webnovel

Berusaha menjauh

Berusaha Menjauh

Pagi harinya Cahya terbangun dalam keadaan yang tak bersemangat. Ingatan tentang Arsen yang semalam memberikan martabak untuknya, membuat Cahya sedih bukan main. Cahya bangkit dari posisinya saat ini karena ingin melanjutkan kegiatannya dengan mandi pagi.

Setelah selesai mandi, Cahya pun langsung mengenakan seragamnya cepat karena harus mempersiapkan sarapan untuk keluarganya. Cahya tidak mau terkena amukan hanya karena tidak mau membuat sarapan .

Cahya ke luar dari kamar dan melangkah menuju dapur. Di sana, Cahya langsung berkutat dengan peralatan memasaknya. Untuk keadaan tergesa seperti ini Cahya hanya mampu membuat nasi goreng asalkan dia dan keluarganya makan.

"Bisa agak cepat, gak? Gue lapar!" hardik Vera karena terlalu jengah menunggu.

"I—iya, Kak …" Cahya langsung memasak makanannya lebih cepat sebelum Vera semakin memarahinya. Baru Vera saja Cahya sudah ngeri, apalagi kedua orang tuanya?

Sepuluh menit kemudian empat porsi nasi goreng sudah selesai dibuat. Cahya memindahkan piring-piring tersebut ke atas meja. Melihat jika makanan sudah siap, Vera langsung menyantapnya karena memang sejak tadi sudah meronta-ronta.

Cahya sendiri hanya makan di dapur seorang diri karena memang takut bergabung dengan keluarganya. Terkadang Cahya berpikir alasan keluarganya membenci serta memarahinya.

Tak perlu waktu lama bagi Cahya menghabiskan makanannya dan sekarang gadis itu sudah bersiap berangkat sekolah. Cahya berjalan menuju halte terdekat untuk menunggu bus yang lewat.

Setelah mendapatkan bus, Cahya langsung saja masuk dan duduk dengan tenang sembari menunggu kendaraan itu tiba di sekolah. Cukup lama waktu yang dilalui oleh Cahya karena bus seringkali berhenti. Cahya hanya berharap semoga dia tidak terlambat tiba di sekolah atau nantinya dihukum.

Turun dari bus, Cahya langsung memasuki sekolahnya. Beruntung karena ternyata bel masuk belum berbunyi sehingga tidak terlambat dan mendapatkan hukuman. Salah Cahya sendiri karena harus berleha-leha memikirkan masalah semalam padahal dia sendiri bangun kesiangan.

Cahya melewati lorong-lorong sekolah sampai akhirnya tiba di kelas. Di sana, Cahya langsung duduk di kursinya sendiri dan menelungkupkan kepala. Jarang sekali ada yang mau berbicara dengannya karena dianggap tidak sebanding.

Terdengar suara obrolan yang cukup mengganggu sehingga Cahya tidak mau mengangkat kepalanya. Mendengar betapa intens obrolan itu, Cahya memutuskan untuk memasukkan dirinya di bawah kolong meja. Setidaknya supaya posisi dia di sana tidak ketahuan.

"Arsen … aku seneng deh, kamu perhatian gini," ucap suara perempuan yang tak lain adalah Sandra.

Arsen terkekeh. Suara renyah itu yang sejak kecil selalu didengar oleh Cahya sebagai sahabatnya. Namun kini, suara tawa Arsen berkembang dan bisa didengar oleh orang lain yakni Sandra.

"Ini kewajiban aku sebagai pacar kamu, Sandra. Kalau aku nggak perhatian, siapa yang bakal perhatian sama kamu?" sahut Arsen lembut.

Di bawah kolong meja, Cahya menekan dadanya yang terasa sakit karena perbincangan tersebut. Cahya berharap obrolan keduanya bisa segera berhenti agar rasa sakit hatinya tidak semakin membesar.

"Cahya … lo udah datang?"

Cahya mendelik ketika mendengar suara Nico menyerukan namanya padahal dia sedang bersembunyi.

"Dia belum datang, bodoh!" Itu suara Arsen yang menyahuti dengan sok tahunya.

"Lo kata siapa, sih?" Nico berdecak kesal karena saat akan mengintip, Arsen justru menghalangi.

