webnovel

Cahya yang malang

Cahya merasa heran dengan Arsen yang datang ke rumahnya malam ini. Padahal jam sudah menunjukkan pukul sepuluh malam tetapi Arsen datang sambi membawa sesuatu entah apa, Cahya pun tidak tahu.

"Ar? Ngapain malam-malam ke sini?" tanya Cahya, cowok yang tidak dia temui selama beberapa minggu ini sekarang berada di dalam rumahnya.

"Maaf kalau gue ganggu, enggak boleh nih gue ketemu lo kayak biasanya? Biasanya juga gue kan ke sini," sahut Arsen, dia turun dari motor sportnya dan kini berjalan mendekati Cahya yang sedang berdiri di dekat pintu. Arsen kemudian menyodorkan kotak yang berisi martabak. Sehingga membuat Cahya langsung menatapnya tak percaya. Itu adalah makanan kesukaannya, Arsen sangat tahu apa yang dia mau. Sehingga membuat Cahya langsung menarik sudut bibirnya karena senang dengan mendapatkan perhatian dari Arsen. Namun dia baru tersadar akan permintaan Sandra waktu itu jika dirinya diminta untuk menjauhi Arsen.

"Ar, kok lo repot-repot ngasih ini ke gue sih? Harusnya kan nggak usah," ucap Cahya yang merasa tak enak. Meski dia selalu dekat dengan Arsen tetapi jika Arsen terlalu baik padanya dengan membelikan sesuatu secara berlebihan membuat Cahya semakin tidak enak hati. Dia takut dianggap memanfaatkan Arsen.

"Tadi gue pulang dari rumah Sandra, pas di jalan ketemu penjual martabak jadi keinget lo. Ya udah gue beliin buat lo, tapi maaf kalau udah malam. Ganggu ya?" tanya Arsen, melihat Cahya malam ini membuat perasaannya menjadi lega.

"Enggak ganggu sih, Cuma kan malah lo yang repot harus ke sini. Sana cepet pulang. Nanti dicariin bunda lagi!" ucap Cahya agar Arsen segera pulang ke rumahnya. Cahya hafal jika Arsen pulang malam pasti bundanya akan khawatir.

"Ya udah lo masuk gih, gue mau pulang sekarang," sahut Arsen, dia membalikkan tubuhnya dan berjalan menuju motor ninjanya warna merah. Namun Cahya menghentikannya terlebih dulu.

"Ar, bentar. Hodie lo waktu itu masih ada di gue belum gue balikin. Bentar ya gue ambil di kamar. Gue lupa waktu itu bawa ke sekolah," ucap Cahya yang baru saja teringat dengan hodie milik Arsen. Waktu itu dia ingin mengembalikan hodie Arsen tetapi dia takut jika Sandra mengetahuinya dan akan cemburu lagi seperti waktu itu.

Arsen lalu menunggu Cahya yang sedang masuk ke dalam kamarnya yang akan mengambil hodie miliknya. Tak lupa Cahya membawa kotak berisi martabak tersebut ke dalam rumahnya. Saat ini kedua orang tua Cahya sudah tidur. Begitu juga dengan kakaknya, Vera. Mereka semua sudah tidak menghiraukan keadaan Cahya lagi.

Selang beberapa menit kemudian Cahya sudah keluar dari kamarnya dan kini dia menuju ke tempat Arsen yang sedang menunggunya. Cahya mendekat sambil menyodorkan paper bag yang berisi hodie milik Arsen. Arsen lalu menerimanya sambil tersenyum pada Cahya. Entah kenapa Arsen merasa canggung saat ini, tidak seperti biasanya saat dia selalu dekat dengan Cahya dan sedang bercanda seperti biasanya. Kali ini dirinya seperti malu dan merasa bersalah karena tidak ada waktu bersama dengan Cahya lagi.

"Makasih Ar hodienya. Dan juga martabaknya, sering-sering ya?" ucap Cahya sambil tertawa dan tentu saja dia hanya bercanda, dia mencoba untuk bersikap biasa saja karena tidak mungkin dia menjauhi dan membenci Arsen hanya karena dirinya disuruh untuk menjauh dari Arsen oleh Sandra.

