webnovel

Cahya Terluka

Kecewa, itulah yang dirasakan oleh Cahya saat ini. Dia tidak percaya jika Arsen benar-benar menyukai Sandra, temannya sekelas yang tidak begitu dekat dengannya. Namun Arsen meminta kepadanya untuk memanggilkan Sandra untuk ikut dengannya di kantin.

"Lo bisa nggak ajak Sandra ikut gue ke kantin?" tanya Arsen yang sebenarnya meminta bantuan kepada Cahya agar dia bisa dekat dengan Sandra.

"Ya lo aja sendiri yang ngajak, masa laki nggak berani sih. Masa iya lo nyuruh gue, sana ajak aja sendiri," sahut Cahya yang tidak setuju dengan perintah dari Arsen. Dia ingin membuat Arsen sendiri yang akan mengajaknya. Karena jika dia yang meminta pada Sandra maka dia merasa tidak kuat menahan hatinya yang merasa sesak.

"Ih lo jahat banget sih sama gue Ay, plis deh gue minta tolong kali ini. Kita makan di kantin bareng ama Sandra ya?" pinta Arsem lagi sambil memasang wajah melas agar Cahya mengasihaninya dan terbukti, Cahya selalu tidak tega jika Arsen sudah memohon seperti itu.

"Iya. Bawel banget lo," celetuk Cahya seraya meninggalkan Arsen yang masih berdiri di depan kelas Cahya sambil bersandar di dinding. Semua siswi yang melihat jika ada Arsen di sana merasa senang sekali karena bisa melihat wajah tampan Arsen dari dekat. Mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan itu agar bisa dekat dengan Arsen.

"Arsen, lo nyungguin siapa?" tanya sala satu siswi yang sekelas dengan Cahya, dia bernama Megan. Wajahnya tersenyum senang begitu dekat dengan Arsen.

Arsen menoleh saat ada yang bertanya padanya. "Nunggu Cahya," sahutnya singkat dengan wajah datar tanpa senyuman dan kemudian memalingkan wajahnya lagi.

"Oh, kalian pacaran ya?" tanya Megan tanpa tahu malu, dan itu malah membuat Arsen merasa risih dan tak suka.

"Bukan urusan lo," sahut Arsen yang sepertinya malas sekali menanggapi ucapan siswi yang bernama Megan itu. Dia tidak begitu kenal dan untuk itu tak ada niat baginya menjawab dengan ramah.

"Ih galak banget sih," gerutu Megan sambil meninggalkan Arsen sendirian di situ. Tak lama kemudian Cahya muncul. Dia datang bersama Sandra dengan raut wajah yang tampak bahagia.

"Nih, San orangnya yang nyariin lo. Dia nggak berani nampakin wujudnya," ucap Cahya saat mereka berdua sudah ada di dekat Arsen. Arsen yang menyadari jika sudah ada Cahya dan Sandra langsung berdiri tegap dan tersenyum pada Sandra. Lalu Sandra pun membalas senyuma Arsen dengan malu-malu.

"Aku mau ngajak kamu ke kanti, mau nggak?" tanya Arsen yang memulai pembicaraannya dengan Sandra.

"Sekarang?" tanya Sandra konyol , dan Arsen langsung tersenyum saat Sandra menjawab dengan seperti itu. Cahya yang melihat mereka hanya tersenyum saja sejak tadi merasa jadi obat nyamuk di antara mereka.

"Kok gue ngerasa kaya jadi obat nyamuk kalian sih," celetuk Cahya sambil tersenyum, Sandra yang mendengarkan itu merasa tak enak. Selama ini dia pikir Cahya dan Arsen itu sedang menjalin hubungan kekasih, tetapi nyatanya tidak.

"Apaan sih Ay, ya nggak lah. Lo juga ikutan ke kantin yuk. Kita bertiga," ajak Arsen yang mendengar perkataan Cahya barusan. Namun Cahya menggeleng, dia tidak ingin mengganggu dua sejoli itu yang sedang ingin melakukan pedekate.

"Nggak lah, gue di sini aja. Buruan kalian berdua ke kantin sono. Entar masuk lagi," sahut Cahya dan dia langsung meninggalkan Arsen dan Sandra berdua agar mereka ada kesempatan untuk saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing. Cahya sudah bisa menebak jika Sandra juga memiliki perasaan dengan Arsen jika dilihat dari senyumnya yang malu-malu tadi.

