webnovel

KASIH KELUARGA YANG HILANG

Seorang anak lelaki bungsu yang bernama Andreas dari 6 anak bersaudara, periang, jiwa bersahabat, ramah dan menyayangi orang nya meskipun Andreas tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari keluarganya dan selalu di acuhkan. Dalam kehidupan keseharian nya kerja adalah obat kerinduan akan kasih dari keluarga, orang tua yang tidak pernah adil dan saudara-saudara yang menganggap nya sebagai benalu. Benalu yang menjadi bank berjalan bagi keluarga nya, dia hanya di perlukan ketika keluarga nya dalam masalah, sakit hati sudah biasa di rasakan nya, kepedihan sebagai anak yang tidak pernah di perhatikan dirasakan dalam setiap relung kehidupan nya. Seorang gadis yang disukai nya bernama Indah, yang membawa nya ke harapan kehidupan yang bahagia, perhatikan dan kasih sayang tulus buat Andreas. Tapi percintaan nya tidak lah mulus, di karena kan Abang-abang nya belum menikah, adat istiadat yang masih di pegang orang tua menjadi penghalang nya untuk merajuk rumah tangga yang bahagia bersama indah akhirnya pupus. Indah calon istri nya dinodai oleh Abang nya Sulung nya. sehingga Indah wanita yang disayangi nya memilih untuk mengakhiri hidup nya dengan cara bunuh diri. Kehidupan Andreas berubah berbanding terbalik, yang dulu nya sangat menyayangi orang tua kini menjadi tidak perduli, bahkan sengaja menghindari nya. Dingin, acuh tak acuh dan pendiam itu lah Andreas setelah di tinggal oleh Indah wanita yang di cintai nya. Apakah Andreas bisa menemukan cinta baru? bagaimana perlakuan Andreas kepada orang tua nya lagi? ini lah kisah Andreas kisah cinta dan keluarga.

parles_nababan · Realistic
Not enough ratings
11 Chs

RUMAH DAN PETERNAKAN UDA PAIMA DI JUAL BAPAK.

Di gubuk yang baru ku bangun ini saya masih meratapi nasib yang menimpaku, surat dari Uda Paima ini masih ku pegang.

Semakin ku lihat surat ini semakin dalam kesedihan ku, ku masukkan kembali surat itu ke dalam tas itu.

Tak berselang lama ku dengar suara motor bapak, sesegera mungkin tas Uda Paima ini ku sembunyikan. ku taruh kembali tas itu ke lubang anjing ku, dan setelah itu kembali ke gubuk yang ku bangun.

"hai Andre..... bapak kira kau juga ikut mati."

Saya hanya menatap wajah bapak dan mulutnya yang baru saja mengeluarkan kata yang tidak pantas, dan ku lirik wajah mamak sangat sinis melihat ku.

"bapak dan mamak urusan apa datang kemari?"

"Andre..... kamu tau kan kalau Uda mu itu adik kandung ku, dan tentunya dah meninggal sekarang, jadi rumah dan peternakan ini sudah bapak jual."

"Bapak ada mau nya baru bilang adik kandung, pemakaman Uda Paima dan inang Uda Paima bapak dan mamak kemana?"

"Andre.... ngak usah drama kau ini ngak saat nya, mulai besok tinggal kan tempat ini dan jangan pernah datang ke rumah."

"iya Mak.....

izinkan aku tidur malam ini disini, besok pagi kalian tidak akan melihat disini lagi."

"baik lah kalau kau paham."

Setelah kepergian Bapak dan mamak, ku rebahkan tubuh ini di tanah di bawah gubuk ini, tak henti-henti nya air mata mengalir deras.

Ku tangkap ayam yang masih tersisa, setelah dapat ayam nya ku kurung di kandang yang masih tersisa, ku telusuri kembali puing-puing rumah itu, ku cari benda yang bisa ku gunakan untuk memotong ayam.

Pisau dan mangkok ku temukan di daerah dapur, ku langkahkan kembali ke area kamar Uda Paima dan inang Uda Paima, ku temukan kotak Hitam yang sudah terbakar.

