webnovel

KASIH KELUARGA YANG HILANG

Seorang anak lelaki bungsu yang bernama Andreas dari 6 anak bersaudara, periang, jiwa bersahabat, ramah dan menyayangi orang nya meskipun Andreas tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya dan selalu di acuhkan. Dalam kehidupan keseharian nya kerja adalah obat kerinduan akan kasih dari keluarga, orang tua yang tidak pernah adil dan saudara-saudara yang menganggap nya sebagai benalu. Benalu yang menjadi bank berjalan bagi keluarga nya, dia hanya di perlukan ketika keluarga nya dalam masalah, sakit hati sudah biasa di rasakan nya, kepedihan sebagai anak yang tidak pernah di perhatikan dirasakan dalam setiap relung kehidupan nya. Seorang gadis yang disukai nya bernama Indah, yang membawa nya ke harapan kehidupan yang bahagia, perhatikan dan kasih sayang tulus buat Andreas. Tapi percintaan nya tidak lah mulus, di karena kan Abang-abang nya belum menikah, adat istiadat yang masih di pegang orang tua menjadi penghalang nya untuk merajuk rumah tangga yang bahagia bersama indah akhirnya pupus. Indah calon istri nya dinodai oleh Abang nya Sulung nya. sehingga Indah wanita yang disayangi nya memilih untuk mengakhiri hidup nya dengan cara bunuh diri. Kehidupan Andreas berubah berbanding terbalik, yang dulu nya sangat menyayangi orang tua kini menjadi tidak perduli, bahkan sengaja menghindari nya. Dingin, acuh tak acuh dan pendiam itu lah Andreas setelah di tinggal oleh Indah wanita yang di cintai nya. Apakah Andreas bisa menemukan cinta baru? bagaimana perlakuan Andreas kepada orang tua nya lagi? ini lah kisah Andreas kisah cinta dan keluarga.

parles_nababan · Realistic
Not enough ratings
11 Chs

RUMAH UDA PAIMA KEBAKARAN

Akhirnya kami sampai juga di rumah dan segera ku ganti baju dan bergegas ke menuju kandang.

Ku bersihkan semua kandang dan mengumpulkan telur-telur bebek, setelah nya ku mandikan kerbau-kerbau kami dengan cara menyiram nya dengan selang, setelah itu ku kasih kerbau-kerbau itu makan, sementara Uda Paima membuat cadangan makanan kerbau dan ayam serta bebek.

Tak berselang lama ku dengar Inang Uda memanggil kami untuk makan, ku bersihkan semua tubuh ini dan segera ganti baju karna juga sudah mulai sore.

Setelah kami selesai makan malam kami bertiga berbincang-bincang di ruang tamu, ke hangat keluarga seperti ini hanya saya dapat kan di keluarga ini tidak dengan keluarga sendiri.

Kasih sayang dan perhatian Uda Paima dan Inang Uda Paima yang mengganggap ku sebagai anak nya membuat sangat bahagia karna kasih mereka nyata dalam hidup ku.

Setelah puas ber bincang-bincang kami pun akhirnya memilih untuk tidur, di rumah ini saya mempunyai kamar yang besar lengkap dengan meja belajar dan diatas meja belajar tersebut ku letakkan photo kami bertiga, layak nya photo keluarga. Photo yang sama yang terpampang di ruang tamu.

Ku bawa kenangan indah ini dalam mimpiku, keluarga yang bisa menjadi tempat ku berteduh, mengadu dan tempat mendapatkan kasih sayang keluarga.

Baru saja rasanya tertidur tapi dada ku sesak karena asap, dari mana lah asap ini berasal. kulangkah kaki untuk membuka pintu kamar, setelah ku buka rupanya kebakaran telah memenuhi ruang tengah ini, ku berlari menuju kamar Uda dan inang Uda, ku gedor dengan kuat dan Akhirnya mereka berdua keluar.

Ku lihat Uda Paima menenteng tas sambil memegang tangan inang Uda Paima, dan ku tarik lagi tangan inang Uda Paima, dengan harapan supaya kami bertiga bisa keluar dari rumah sudah terbakar ini.

sesampai di pintu rumah tiba-tiba plafon rumah jatuh dan Uda Paima menghalangi dengan tubuhnya agar tidak mengenai ku, tapi malah punggung nya Uda Paima yang tertusuk.

Ku suruh inang Uda Paima keluar sambil membawa tas yang di pegang oleh Uda Paima tadi, ku gendong Uda Paima yang sudah tertusuk potongan plafon itu.

Bahkan inang Uda Paima belum keluar, plafon itu jatuh lagi, karna berusaha melindungi ku dan Uda Paima, yang menjadi korban kali ini adalah Inang Uda Paima.

Dada nya tertusuk plafon yang jatuh itu, seketika juga hujan deras tiba-tiba turun, menguyur kami tubuh kami.

Kuangkat tubuh Uda ke arah kandang kerbau, kemudian ku angkat lagi tubuh inang Uda.

melihat darah yang bercucuran dari punggung Uda dan darah dari dada Inang Uda, saya hanya bisa berteriak mintak tolong sambil menangis.

