webnovel

9

Calon Ayah

Batinku terus bersuara jika aku sangat merindukannya saat ini, satu minggu tidak bertemu dengannya ternyata cukup menyiksa juga. Apa aku sudah mulai mencintainya sekarang? Kenapa dia terus menghantui ku lagi dan lagi hingga membuatku tak konsen bekerja seharian ini.

Akhirnya aku memutuskan untuk pergi kerumahnya setelah jam kantor usai dan disinilah aku sekarang. Di teras rumahnya menunggu dia pulang. Terdengar lucu memang, seorang Al rela berdiri mondar-mandir hanya untuk menunggu yang ia rindukan datang. Oke aku memang sekarang tak perduli keanehan itu, karena yang aku mau hanya bertemu dia.

"Duduklah nak, minum teh hangat dan makanlah dulu di dalam, nanti Yuki juga pulang." itu suara ibu Yuki mengingatkan aku untuk yang kesekian kalinya.

Aku hanya bisa tersenyum untuk membalas ucapannya. Ibu pasti akan tertawa jika aku bilang "aku tidak akan makan dan minum sebelum bidadariku itu pulang" tapi semua itu hanya terucap di dalan hati. Aku tak mau ibu menertawanku, sumpah aku benar-benar sudah seperti abg labil sekarang.

"Tak apa bu, biar Al menunggu Yuki disini. Ibu temani Ayah saja di dalam."

"Baiklah, kalau begitu. Tapi jangan lupa minum teh mu. Ibu sudah buatkan, ibu tinggal ya.. "

Aku mengangguk, setelah meletakkan secangkir teh yang masih mengepul ibu akhirnya masuk ke dalam rumah, meninggalkanku sesuai permintaan.

Brum

Aku mendengar deru suara mobil masuk ke halaman rumah Yuki. Aku menajamkan penglihatanku, disana dia, wanita yang aku tunggu keluar dari sebuah mobil. Aku tak tahu siapa yang mengantar karena kaca mobilnya gelap.

Yuki tersenyum manis dan melambaikan tangan pada si pengemudi. Membuat sisi hatiku terusik. Siapa si yang ada di dalan sana, tak rela rasanya melihat dia mengumbar senyum manisnya selain padaku.

Setelah Mobil itu keluar, aku segera Mendekati wanita yang sangat aku rindukan. Dia masih tak menyadari keberadaanku sepertinya. Dia masih asik memunggungiku melihat kearah mobil tadi melaju. Ternyata mobil itu masuk kedalam rumah yang letaknya di depan rumah Yuki.

Grep

Aku memeluk pinggang Yuki dengan satu tangan. Aku merasakan tubuh mungil Yuki menengang. Sebelum dia memalingkan wajah kearahku, aku lebih dulu mendaratkan kecupan di jidatnya.

" I misssss uuuuu... "

"Ehhhh... " suara Yuki kaget.

Dia celingak-celinguk entah mencari siapa, akupun mengikutinya.

"Kamu nyari apaan? " kepo-ku.

"Untung nggak ada orang, kamu mah main cium aja. Kalau ada yang lihat kan malu. "

Ohh sekarang aku tahu kenapa dia celingukan nggak jelas, rupanya dia takut ada orang yang melihat adegan mesra kami barusan.

"Nggak ada orang, yang! " godaku, membuat mukanya kembali merah.

"Abang udah lama disini? " tanyanya mengalihkan pembicaraan.

Oiya mengenai panggilan barunya "abang" aku sangat suka meski terdengar aneh. Tapi entahlah aku suka dan tak memprotes panggilan Yuki padaku.

"Isss mengalihkan pembicaraan. Aku memang sudah lama, aku juga sempat memperhatikanmu turun dari mobil, nebar senyum sama orang yang nggak aku tahu namanya, aku juga lihat kamu terus memperhatikan dia pergi dari halaman rumah ini hingga hilang di balik gerbang rumah depan. Memang dia siapa si? "

"Emm dia, kak Stef... An.. " gugup Yuki. Oo jadi lagi-lagi aku kecolongan lagi.

"Senang pulang bareng dia? " tanyaku sambil berjalan bersama Yuki tanpa melepas tanganku di pinggangnya.

"Apaan si ah, cemburu !"