"Jadi lo nggak ikutan Ay?" tanya Arsen yang seakan tidak rela jika Cahya tidak ikut dengannya, Sandra pun menoleh pada Cahya untuk menunggu jawabannya.

"Nggak, kalian aja sana, Gue masuk dulu ya," sahutnya seraya meninggalkan mereka berdua dan Cahya kini kembali ke kelasnya dengan keadaan yang sangat sesak di dadanya. Dia tahu jika dia sangat berlebihan karena mengharapkan cinta dari Arsen sementara dia adalah sahabat masa kecilnya. Tetapi hanya Arsen yang selama ini ada saat dia sedih ataupun terluka karena keluarganya yang selalu menindasnya. Cahya kini mulai kehilangan Arsen di sisinya. Dia merasa hampa saat hati Arsen sudah menemukan cintanya dan itu bukan dia.

Cahya kemudian duduk di tempatnya sambil mengeluarkan tas yang ada di bawah mejanya. Cahya ingin mengambil buku dan pena untuk menulis apapun yang kini ada di dalam hatinya. Dia sedang merasa tidak baik-baik saja saat ini. Hatinya terluka namun tidak akan dia tunjukkan pada siapapun yang akan membuatnya tahu.

"Ca!" panggil Marco yangs ejak tadi memperhatikan Cahya yang sudah duduk di kursinya.Marco mendekati Cahya dan langsung menarik kursi yang ada di samping Cahya dan langsung menatap Cahya yang sepertinya sedang ingin menulis sesuatu di dalam bukunya.

Cahya langsung terkejut saat ada yang memanggilnya dan ternyata adalah Marco. Dia kemudian mengalihkan pandangannya lagi ke buku yang ada di depannya.

"Lo lagi apa?" tanya Marco dan itu membuat Cahya tidak nyaman sama sekali, dia merasa risih saat Marco yang tiba-tiba bersikap peduli padanya seperti itu. Karena yang dekat dengan dia hanyalah Arsen selama ini jika di sekolah.

"Ya seperti yang lo liat," jawab Cahya tanpa minta dan dia masih menulis di buku itu tanpa memerhatikan Marco yang ada di sampingnya.

"Emangnya ada Pr ya?" Marco masih saja mengajak Cahya bicara hingga mmebuat Cahya merasa jengah dan tidak nyaman sama sekali. Dia tidak biasa diperhatikan seperti itu hingga Cahya menoleh pada Marco dan berkata, "ada apa sih tumben banget lo deket sama gue. Nggak biasanya."

Marco berdeham, dia berusaha untuk tidak gugup di dekat Cahya. Sepertinya dia ingin mengatakan tentang perasaannya namun dia urungkan karena malu. "Nggak ada sih, Cuma gue liat lo sendiri. Tumbenan nggak keluar bareng Arsen?" tanya Marco lagi dan membuat Cahya ingin sekali menghilang dari dalam kelas itu. Tahu jika ada Marco tadi dia ikut saja Arsen ke kantin, meski hatinya bergemuruh saat melihat kedekatan Arsen dan Sandra.

"Lagi malas aja, nggak harus kan gue sama Arsen terus? Ya sekali-kali lah gue di kelas."

"Bagus deh kalau gitu, bisa buat nemenin gue di kelas karena sendirian juga," sahut Marco dengan penuh semangat.

"Lo bisa nggak jangan deket-deket gini, nggak enak gue. Sana, ganggu aja!" ucap Cahya mengusir Marco agar tidak mendekatinya dan dia bisa bebas menulis di buku yang dipegangnya saat ini. Cahya selalu mengutarakan perasaannya melalui goresan tinta saat sedang merasa tidak baik-baik saja tentang perasaannya dengan Arsen.

"Tapi Ca…," ucap Marco terhenti karena Cahya menatapnya tajam.

"Gue mau sendirian, jadi lo bisa tinggal gue sendiri!"

Akhirnya Marco pun bangkit dari duduknya dan kembali lagi ke tempat duduknya sendiri dengan perasaan kecewa. Dia sudah lama mengagumi Cahya.