Karna suara hujan yang deras menelan suara teriakan ku, ku lihat Uda dan inang Uda kembali air mata ku ini mengalir.

"Uda..... inang Uda.....

bertahan ya akan ku bawa kalian ke rumah sakit."

Uda Paima menarik tangan dengan sisa tenaga Nya, sementara Inang Uda sudah tak berdaya dan tergeletak dengan potongan plafon di dadanya.

"Andre...

jika Uda dan inang Uda mu sudah tiada buka lah tas itu."

Seketika Uda Paima terdiam dan matanya tertutup, ku panggil-panggil tapi tak menyahut lagi ku cek napas dan nadi nya sudah tiada.

Hanya berteriak dan menangis, suara teriakan ku dan tangisan ku hilang di telan deras nya hujan ditengah malam ini.

Tak terasa jempol kaki kiri ku perih sekali, kulihat jempol kaki kiri ku sudah tiada, darah nya masih bercucuran.

Badan ini rasa nya lemas dan berdaya pandangan kabur dan serasa gempa. dan akhirnya badan ku jatuh ku lihat Uda sudah yang sudah terbaring, ku pegang tangan Uda dan inang Uda.

***********

Seperti ada menjilati wajah ku ini dengan berat ku buka kedua mata ku, ternyata kedua Anjing peliharaan ku yang menjilat wajah ku, anjing hitam ku menarik tas hitam yang di bawah Uda dari kamar nya tadi malam, sembari membawa ke lubang tempat nya.

Pandangan ku kembali berkunang-kunang saya hanya melihat samar-samar leher anjing berwarna coklat yang masih disamping ku ada bekas darah.

Ku buka kembali mata ini bau obat dan pembersih lantai yang menusuk hidung ku membuat terbangun.

Sulit rasa nya untuk bangun kulihat kiri dan kanan, ku lihat lengan tangan kiri ku sudah sudah terpasang infus.

Ku usahakan untuk bangun dan akhirnya bisa dan tiba-tiba dokter dan perawat nya datang menghampiri ku.

"baringkan aja badan mu dek, karna kamu belum pulih seutuhnya."

"dokter mana Uda dan inang Uda ku?"

Dokter dan perawat itu hanya terdiam tanpa menjawab pertanyaan ku dan malah membaringkan ku lagi. sembari menyuntikan sesuatu di botol infus yang tergantung.

"dek..

tenang dulu, kamu baru tambah darah dua kantong karna jempol mu terputus serta darah mu mengalir terus."

"mana Uda ku..... Mana inang Uda ku.....

Perawat dan dokter terus memegangi ku, sembari berusaha menidurkan kan ku, perlawanan ku tak sepadan dengan dokter dan perawat itu, kembali mata ini rasa nya ber kunang-kunang.

Uda Paima dan inang Uda datang sambil tersenyum dan seraya berkata, ' Andre kamu baik-baik ya, lanjutkan cita-cita. Uda dan inang Uda mendukung mu, Andre..... itu dah datang menjemput kami, dan ingat kami berdua menyayangi mu.'

Uda Paima dan Inang Uda pergi bersama cahaya itu, ku panggil-panggil terus tapi mereka hanya menoleh sambil tersenyum, ku panggil terus sambil menangis dan berteriak.

Akhirnya mataku terbuka ku lihat sekeliling ku teman-teman satu kelas ku dan wali kelas ku sudah mengelilingi ku di ranjang ini.

Ternyata yang barusan adalah mimpiku, Teman-teman ku dan wali kelas menguatkan ku, mereka memberi tahu kalau Uda Paima dan inang Uda Paima sudah meninggal kan ku menghadap sang pencipta.

Apa yang kudengar serasa petir di siang bolong, dada ku terasa sesak air mata terus mengalir di pipiku, tempat mengadu, kasih sayang Uda Paima dan inang Uda Paima akhirnya tiada. rasa seperti sebatang kara di dunia ini.

Selama pemulihan tidak pernah ku lihat bapak dan mamak Datang begitu juga dengan Abang-abang ku, gumam ku dalam hati, apakah aku sudah sebatang kara, kenapa Tuhan membiarkan sendiri di dunia ini?

Kenapa Tuhan tidak mengizinkan pergi bersama Uda dan Inang Uda?

Tapi pertanyaan itu tidak lah terjawab, nyata nya saya harus sendiri mengarungi hidup ini tanpa Uda Paima dan inang Uda Paima.

Setelah beberapa hari pemulihan di rumah sakit kecamatan ini, akhirnya saya sudah di izinkan pulang, ku tanya ke administrasi yang membayar biaya perawatan ku dan biaya penguburan Uda Paima dan inang Uda Paima ternyata adalah keluarga kak Nadira, mertua dari bang Evan.

Sementara bapak dan mamak sama sekali tidak mau membayar biaya perawatan ku dan mengurus pemakaman Uda Paima dan inang Uda Paima.

Sebagai orang tua ku dan sebagai adik kandung bapak, apakah bapak dan mamak sudah tidak punya empati dan rasa kasih terhadap keluarga?.

Sebenarnya tak perlu di ku pertanyakan, itu lah orang tua ku, yang Sulit ku pahami.