webnovel

Mengantar Cahya Pulang

Saat berada di dalam perjalanan menuju rumah Cahya, Nico hanya diam saja saat menyetir mobilnya. Perasaannya sangat berdebar kali ini karena dia tidak pernah berada di dekat Cahya seperti saat ini. Cahya duduk di samping Nico tanpa suara. Sepertinya Cahya sedang memikirkan sesuatu.

"Lagi mikirin apa?" tanya Nico saat menyadari jika Cahya hanya diam saja sejak tadi. Nico sangat terpesona dengan kecantikan Cahya yang sangat alami tanpa make up seperti gadis yang lain. Kesederhanaan Cahya lah yang membuat Nico merasa jatuh cinta dengan Cahya.

Cahya lantas menoleh pada Nico yang ada di sampingnya. "Nggak ada kok," sahut Cahya dengan senyuman. Padahal saat ini dirinya sedang memikirkan tentang Arsen yang sedang marah padanya. Membuat Cahya gelisah karena takut jika Arsen tidak mau memaafkannya besok. Cahya takut dikira sengaja oleh Sandra sehingga dia merasa bersalah sekali. Besok dirinya harus meminta maaf pada Arsen dan Sandra lagi.

"Mikirin Arsen?" tebak Nico yang tepat sasaran. Sepertinya Nico sangat tahu isi hati Cahya saat ini karena dia tahu jika Arsen dan Cahya sedang ada masalah.

"Nggak, ngapain gue mikirin dia. Kan barusan dengan dia tadi. Gue Cuma khawatir kalau nanti gue dimarahin sama nyokap," alibi Cahya saat dia menjelaskan kepada Nico. Cahya tidak ingin jika Nico tahu dengan apa yang dipikirkannya saat ini.

"Gue akan bantu jelasin ke nyokap lo nanti, lo tenang aja," sahut Nico dan kini dirinya kembali fokus ke jalanan. Tak lama kemudian mobil yang dikendarainya sudah berhenti di depan rumah Cahya. Akhirnya Nico tahu dimana letak rumah Cahya. Membuat dirinya merasa lega karena sudah tahu. Cahya kemudian turun dan disusul oleh Nico yang akan membuka bagasi dan menurunkan sepeda Cahya. Cahya menunggu Nico menurunkan sepedanya.

Setelah itu Nico meletakkan sepeda Cahya tepat di hadapannya. "Makasih ya Nic lo udah mau repot-repot bantu gue dan anter gue ke rumah. Gue nggak tau jadinya gimana kalau nggak ada lo," ucap Cahya sekali lagi mengucapkan terima kasih kepada Cahya. Nico lantas tersenyum kepada Cahya. Menurutnya Cahya terlihat sangat manis saat bersikap seperti itu.

"Kan udah gue bilang nggak usah makasih, gue yang temen lo wajar lah bantuin," sahut Nico.

"Maaf ya, lo harus tau kalau rumah gue jelek kek gini. Nggak kaya rumah lo," ucap Cahya yang diiringi tawa, dia hanya tidak ingin Nico merasa kecewa.

"Emangnya gue ada masalah kalau rumah lo jelek? Yang pentingkan bisa buat berteduh Ca. Gue brsyukur akhirnya bisa tau rumah lo, jadi kalau gue pas lewat daerah sini dan kehausan bisa mampir minta minum sama lo," ucap Nico sambil bercanda agar Cahya tidak merasa berkecil hati padanya tentang keadaan rumahnya. Padahal Nico tidak mempermasalahkan sama sekali keadaan rumah Cahya yang sebenarnya.

"Bisa aja lo, kalau lo doyan minum di sini nggak masalah," balas Cahya sambil tergelak dan diikuti oleh Nico yang merasakan kebahagiaan yang selama ini dia bayangkan saat dekat dengan Cahya. Pantas saja Arsen betah berteman dengan Cahya karena Cahya memang mempunyai pribadi yang asyik dan menyenangkan. Mudah bergaul pada siapapun. Namun di sekolah Cahya tidak ada teman, hanya Arsen dan dirinya yang selama ini menjadi temannya.

