webnovel

Dia Sudah Menciumnya, Tapi Sepertinya Dia Tidak Bersedia

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Chi Huan menggelengkan kepalanya dan terkekeh. "Aku pikir setelah dia meninggalkanmu, kamu sangat terpukul."

Saat-saat Chi Huan mengejar Mo Xigu adalah saat-saat yang sangat menyakitkan karena di saat itu, Nyonya Mo menyuruh Mo Xigu berpisah dengan Su Yabing. Bahkan, beberapa waktu setelah itu, Mo Xigu menjadi pecandu alkohol dan gampang emosi.

"Tapi aku bisa berjanji padamu bahwa aku tidak akan bersamanya setelah kita menikah dan juga tidak akan bersama wanita lain. Jadi, kamu tidak perlu khawatir," kata Mo Xigu datar.

Chi Huan menjawab, "Tapi kamu belum memberitahuku kenapa kamu begitu ingin memajukan pernikahan kita."

Mo Xigu menatap mata Chi Huan dan diam beberapa saat hingga akhirnya ia menggerakkan bibirnya. "Karena menurutku, tidak akan ada yang berubah ketika kita sudah menikah nanti."

Chi Huan memandangi wajah tampan Mo Xigu sambil berpikir, Apa maksudnya tidak akan ada yang berubah?

"Baiklah, aku menerima alasan ini. Lagipula, aku tidak akan membiarkan wanita lain mengambil tunanganku. Jadi, bisakah kamu membiarkan Su Yabing pergi dari apartemenmu? Atau, kamu mau paparazi datang menangkapnya dengan wajah yang tidak ramah?"

Mo Xigu mengerutkan alisnya. Cuaca yang dingin saat itu seakan membuat suasana ruangan menjadi tegang. Chi Huan mengira bahwa Mo Xigu pasti akan marah, tetapi ternyata tidak.

"Apartemen itu memang atas namaku, tapi apartemen itu sudah lama kosong. Karena Su Yabing saat ini tidak punya tempat tinggal, aku menyuruhnya tinggal di sana untuk sementara waktu. Aku belum pernah menginap di sana dan belum pernah melakukan apapun dengannya. Sekarang, dia sudah tidak tinggal di sana."

"Baiklah, aku percaya padamu," kata Chi Huan.

"Kamu benar-benar percaya?" tanya Mo Xigu.

"Aku memilih untuk percaya padamu," kata Chi Huan lagi.

Cahaya matahari di sore hari menembus kaca tanpa tirai. Terlihatlah cahaya jingga seperti lingkaran lensa dan pemandangan itu tampak begitu indah. Saat Mo Xigu menatap Chi Huan, tiba-tiba jantungnya berdebar kencang. Ia pun berjalan ke arah Chi Huan, meletakkan tangannya ke kedua sisi sofa, dan menatapnya.

"Saat di Hotel Wensea, apakah kamu benar-benar mau menyerahkan dirimu kepadaku?"

Chi Huan tidak menyangka bahwa tiba-tiba Mo Xigu akan membahas hal ini. Tanpa sadar, ia memeluk bantal sofa dan menundukkan kepalanya lalu bergumam, "Hm... Saat itu aku salah minum anggur."

"Lalu, siapa yang memberimu obat?"

Chi Huan merasa sedikit bersalah dan kini ia mulai sedikit panik. "Selama di Hotel Wensea, aku salah minum anggur dan Mo Shiqian... dia membantuku untuk mengatasinya," terangnya tanpa berkedip.

Tapi, Mo Xigu terus bertanya. Saat itu, Mo Xigu memberinya obat. Namun, Chi Huan meminum 2 tablet sekaligus dan di saat itulah, Mo Shiqian menolongnya. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi.

Mo Xigu mengulurkan tangannya untuk mengangkat dagu Chi Huan. Ia kemudian menghembuskan napas hangatnya, lalu berkata, "Jadi, apakah kamu bersedia menyerahkan dirimu kepadaku?"

Chi Huan menatap wajah tampan Mo Xigu yang menawan. Karena jarak mereka terlalu dekat, pikiran Chi Huan mendadak menjadi kosong. "Ten-tentu saja... Bukankah kita akan segera menikah?"

