webnovel

Minta maaf pada Cahya

Kini Arsen sudah tiba di depan rumah Cahya dengan perasaan gugup. Sebelumnya belum pernah dia segugup ini saat berkunjung ke rumah Cahya, bahkan Arsen selalu ceria dan tenang saat berkunjung ke rumah Cahya. Mungkin saja karena dia merasa bersalah karena telah mengabaikan Cahya tadi malam sehingga dia pulang sendiri dan terancam dengan adanya preman yang mengganggu di jalanan ketika pulang.

Arsen mengetuk pintu sambil memanggil nama Cahya agar gadis itu segera keluar dari rumah dan menemuinya. Hingga beberapa kali Arsen memanggil namun tidak ada jawaban sama sekali. Lalu Arsen tidak menyerah dan ternyata pintu pun dibuka pada akhirnya. Bukan Cahya yang membuka pintunya, melainkan ibu Cahya yang memasang wajah tak suka pada Arsen. Arsen biasa saja karena dia sudah tahu jika ibu Cahya memang tak suka padanya jika selalu mengajak Cahya bermain. Arsen melakukan itu bukan tanpa alasan, dia hanya kasihan dengan sahabatnya itu yang selalu disiksa oleh ibu dan ayahnya. Arsen selalu ingin membuat Cahya merasakan kebahagiaan seperti anak remaja lain seusianya.

"Ngapain kamu ke sini lagi? Jangan pernah kamu mempengaruhi Cahya untuk keluar terus, dia sedang tidak ingin diganggu," bentak ibu Cahya dengan tatapan tidak bersahabat. Arsen tidak terkejut, karena sudah biasa dirinya mendengar bentakan dari ibu Cahya.

"Saya hanya ingin bertemu dengan Cahya saja Tan, karena tadi dia nggak sekolah," ucap Arsen. Ibu Cahya tidak mempedulikan. Bahkan dia ingin menutup pintu tersebut namun bersamaan dengan itu terdengar suara Cahya yang melarang ibunya untuk menutup pintunya.

"Jangan Bu! Cahya mohon jangan ditutup pintunya," pekik Cahya dan dia langsung mendekat di belakang ibunya. Ibunya sangat terlihat marah saat melihat Cahya yang langsung keluar karena mendengar Arsen.

"Bagus kamu ya? Dari tadi ibu panggil buat masakin kakak sama ayah kamu aja kamu nggak mau keluar dan sekarang saat ada anak ini aja kamu keluar. Dasar anak liar, malam keluar sama lelaki kaya, siang juga main sama anak orang kaya. Mau jadi apa kamu Cahya!" bentak Ibunya saat melihat Cahya yang mendekat dan membuka pintunya secara lebar. Arsen tentu saja merasa kasihan dan pilu saat mendengar Cahya dihina seperti itu oleh ibunya. Baru kali ini Arsen mendengar secara langsung ibunya menghina Cahya seperti itu.

Selain itu, Arsen juga melihat penampilan Cahya yang terlihat pucat dan lemas. Sepertinya Cahya sedang sakit hari ini sehingga dia tidak sekolah. Lalu mata Arsen menatap sendu pada wajah Cahya yang terlihat lebam keunguan di sekitar pipi dan dahi.

"Biarkan Cahya bertemu Arsen dulu Bu, Cahya mohon!" ucap Cahya sambil menatap sendu pada ibunya. Dia tidak marah ataupun melawan perkataan ibunya yang telah menyakitinya barusan. Arsen kagum dengan ketegaran hati Cahya kali ini. Arsen pikir Cahya selalu memberontak dan melawan dengan semua perkataan ibunya yang keterlaluan itu.

"Terserah, dasar gadis liar!" hardik ibunya seraya berlalu meninggalkan Cahya di depan pintu.

Setelah ibunya masuk ke dalam, Cahya keluar menyusul Arsen. Tadi saat dirinya sedang terbaring lemas dan tidak ada gairah untuk melakukan apapun sama sekali tiba-tiba Cahya mendengar suara ibunya yang sepertinya sedang marah dengan seseorang sehingga Cahya yang penasaran pun langsung mengintip dari balik pintu. Ternyata ada Arsen di depan pintu.