Ku buka dan isinya seperti rantai kalung dan dua cincin, ku lap benda-benda dengan bajuku setelah agak bersih terlihat seperti emas.

ku langkah lagi ke area kamar ku, kulihat semuanya sudah ludas terbakar. ku bawa barang -barang yang ku temukan, ku masukkan benda yang terlihat seperti emas itu ke dalam kantong celana ku.

Ku cuci pisau dan mangkok aluminium itu di sumur itu, dekat kandang kerbau ada perapian ku nyalakan api di perapian itu.

ku cabut ubi kayu yang kami tanam bersama Uda Paima, kemudian ku bakar di perapian, ku ambil ayam dan ku potong, ku bersihkan dan setelah itu ku panggangan.

Ayam dan ubi kayu sudah masak, ku makan ubi kayu itu dengan ayam panggang tanpa rasa apapun.

Sambil makan teringat kembali masa-masa kenangan bersama Uda Paima dan inang Uda Paima di sini, tak terasa air mata ku mengalir lagi, sambil makan dan menangis begitu lah seterusnya sampai ubi bakar dan ayam panggang itu habis.

Hari menjelang sore, ku nyalakan kembali perapian itu, dan bersandar di dinding dekat perapian, masih sangat jelas bayangan wajah Uda Paima dan inang Uda Paima.

Ku bawa kenangan indah bersama Uda Paima dan inang Uda Paima dalam mimpiku yang indah, dan berharap besok pagi masih bisa melihat Uda Paima dan inang Uda Paima di tempat ini, walaupun itu mustahil.

Ayam itu berkokok membangun ku dari tidur yang dekat perapian, ku liat di sebelah timur ada seberkas cahaya menandakan malam akan segera berakhir, ku hidupkan kembali api di perapian. ku masak ubi kayu dengan cara membakar nya dalam perapian itu sisa ubi kayu yang ku ambil.

Ayam yang ber Kokok tadi ku tangkap dan ku potong dan ku panggang di perapian, sambil menunggu masak ku timba air dari sumur, ku basuh tubuh ini dengan air sumur itu.

Setelah nya ku santap ayam panggang dan juga ubi bakar itu, tak terasa sinar matahari pagi sudah menerangi pagi ku yang buram dan kepedihan ku ini.

Kuambil tas Uda Paima dari lubang anjing ku itu, sambil ku tenteng dan berlalu meninggalkan tempat kenangan indah itu, sesekali ku lihat ke belakang sambil meneteskan air mata ini.

Ku langkah kaki ini ke kuburan umum, sesampai di sana kulihat kuburan Uda Paima dan inang Uda Paima. ku tumpahkan semua air mata dan kesedihan ku, Karena menyelamatkan ku Uda Paima dan inang Uda harus pergi untuk selamanya, ku ucapkan terima kasih atas semua kasih sayang dan cintanya ke pada ku, kenangan, cinta dan kasih sayang nya akan ku simpan di relung hati ku yang paling dalam.

Ku panjatkan doa untuk Uda Paima dan inang Uda Paima, semoga di tempat yang baik disi yang maha kuasa sang pencipta.

Ku berlalu dari pemakaman umum itu, terus ku langkahkan kaki hingga akhirnya sampai lah di terminal kecamatan.

Ku lihatlah ada mesin ATM di dan ku cek saldo rekening yang dititipkan Uda Paima dan inang Uda Paima ini kepada ku.

Ku cek saldo nya sangat banyak, ku ambil secukupnya nya saja. dan selanjutnya ku beli tiket bus untuk segera berlalu dari tempat ini.

Tak berapa lama bus pun berangkat ke arah ibu kota Medan, hampir 6 jam perjalanan akhirnya sampai juga di terminal Medan.

Ku lihat jam di terminal sudah pukul tiga sore pantas saja perut ini terasa lapar, dan di depan terminal ini ku lihat ada rumah makan Padang, segera ku langkahkan kaki ini untuk kesana.

Setelah pesanan ku datang akhirnya bisa makan juga, setelah perut ku terisi ku setop becak motor untuk pergi ke tempat senior Uda Paima.

