webnovel

Perasaan Nico

"Jangan ganggu dia, tolong lepaskan!"

Suara seseorang yang berteriak membuat mereka semua menghentikan aksinya yang ingin menarik tangan Cahya. Sontak Cahya menoleh ke arah sumber suara. Cahya merasa lega karena mendapati Nico yang tiba-tiba datang di saat yang tepat. Saat para preman itu lengah, Cahya langsung mundur dengan langkah panjang agar mereka tidak bisa menariknya lagi seperti tadi. Sedangkan Nico langsung mendekati mereka bertiga tanpa ada rasa takut.

"Jangan ganggu dia, dia itu temenku. Kalian ngapain sih ganggu cewek lewat kek gini. Kayak nggak ada kerjaan aja," ucap Nico pada para preman tersebut dengan begitu santai. Cahya tercengang dengan sikap Nico yang tidak ada takutnya sama sekali dengan para preman tersebut. Padahal mereka semua berbadan kekar dengan wajah yang terlihat seram.

"Tau apa kamu, dasar bocah. Ganggu aja kita mau senang, mau jadi sok pahlawan kamu?" gertak pria yang tadi menarik tangan Cahya. Nico tak takut, bahkan dia berjalan mendekati para preman itu dengan gayanya yang cool. Sementara itu Cahya hanya memperhatikan saja dan berharap jika Nico bisa mengusir para preman tersebut.

"Banyak bacot ya lo, minggir atau mau kita hajar?" tanya salah satu di antara mereka, lalu Nico malah tersenyum remeh.

"Coba aja kalau berani hajar gue, tuh kalian nggak liat ada kantor polisi? Gue bisa teriak dan panggil bokap gue yang kerja di sana kalau kalian mencoba untuk hajar gue," balas Nico, dia bahkan terlihat sangat santai, membuat Cahya heran ketika mendengar Nico yang mengatakan jika papanya kerja di kantor polisi. Bukankah papanya Nico adalah seorang dokter? Begitu pikir Cahya sehingga alisnya kini saling bertaut karena heran.

Tidak ingin berurusan dengan yang namanya polisi, mereka bertiga langsung berlari meninggalkan Cahya dan mengurungkan niatnya yang ingin mengajak Cahya bersenang-senang versi mereka. Nico yang melihat ketiganya lari langsung mengulas senyuman penuh kemenangan. Membuat Cahya pun ikut tersenyum pada Nico.

"Nic makasih ya lo dah mau bantu gue. Gue nggak tau tadi kalau nggak lo kayak apa jadinya gue," ucap Cahya dengan tatapan sendu, dia masih merasa shock dengan kejadian barusan yang membuatnya nyaris dibawa oleh para preman hidung belang tadi.

Nico berjalan mendekati Cahya. "Udah kewajiban gue bantu lo yang lagi diganggu kayak tadi. Lagian lo dari mana sih malam-malam gini di sini? Bahaya buat cewek keluar malam sendirian di tempat ini," sahut Nico sambil memperhatikan wajah Cahya yang dipenuhi keringat dingin yang membasahi dahinya. Sepertinya Cahya sangat ketakutan sehingga mengeluarkan keringat seperti itu.

Cahya diam, dia menunduk memperhatikan sepasang sepatunya. Pikirannya kembali teringat saat Arsen membentaknya tadi di café. Selama bersahabat dengan Arsen, Cahya tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu dari Arsen. Membuat Cahya merasa sedih.

"Ca, kok lo diem sih. Lo abis dari mana malam-malam begini?" tanya Nico lagi, dia melihat jika terjadi sesuatu pada Cahya.

Cahya kemudian mendongakkan wajahnya menghadap Nico. Kemudian dia menghela napas panjang dan membuangnya pelan. "Gue tadi disuruh Arsen buat ke café itu," sahut Nico sambil menunjuk café yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Nico pun mengikuti arah tunjuk Cahya dan seketika itu juga membuatnya penasaran.