Sedangkan Cahya saat ini berdebar tak karuan saat ada Arsen datang ke rumahnya. Hal itulah yang selalu dia rasakan ketika sahabatnya datang ke rumah. Arsen telah membuat moodnya berantakan karena sedang marah tadi malam.

"Arsen, kok masih pakai seragam? Lo nggak pulang ke rumah dulu?" tanya Cahya yang berusaha melupakan kejadian tadi malam dimana dirinya yang sedih saat dibentak oleh Arsen. Hingga membuat dirinya jatuh sakit karena memikirkan hal itu.

"Gue tadi denger dari Sandra kalau lo nggak masuk, makanya gue ke sini buat jenguk lo. Lo sakit?" tanya Arsen. Cahya tidak menjawab, dia lalu berjalan keluar rumah untuk mengajak Arsen ngobrol di gazebo yang tak jauh dari rumahnya. Di sana terdapat pohon rindang yang bisa membuat teduh.

"Cuma pusing dikit aja sih, makanya Gue nggak sekolah. Takut kalau nggak kuat naik sepeda," sahut Cahya yang terlihat santai dan berusaha untuk melupakan kejadian tadi malam. Arsen mengekor di belakang Cahya untuk ikut duduk di gazebo tersebut.

Kini keduanya sudah duduk di gazebo. Lalu Arsen menatap wajah Cahya yang terlihat lebam, hal yang sejak tadi membuatnya penasaran dan ingin bertanya kenapa bisa sampai seperti itu.

"Soal tadi malam, Gue minta maaf karena nggak ngantar lo pulang sampai rumah. Gue…," ucap Arsen terhenti saat Cahya menghelanya dengan cepat.

"Nggak masalah Ar, gue selamat sampai rumah kok tadi malam. Ada Nico tadi malam yang antar gue pulang." Cahya berbicara tanpa menoleh, dia menatap kedua ujung kakinya yang menggunakan sandal jepit.

"Harusnya gue yang antar Lo pulang. Maaf karena gue biarin Lo pulang sampai malam dan berakhir di marahin sama ibu kamu," ucap Arsen sekali lagi, dia merasa sedih saat melihat wajah Cahya yang terlihat sendu, tidak seperti biasanya.

Cahya lantas menoleh pada Arsen yang juga sedang menatapnya. "Dari mana Lo tau kalau gue dimarahin ibu?" tanya Cahya sambil menyipitkan matanya, dia tidak ada mengatakan apapun tetapi Arsen tahu jika dirinya tadi malam dimarahi oleh ibunya.

"Nico tadi yang bilang ke Gue, Gue emang nggak berguna jadi sahabat Lo sekarang Ay. Maafin Gue ya Ay?" pinta Arsen sekali lagi, entah kenapa ada sudut hatinya yang terluka dan tak rela saat melihat Cahya sedih seperti saat ini.

"Santai aja napa sih Ar, nggak kayak biasanya Lo. Biasanya juga Lo nyuruh Gue ini itu kan? So, nggak usah dipikirkan!" sahut Cahya agar Arsen tidak perlu merasa bersalah lagi.

"Selain itu pun Gue mau minta maaf karena udah bentak Lo tadi malam, Gue nggak bermaksud marahin Lo," ucap Arsen sekali lagi sehingga membuat Cahya kembali menoleh.

"Nggak masalah Ar, wajar aja Lo marah. Kan emang Gue yang salah, karena Gue pesta kejutan Lo untuk Sandra jadi berantakan dan nggak sesuai ekspektasi Lo, maaf!" lanjut Cahya. Entah kenapa di antara keduanya sangat berbeda, tidak seperti biasanya yang selalu bicara lepas tanpa ada kata maaf jika baru saja saling mengejek satu sama lain. Bahkan saat ini Arsen pun merasa jika dirinya sepertinya sudah terlalu jauh dengan Cahya semenjak dirinya berpacaran dengan Sandra. Arsen menatap wajah Cahya yang menurutnya terlihat cantik meski berantakan seperti itu.

'Astaga, gue kenapa malah muji dia cantik.' Arsen bergelut dengan batinnya.