"Buktinya gak ada yang nyaut, kan? Berarti dia memang belum datang!" kekeh Arsen berharap Nico bisa segera pergi dari kelas itu.

Nico tidak peduli dengan larangan Arsen karena saat ini dia sudah semakin memasuki kelas Cahya. Kedua matanya memicing ketika melihat siluet tikus berada di bawah meja.

"Cahya, lo ngapain di sana?"

"Oy … gue lagi ambil bolpoin nih!" balas Cahya berpura-pura. Untung saja di dalam sakunya dia menyimpan benda tersebut sehingga bisa dijadikan alasan agar Nico tidak curiga.

Arsen yang sebelumnya menganggap Cahya belum datang, segera memasuki kelas ketika mendengar suara sahabatnya itu. Dapat dilihat Cahya yang baru muncul dari bawah kolong meja sembari membawa bolpoin. Kecurigaan Arsen seketika menghilang karena awalnya dia menganggap bahwa Cahya sedang menguping obrolannya.

"Ay … gue pikir lo belum datang," cetus Arsen mendekati Cahya.

Wajah Cahya berubah kikuk karena di luar kelas ada Sandra. Tak berselang lama Sandra turut bergabung karena tidak mau membiarkan Arsen mengobrol lebih intens dengan Cahya.

"Eum … Eum …" Cahya bingung harus menanggapi seperti apa.

Nico yang peka segera mendekati Cahya dengan tingkah seperti biasa. Dalam hati, Cahya mengucapkan banyak terima kasih kepada Nico karena mau membantunya terbebas dari seorang Sandra.

"Arsen, kelas kamu kan di sebelah!" Sandra datang dan menegur Arsen supaya segera pergi dari kelasnya. Jika di situ terus, kedekatan Arsen dan Cahya akan semakin intens dan Sandra membenci itu.

"Iya, San. Aku masih ngobrol sama Cahya …" balas Arsen lembut.

Sandra mencebik kemudian menyilang tangannya. "Ayo … katanya mau ajak aku ke kantin?" rengek Sandra yang suaranya cukup mengganggu Nico.

"Perasaan, lo dulu gak kayak gini, San," celetuk Nico mengingatkan bagaimana Sandra dahulu. Nico cukup kaget dengan perubahan pesan Sandra yang jauh berbeda dengan dahulu ketika banyak yang mendekatinya.

"Kenapa? Gue kan gini cuma sama Arsen aja," jawab Sandra acuh. Sandra tidak terlalu menggubris penilaian negatif orang lain yang dianggap sebagai pengganggu. "Sen … ayo …" Sandra kembali merengek karena Arsen tak kunjung menerima ajakannya.

"Ay, lo mau ikut ke kantin gak?" tawar Arsen tanpa menggubris Sandra untuk saat ini.

'Mau!' Sayangnya kalimat itu hanya mampu diucapkan Cahya dalam hati saja. Cahya tidak mau semakin memperkeruh suasana dengan ikut Arsen padahal selama ini mereka selalu bersama. "Lo aja, deh. Kasihan Sandra kayaknya laper banget tuh!" Cahya mengingatkan Arsen jika ada Sandra yang sejak tadi masih merengek walaupun sudah tidak seheboh tadi.

Arsen menatap Cahya ragu. Dia merasa ada hal lain yang saat ini tengah disembunyikan oleh Cahya yang entah apa itu. Pada saat akan bertanya lebih lanjut, Sandra sudah menarik tangannya ke luar sehingga Arsen hanya bisa pasrah saja mengikuti.

"Pelan dong, San," gerutu Arsen karena hampir saja terjungkal.

Sandra tidak menggubris apa yang dikatakan oleh Arsen karena tujuannya saat ini adalah kantin. Lebih baik dia membawa Arsen pergi daripada harus terjebak dengan Cahya yang menurutnya hanya parasit tersebut.

Sementara di kelas, Cahya tidak bersuara sedikitpun semenjak Arsen dibawa pergi oleh Sandra. Cahya masih tahu diri untuk tidak mencari ataupun mendekati Arsen walaupun semalam pemuda itu membawakan martabak untuknya. Semenjak bersama Sandra, hubungan antara Arsen dan Cahya memang tidak intens seperti dahulu. Di tengah keduanya bagaikan ada tembok besar yang menghalangi.