"Aku sudah pernah bilang lho... "

"Iya... Iya.. Aku tahu. " Yuki memotong ucapanku. "Aku tahu kamu cemburu, kamu nggak suka aku sama dia dan aku juga udah jelasin ke kamu kalau dia hanya... " kaya Yuki panjang lebar nggak pakai titik koma.

"Kakak... Iya aku juga tahu itu. " kini giliran aku yang memotong ucapannya.

"Ngapain kamu kesini? " tanya Yuki

"Nungguin kamu lah, kenapa nggak suka?"

"Aissss marah terus! " gerutu Yuki kesal.

Sebelum dia tambah kesal maka aku harus minta maaf pada dia.

"Maaf... Maaf.... " ucapku.

***

Aku dan Yuki sudah duduk di depan meja makan. Setelah perdebatan kecil kami usai dan memberikan Yuki waktu untuk menyegarkan diri, akhirnya kami terdampar di ruang makan. Ibu dan Ayah terus memaksa kami untuk makan, katanya nggak boleh nunda-nunda lagi kasian perut kami.

"Mau makan pakai apa? " Yuki bertanya padaku. Dia sedang berdiri di sebelahku sambil memasukkan dua centong nasi kedalam piring. Sepertinya dia sudah tahu porsi makaku.

"Cukup? " tanyanya lagi sepertinya dia tidak yakin dengan nasi yang oa ambil.

"Cukup, yang. "

"Aku mau itu.. " kataku lagi sambil menunjuk sayur sop dan sambal.

Yuki mengambil apa yang aku minta tadi dengan menambah lauk ayam goreng dan juga satu tempe goreng.

"Makasih... " ucapku tulus.

Dia duduk disampingku, menemani aku makan. Asik ternyata ya punya pendamping hidup, jadi seperti ini rasanya. Pulang ke rumah di sambut senyum manis dan makanan hasil karya istri. Makan diambilkan, di temani membuat rasa lelah menguap.

Aku melihat dia hanya makan tempe goreng dan sambal tanpa nasi. Dia sedang tidak berselera makan atau gimana?.

Saat dia kembali ingin memasukkan tempe berlumur sambal kedalam mulutnya yang sudah menganga segera aku mencegah makanan itu masuk kedalam mulut, aku menggantinya dengan sesendok nasi dan sayur milikku.

"Kunyah dan telan... " perintahku memaksa.

Meskipun dengan raut cemberut dia akhirnya mengunyah mkanan itu.

"Aaa... " aku kembali menyodorkan nasi ke depan mulutnya.

"Harus makan sayang, nggak boleh cuma tempe dengan sambal banyak. Nanti kamu bisa sakit perut. Mau emang sakit perut? Apa susahnya si makan nasi meski hanya lima suapan? "

"Tapi aku lagi nggak pingin makan nasi, aku lebih tertarik sama tempe dan sambalnya. "

"Itu kalau nggak ada aku, kalau ada aki kamu harus makan nasi sekalipun sedikit. Kalaupun tidak kamu makan yang lebih sehat, tidak dengan sambal doang seperti tadi. "

"Tidak masalah, aku masih bisa makan kan kalau nggak ada kamu?" tanya Yuki berbinar

"Hanya dalam mimpimu sayang, karena mulai sekarang semua yang kamu makan ada di bawah pengawasanku. "

"Kamu siapanya aku si? Ngatur-ngatur! Suami bukan, pacar bukan, siapa kamu heh..! "

"Aku emang bukan suami kamu, pacar kamu, tapi aku adalah calon ayah dari anak-anak kamu! " jawabku percaya diri.

Bur

Uhuk uhuk

Yuki menyemburkan minuman yang belum sempat ia telan. Aku segera memukul-mukul kecil punggungnya dan memberikan ia minum lagi.

"Makanya hati-hati. "

"Kamu si pakai ngomong ngaco gitu."

"Siapa juga yang ngaco, aku serius. "

Aku memang benar-benar serius dengan ucapanku. Aku ingin menjadikan wanita yang ada disampingku ini sebagai istriku. Aku tak mau menundanya, sudah cukup selama ini kami berada dalan kebimbangan.

"Mau kan jadi ibu dari anak-anakku? "

****