"Gue malah lupa kalau hodie ini ada sama lo, pantesan waktu itu gue cariin kemana enggak ketemu. Ternyata ada sama lo,""ucap Arsen sambil melihat paper bagnya tersebut.

"Maaf Ar, gue emang lupa waktu itu mau ngembaliin ke lo. Ya udah sono lo buruan pulang. Gue mau makan martabak yang lo bawa. Keburu dingin nanti," celetuk Cahya sambil tertawa dan Arsen pun menyambutnya dengan tawa juga. Hal seperti itulah yang dia rindukan dari Cahya, yang suka bercanda dan tidak pernah marah ataupun serius saat bersamanya.

"Gue pulang dulu, bye!" ucap Arsen setelah naik ke motor ninjanya dan memakai helm full face sehingga menambah kesan macho dan keren pada dirinya. Cahya segera melambaikan tangannya, lalu setelah bayangan Arsen menghilang Cahya segera masuk dan menutup pintu. Kemudian masuk ke dalam kamar dan ingin memakan martabak yang dibawakan oleh Arsen tadi. Kebetulan sekali bantuan Arsen datang di saat dirinya sedang membutuhkannya. Cahya memang kelaparan, karena makanan yang dimasaknya tadi tidak dikasih sisa oleh kedua orang tuanya dan juga Vera. Ingin sekali Cahya menangis dan berteriak karena dirinya tidak mendapatkan perlakuan yang tidak adil seperti itu. Tetapi dirinya selalu tidak bisa, takut jika akan diusir dan belum mempunyai tempat tinggal. Oleh sebab itu Cahya ingin belajar yang sungguh-sungguh agar dirinya bisa mencari kerjaan yang mudah setelah tamat sekolah nanti.

'Cuma lo yang mau ngertiin gue Ar. Tapi sayang saat ini lo udah enggak seperhatian dulu, lo udah jadi milik Sandra dan gue enggak bisa deketin lo lagi seperti biasanya,' gumam Cahya bermonolog sambil mengunyah martabak tersebut. Tanpa terasa kristal bening sudah menggenang di pelupuk matanya dan jatuh ke pipi. Cahya sangat sedih dan sakit menjalani harinya. Dia ingin sekali cepat dewasa dan segera lulus sekolah agar semua permasalahannya bisa cepat selesai dan dia tidak akan mengganggu di rumah itu. Cahya berjanji jika dirinya akan menghilang dari keluarganya saat dia lulus nanti.

Tanpa terasa martabak yang ada di kotak tersebut sudah habis tak tersisa, Cahya segera minum air putih yang dia sediakan di meja dekat tempatnya tidur. Cahya tidur di lantai hanya beralaskan kasur tipis. Sehingga jika malam tiba di saat musim dingin tubuhnya selalu kedinginan karena selimut kecil dan kasur tipis. Berbeda jauh dengan kamar Vera yang di desain dengan sangat cantik dan indah. Membuat Cahya merasa iri dan ingin memiliki juga. Kasur yang empuk dan selimut tebal. Namun sayang, semua itu tidak pernah dia dapatkan sejak dari kecil. Dia selalu dibeda-bedakan oleh ayah dan ibunya.

Saat ini jarum jam sudah menunjukkan di angka sebelas. Tetapi mata Cahya enggan untuk terpejam walau hanya sebentar. Dia memikirkan Arsen sejak tadi yang beberapa hari ini tidak pernah bersamanya lagi saat di sekolah. Bahkan saat jam istirahat saja Cahya tidak pernah menemui ataupun bertemu Arsen seperti biasanya. Dia selalu menyibukkan diri di perpustakaan. Sebab Sandra selalu mengingatkan padanya bahwa dirinya tidak boleh dekat dengan Arsen lagi. Arsen adalah miliknya, begitu Sandra mengingatkan pada Cahya.

'Ar, gue harap lo bahagia bareng Sandra dan sampai nanti setelah lo lulus. Gue akan berusaha ikhlas untuk lupain lo. Gue sayang sama lo Ar,' gumam Cahya bermonolog sambil air matanya tak berhenti mengalir sejak tadi. Sesak yang dirasakannya semakin menjadi. Cahya tidak tahu, bagaimana caranya agar dia melupakan Arsen.