"Ngapain? Terus Arsen mana?" tanya Nico keheranan, kenapa bisa Arsen tega meninggalkan dan membiarkan Cahya pulang sendiri. Bahkan ini malam hari, sangat tidak baik bagi gadis seperti Cahya untuk jalan malam sendiri. Karena pasti akan banyak pria yang memggodanya. Cahya memiliki paras yang cantik sehingga siapa pun yang melihatnya pasti akan tergoda.

"Arsen masih di dalam sama Sandra, dia masih merayakan ulang tahun Sandra. Jadi gue pulang duluan karena takut dimarahin nyokap," jelas Cahya lirih, dia masih teringat saat Arsen yang marah padanya tadi. Seketika rasa bersalahnya semakin menjadi.

"Terus lo dicuekin gitu?" tanya Nico dengan nada marah, dia tidak habis pikir dengan sikap Arsen yang tak seperti biasanya yang selalu perhatian dengan Cahya. Kenapa Arsen bisa berubah cuek dan tidak perhatian lagi dengan Cahya yang Nico tahu mereka sangat dekat sekali seperti kakak adik.

"Nggak kok, gue tadi buat kesalahan dan pulang nggak pamit sama mereka. Jadi Arsen nggak tau kalau gue udah pulang," jelas Cahya lagi, dia tidak ingin Nico marah kepada Arsen. Cahya tahu jika selama ini Nico sangat dekat dengan Arsen. Arsen adalah sahabat Nico.

"Terus dia nggak sadar kalau lo pulang?" Nico masih mencecar berbagai macam pertanyaan kepada Cahya.

"Udahlah nggak usah dipikir lagi, gue kan nggak apa-apa berkat bantuan lo. Gue makasih banget sama lo Nic," lanjut Cahya, dan Nico hanya menghela napas panjang mendengar tanggapan Cahya.

"Ya udah, kalau gitu gue antar lo pulang naik bareng mobil gue," ucap Nico yang menawarkan bantuan kepada Cahya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada Cahya yang disuka dalam diam. Selama ini dia hanya bercanda pada Arsen jika dia akan mendekati Cahya, namun candaan itu sebenarnya berasal dari dalam hatinya. Nico sudah sejak awal menyukai Cahya tanpa sepengetahuan Cahya dan Arsen.

"Nggak usah Nic. Gue bisa pulang sendiri kok, lagian kan gue bawa sepeda. Mana bisa gue tinggalin sepeda gue ini meskipun jelek," balas Cahya, dia tidak ingin merepotkan Nico untuk mengantarkan dirinya hingga ke rumah. Dia takut jika kedua orang tuanya akan marah jika dirinya pulang malam diantar oleh lelaki dan menggunakan mobil. Pasti dirinya akan disangka mengikuti pergaulan bebas. Karena dia pernah mengalami hal itu saat dia pernah diantar oleh Arsen. Kedua orang tuanya tidak suka dengan Arsen.

"Jangan nolak Ca, ini udah malam dan lo nggak akan tau nanti kalau di jalan ada preman lagi kayak tadi. Malam gini tuh banyak preman duduk di pinggir jalan yang memang cari cewek lewat," ucap Nico yang membuat Cahya bergidik takut. Dia tidak ingin kejadian tadi terulang lagi. Karena Cahya masih ingin selamat dari para preman yang tidak mempunyai perasaan.

"Ya udah gue ikut, tapi gimana dengan sepeda gue?" tanya Cahya sambil memandang sepedanya tersebut. Tidak mungkin dia meninggalkan sepedanya begitu saja karena sepeda itu lah yang membawanya kemana-mana.

"Gue masukin aja ke dalam bagasi, muat kok." Nico berkata demikian sambil mengangkat sepeda Cahya dan membawanya ke dalam mobilnya yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Cahya pun mengikuti langkah Nico dari belakang. Cahya merasa lega karena ada Nico yang mau membantunya.

Kini Nico sudah menjalankan mobilnya menuju ke rumah Cahya yang sebelumnya dia tidak pernah tahu sama sekali letak rumah Cahya. Karena dia tidak ada kesempatan untuk dekat dengan Cahya, sebab selalu ada Arsen di samping Cahya. Sehingga Nico mengalah pada Arsen yang merupakan sahabatnya.