Bersamaan dengan itu, terdengar pintu dibuka dari dalam. Membuat Nico dan Cahya langsung mengalihkan atensinya ke sumber suara. Cahya terkejut, ada ibunya yang sedang berdiri di ambang pintu sambil berkacak pinggang. Membuat Cahya langsung menelan salivanya kasar karena takut jika ibunya akan marah besar karena dirinya pulang sampai malam.

Nico yang melihat eskpresi ibu Cahya langsung merasa heran, apakah ibunya Cahya galak? Pikir Nico.

"CAHYA! Dari mana aja kamu jam segini baru pulang?" teriak ibu Cahya yang tidak peduli jika di sana ada Nico yang akan mendengarkan dirinya marah-marah pada Cahya. Cahya langsung menatap Nico karena merasa malu saat ibunya berteriak demikian, dia merasa tak enak hati pada Nico.

"Nic. Lo pulang aja sekarang!" perintah Cahya agar Nico tidak mendengarkan amarah ibunya yang ditujukan untuknya. Cahya tidak ingin jika masalah keluarganya didengar dan diketahui oleh orang lain.

"Gue akan jelasin ke nyokap lo kalau gue anterin lo dan lo lagi ngerjain tugas ya? Biar lo nggak dimarah," ucap Nico dengan tatapan iba pada Cahya. Nico pikir ibu Cahya tidak galak seperti itu.

Nico tidak perlu mendengarkan tanggapan Cahya dan kini dia berjalan mendekati ibu Cahya. Membuat Cahya membola tak percaya jika Nico nekat menjelaskan dengan alasan mengerjakan tugas. "Maaf Bu, saya tadi antarkan Cahya karena baru saja selesai mengerjakan tugas kelompok," terangnya.

"Cahya, jangan bohong kamu! Sini, kamu selalu saja keluar nggak jelas sama teman lelakimu. Kamu mau jadi anak liar jam segini ada di luar rumah?" tanya ibu Cahya dengan nada tinggi dan tatapan tajam. Ibunya tidak menghiraukan Nico yang ada di hadapannya yang berusaha menjelaskan sesuatu agar Cahya tidak dimarahi oleh ibunya.

Akhirnya ibu Cahya mendekati Cahya dan menampar keras pipi Cahya hingga membuat Cahya memegang pipinya yang terasa panas akibat tamparan keras dari ibunya. Nico yang melihat itu langsung menganga tak percaya jika Cahya diperlakukan seperti itu. Membuatnya mearsa kasihan kepada Cahya.

"Bu, tolong jangan kasar sama Cahya. Dia tidak bersenang-senang tadi di luar, lagian ini belum terlalu malam. Jadi jangan hukum Cahya terlalu keras," ucap Nico mengingatkan, Cahya hanya menunduk karena dia malu pada Nico dan takut pada ibunya.

"Diam kamu, jangan ikut campur urusan kami dan silahkan kamu pulang dari sini. Jangan ganggu Cahya!" teriak ibunya dengan suara lantang dan tidak peduli jika ada yang mendengarnya. Hingga Nico tidak bisa lagi melawan saat Cahya ditarik paksa oleh ibunya dengan kasar. Membuat merasa iba dengan Cahya. Nico baru tahu jika Cahya diperlakukan seperti itu oleh ibunya. Dan Nico pun tidak bisa berbuat lebih, lalu Cahya masuk ke dalam rumah dan ibunya lanjut menyiksa Cahya lagi di dalam dengan pintu yang sudah ditutup dan dikunci dari dalam.

Nico yang mendengar Cahya menangis merasa kasihan namun dia tidak bisa membantu. Kali ini yang Nico sesalkan adalah Arsen yang menyuruh Cahya untuk datang ke café hingga malam. Akibat dari perintah Arsen itu kini Cahya merasakan penyiksaan dari ibunya.

Sedangkan Arsen saat ini sedang bahagia bersama Sandra. Mereka berdua masih berada di café dan ingin pulang. Malam ini Arsen akan mengantarkan Sandra pulang terlebih dahulu dan dia tidak ingat sama sekali bahkan tidak sadar jika di café tersebut sudah tidak ada Cahya lagi.