Kini saya sudah naik naik becak Motor, sambil melihat orang-orang yang lalu lalang dengan pakaian yang bagus-bagus.

Sementara baju ini adalah baju pemberian teman ku saat mengunjungi di rumah sakit, dan sampai sekarang masih itu yang ku kenakan.

Tiba-tiba saja ban becak motor yang ku tumpangi meledek, mau tidak mau harus turun, kata pengemudi becak motor nya alamat yang ku tujuh tidak jauh dari sini lagi.

Segera ku kasih ongkos becaknya walaupun belum sampai, ku lihatlah di seberang jalan ada toko pakaian.

Di toko pakaian itu ku beli beberapa pasang baju dan juga pakaian dalam untuk ku nanti nya, setelah selesai belanja segera mungkin saya menyetop becak motor lagi, karena hari semakin petang.

Dan ternyata becak yang tadi mengantarkan ku dari terminal yang datang tentunya setelah mengganti ban nya yang pecah.

Katanya masih di lihatnya aku belanja di toko baju itu, setelah selesai mengganti ban becak nya segera bapak itu berlalu menemui ku.

Kami pun melanjutkan perjalanan ke alamat yang di kasih oleh Uda Paima kepada ku.

rumah yang paling ujung dengan pekarangan yang luas dan pagar tembok sekitar dua meter.

Bapak tukang becak itu menurunkan ku tepat di depan pintu gerbang itu, tiga ekor anjing langsung menyambut ku dengan gonggongan dan pria setengah baya bersama istrinya datang menghampiri ku.

setelah itu gonggongan anjing berhenti, ku perkenalkan namaku dan tujuan ku kemari sambil memberikan surat dari Uda Paima itu.

Setelah selesai membaca nya pria itu memeluk ku dan kemudian mempersilakan ku masuk ke rumah.

"Andre.....

memang benar saya dulu senior nya Uda mu di kampus, dan beberapa hari ini saya tidak mendengar kabar nya lagi, bapak turut berduka cita nak."

"terimakasih pak."

"jangan panggil Bapak, panggil aja Uda Diman dan Inang Uda Diman ya."

Ku ceritakan semua kisah ku tanpa ada yang ku tutupi, karna memang begitu keadaan nya.

Uda Paima menyuruh kemari itu sebabnya nya saya yakin untuk bercerita semua kisah hidup ku.

"begitu lah hidup Andre, di kasih anak tak bersyukur dan malah di sia-siakan, sementara kami berdua mengharapkan anak banyak, tapi ngak rezeki hanya di kasih satu dan sekarang berada di Amerika."

Penuturan inang Uda Diman ini membuat ku tidak enak hati, anak satu-satu nya harus meninggalkan mereka karena cita-citanya dan itu membuat raut wajah nya menjadi sedih.

"maaf ya inang Uda gara-gara saya, inang Uda jadi sedih."

"ngak apa-apa mang, oh ya jadi sekolah mu gimana?"

"tidak perlu inang Uda, saya hanya perlu menambah ilmu peternakan bersama Uda disini."

Ku lihat Uda Diman tersenyum sembari melihat ke arah ku.

"oh tentu harus belajar dari Uda, ingat Andre belajar itu tidak harus di bangku sekolah ya."

"iya Uda ...

karena itu saya datang kemari untuk belajar, karena jika harus melanjutkan sekolah apapun tidak ada yang ku bawa."

"Oh.... gitu, jadi umur mu sekarang dah berapa mang?"

"Minggu depan sudah ber umur 17 tahun inang Uda."

"oh.....oh....oh.....

Uda dan inang Uda hanya berkata oh.... dengan serius.

"iya sudah Minggu depan aja kita buat KTP mu, biar nanti kamu perlu apa ngak repot lagi."

Saya hanya mengiyakan perkataan inang Uda dan Uda, kami bertiga makan malam dan setelah bercerita panjang kali lebar, akhirnya kami istirahat, dan di rumah ini juga saya mendapat kamar tidur yang nyaman.

Ternyata masih ada orang yang baik itu yang ada benak ku, dan saat nya memulai hidup baru di tempat yang baru ini.