Setelah Chi Huan mengatakan hal itu, Mo Xigu mengangkat dagu Chi Huan dan menciumnya. Chi Huan yang saat itu membuka matanya tidak mendorongnya pergi. Kemudian, ia menutup matanya. Tubuhnya tidak bergerak dan begitu kaku. Tangannya pun juga memegang sofa dengan begitu erat.

Ting… Tong...

Tiba-tiba bel berbunyi. Chi Huan segera mendorong Mo Xigu dan langsung bangkit. "Aku mau membuka pintu dulu. Makanan yang diantarkan sudah tiba."

Ketika Chi Huan memegang gagang pintu, tangannya yang putih begitu gemetaran. Ia menarik napasnya dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu. Saat Mo Xigu menatap punggungnya, Chi Huan rasanya ingin melarikan diri. Mata Mo Xigu terlihat menjadi gelap dan pria itu tidak mengatakan apapun tentang perasaannya saat itu.

Sementara itu, Chi Huan merasa bahwa ia sudah berusaha dengan sepenuh hati untuk menyerahkan dirinya kepada Mo Xigu saat pria itu menciumnya. Namun, ia merasa hal ini bukan seperti sesuatu yang ia nantikan. Bahkan, ia merasa.... jijik dan ketakutan.

Saat pelayan dari keluarga Chi mengantarkan makanan, ia melihat bahwa Chi Huan begitu pucat. "Nona, apakah Nona tidak apa-apa?" tanya pelayan itu khawatir.

"Tidak apa-apa. Ada Mo Xigu di sini. Kembalilah saja, tidak apa-apa," kata Chi Huan. Ia tidak membiarkan pelayan masuk dan langsung menutup pintu setelah menerima kotak makanan. Ia kemudian meletakkan kotak itu di atas meja.

"Mo Xigu, apakah kamu sudah makan?"

Mo Xigu melihat Chi Huan dan menjawab dengan tenang, "Belum."

"Aku tidak tahu bahwa kamu akan datang. Jadi, pelayan hanya membawakan makanan untukku," terang Chi Huan sambil memegang kotak itu.

"Sudah berapa hari kamu tidak keluar?"

"Hm?"

"Tidak bisakah kamu makan di luar bersamaku?"

Chi Huan membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu, tetapi seperti ada yang menghalangi tenggorokannya. Setelah beberapa saat, Chi Huan menundukkan kepalanya, "Hari ini aku tidak ingin keluar. Pergilah."

Apakah dia ingin bersikap acuh kepadaku? batin Mo Xigu. Akhir-akhir ini, Chi Huan tidak mencarinya. Chi Huan juga tidak mengirim pesan maupun menelepon. Sekarang, ketika ia berinisiatif mencari Chi Huan, gadis itu tidak antusias dan bahkan tidak mau diajak makan bersama.

"Chi Huan, apakah kamu masih marah?" tanya Mo Xigu.

Chi Huan mendongakkan wajah dan menatapnya. "Aku akan mencarimu besok."

Mo Xigu menatapnya sejenak dan berkata, "Baiklah. Kalau begitu, aku pulang dulu. Jangan menunda makan."

"Aku akan mengantarkanmu turun," kata Chi Huan sambil tersenyum.

Mereka berdua berjalan bersama keluar dari pintu. Saat sampai di lantai bawah apartemen, matahari sudah benar-benar terbenam dan langit sudah gelap. Chi Huan terus menatap Mo Xigu yang sedang membuka pintu kursi kemudi, lalu ia berkata, "Hati-hati di jalan. Sampai jumpa."

Saat Chi Huan mulai melangkah mundur, tiba-tiba ia melihat Mo Xigu berbalik menghadap ke arahnya dan berniat menciumnya lagi. Namun, saat itu Chi Huan tidak bersedia dicium. Ia langsung memalingkan wajahnya, sehingga ciuman pria itu jatuh di pipinya.

Akhirnya, Mo Xigu mengangkat tangan dan mengusap kepala Chi Huan. "Sampai jumpa besok."

"Sampai jumpa besok," kata Chi Huan sambil tersenyum.

Setelah itu, Mo Xigu kembali masuk ke mobilnya. Mobil itu segera melaju pergi hingga menghilang dari pandangan Chi Huan. Saat itulah, senyum di wajah Chi Huan perlahan menghilang dan ia pun memegang kepalanya sambil berjongkok.