarkan arah dirinya berjalan tadi.

Seberkas cahaya keemasan keluar dari tangan kanannya mengarah ke kambing itu, namun jika sampai kena, kambing itu akan mati ataupun hancur tak terisa.

Dia membatalkan serangan itu ke kambing yang terus di kejar bersama seekor harimau jinak bersamanya.

Rerumputan dan semak belukar yang tingginya hampir setinggi manusia dewasa terus dia terjang demi mendapatkan kambing itu.

"Paman! Awas!" teriak Zuko dari kejauhan bersama seekor harimau.

Patih Cakra bukannya mengajak para prajurit menjauh, dia bersama para prajurit bersiap menangkap kambing itu.

"Apa!" Patih Cakra kaget dan berjalan mundur dua langkah ketika di belakang kambing ada seekor harimau yang telah berhenti ketika kambing yang menjadi mangsa telah tertangkap.

"Jangan takut, Paman! Dia sudah jinak!" ucap Zuko meyakinkan.

Para prajurit yang berada di tempat itu segera mengepung kambing seukuran kuda jantan yang berdiri di tengah kepungan tanpa bisa lari lagi.

Harimau itu itu terus meraung, namun raungannya berhenti ketika Zuko menepikan harimau itu bersama para prajurit yang sedang menunggu kuda.

"Ada harimau!" teriak salah satu prajurit penunggu kuda.

"Jangan takut, Paman! Dia sangat baik dan jinak!" Zuko meninggalkan harimau itu di samping kuda putih tunggangannya.

Beberapa kuda meringkik karena sangat hafal dengan karakteristik seekor harimau yang sering mengejar mangsanya dengan kejam dan termasuk hewan pemakan daging.

Tampak beberapa prajurit mencoba mendekati kambing hutan, pelan-pelan mengikat bagian kaki dan prajurit lainnya memegangi bagian sisi tali lainnya.

"BRUUKKKGG ...." suara jatuhnya kambing itu terdengar begitu keras, debu tanah bertebaran terkena hempasan makhluk yang besarnya sepertinya seekor kuda jantan.

Patih Cakra menarik samurai dari sarungnya, bersiap menyembelih dengan tajamnya senjata samurai.

Para prajurit membantu memegangi bagian badan kambing yang tenaganya begitu kuat dan memberontak untuk melepaskan diri.

Setelah selesai di bersihkan dan menghidupkan api pemanggangan, Zuko bersama patih Cakra sendiri yang memanggang sampai matang, sedangkan para prajurit sebagian tetap menunggu kuda dan sebagian lari mencari daun untuk alas makan.

Sepuluh daun pisang dijejer memanjang di atas rumput pendek, dan diberi beberapa potong bagian daging rusa yang telah matang dari pemanggangan tungku api.

"Selesaikan makan kalian dan kita lanjut berjalan ke lembah! Perjalanan kita bisa memakan waktu sampai besok pagi!" ucap patih Cakra.

"Baik, Tuan Patih ...," sahut semua prajurit bersama-sama.

Selesai makan, Patih Cakra melanjutkan berjalan kembali menuju ke lembah bersama para prajurit.

Ketika di tengah perjalanan, Zuko teringat jika Medusa akan datang dan mengincar Freya setiap bulan purnama tiba.

"Aku harus cepat menyelesaikan ini dan melanjutkan misi utamaku disini!" ucapnya dalam hati.

Zuko melanjutkan kudanya begitu cepat semakin membelakangi Patih Cakra dan para prajurit lainnya. Padahal dirinya sama sekali tidak mengetahui keberadaan tempat itu, namun setidaknya berlari dengan kuda lebih cepat lebih baik.

Patih Cakra melajukan kudanya semakin cepat bersama para prajurit di belakang.

Jalan kecil dan berkelok-kelok tetap di lewati bersama. Naik gunung turun lembah sampai berada di padang tumput yang luas dan tak terbatas. Tetapi patih Cakra seperti sudah mengetahui tempat dimana lembah kematian itu berada, sehingga dirinya memimpin paling depan.

Ayam hutan mulai terdengar mengeluarkan suara ciri khas di pagi hari, sedangkan perjalanan mereka hampir memakan waktu seharian. Mungkin sudah saatnya matahari menampakkan dirinya di ufuk timur.

"Ayo percepat langkah kita kesana, karena hari hampir berubah menjadi pagi!" perintah patih Cakra.

"Iya, Paman!" jawab Zuko.

Matahari mulai terlihat dari ufuk timur, menampakkan semburat warna jingga yang kini mulai mencerahkan langit gelap.

Patih Cakra menghentikan pergerakan kuda ketika sampai di sebuah jalan yang kini menurun, tetapi tidak terlalu curam.

"Tetaplah berhati-hati menuruni lembah ini!" Patih Cakra menggerakkan kudanya pelan menuruni lembah yang disebut sebagai lembah kematian.

Di lembah kematian itu pun, harus melanjutkan perjalanan lagi, namun tidak membutuhkan waktu lama untuk sampai ke tempat dimana bunga teratai itu berada.

Dari kejauhan tempat mereka berdiri, telihat beberapa tanaman teratai di sebuah kolam batu yang bunganya cukup banyak dan bermekaran indah.

Zuko melangkah menuju kolam itu, tetapi tanpa sadar, sekelibatan sosok hitam melintas di depannya dan menabrak dirinya.

Makhluk itu memiliki kekuatan sebanding dengan dirinya. Perlahan Zuko memundurkan tiga langkah ke belakang.

"Tuan Zuko! Harap jangan gegabah dengan makhluk penunggu tempat ini!" seru patih Cakra dari belakang.

Seberkas cahaya hitam berdatangan dan membentuk makhluk yang mengerikan dan mirip seperti setan. Tapi banyak orang menyerbut makhluk itu adalah sebangsa siluman yang akan membunuh siapa saja ketika melangkahkan kaki di lembah kematian.

"Apa kami boleh mengambil bunga teratai satu saja?" tanya Zuko dengan sopan sebelum amarah miliknya kembali keluar.

Tapi para siluman itu berdatangan semakin banyak dan seakan menjaga agar bunga teratai tidak terpetik.

"Ingin mengambil bunga ini dari kami? Memangnya kalian ini siapa? Raja? Dewa? Pendekar sejati?" terdengar suara menggelegar namun tak terlihat siapa yang berbicara.

Patih Cakra mengajak semua prajurit untuk segera mendekati Zuko yang sedang sendirian di antara para siluman.

"Kami hanya ingin meminta bunga satu saja! Apa kami boleh meminta?" tanya patih Cakra.

"Berikan bunga itu satu saja, sebelum kesabaran kami habis!" Zuko memejamkan mata menahan amarah yang kini hampir tak bisa terbendung lagi.