webnovel

Milikmu adalah milikku

"mengapa menarikku seperti itu? Aku bahkan belum manyelesaikan kalimatku tadi" protes meri saat berada di dalam mobil.

"kalian terlalu berbasa-basi. Aku merasa lelah dan ingin pulang, karena aku ingin hadiahku menemaniku jadi apa aku salah jika membawa istriku pulang bersamaku?"

Huft... Meri menghembuskan nafas panjang. Ia seperti keberatan dengan ucapan suaminya barusan tapi semuanya memang benar.

Benar ia adalah seorang istri dan benar juga dia terlalu berbasa-basi. Itu semua karena ia merasa tidak ingin cepat pulang dan menjadi bulan-bulanan suaminya itu.

Ilham tidak salah, hanya perasaan meri saja yang terasa di aduk-aduk bagaikan adukan bahan bangunan pada mobil molen. Ia merasa perutnya terguncang.

"ilham berhenti" teriak meri tiba-tiba.

Karena kemampuan menyetir ilham yang juga tidak berbeda jauh dari andre, ia dengan cepat menghentikan mobil dengan perhentian yang halus.

Setelah melepas safety beltnya, meri molancat turun dari mobil dan muntah sejadi-jadinya di pinggir jalan.

Suami super siaga, itulah sosok ilham. Ia dengan cepat mengelus punggung meri agar merasa nyaman dan mengeluarkan semua yang ingin ia muntahkan.

Merasa cukup, meri berdiri di bantu suaminya masuk ke dalam mobil. Jendela mobil di biarkan terbuka lebar agar meri dengan mudah mendapatkan oksigen serta angin segar.

Hari sudah mulai siang, tapi di izmir bahkan cuaca paling panas hanya akan terasa lembab. Asap kendaraan memang tidak baik tapi meri menggunakan masker lesehatan jadi tidak akan terlalu berpengaruh.

Tiba di rumah, kepalanya terasa semakin berat. Perutnya tetap merasa tidak nyaman sehabis muntah.

Meri merasa ia sudah melakukan hal mubazir dengan mengeluarkan sarapan paginya. Ia cukup menyayangkan karena itu makanan bergizi yang baik untuk pertumbuhan anaknya. Dan yang paling ia sesalkan saat ini adalah suaminya terus memaksanya untuk makan agar perutnya tidak kosong.

"apa masih mual?" tanya ilham

"tidak, hanya saja perutku masih tidak nyaman"

Dengan sikap manja, meri duduk di pangkuan ilham, menyandarkan tubuhnya pada tubuh suaminya. Ia terus-terusan mengelus perutnya membuat ilham tidak bisa menahan diri untuk melakukan hal yang sama.

Mereka duduk di ruang keluarga, para pengurus rumah berjenis kelamin wanita silih berganti lalu palang dan tak bisa untuk tidak melirik ke arah majikan mereka. Untuk pertama kalinya meri merasa tidak ada masalah jika orang lain melihat sikap manjanya kepada suaminya itu.

Para pengurus rumah juga cukup tahu bahwa sang tuan juga tidak malu menunjukkan perhatian dan kasih sayangnya kepada istrinya. Mata malaikat pencabut nyawa seketika terganti dengan tatapan penuh rahmat dari malaikat berhati baik.

"tidak lama lagi junior pulang, sebaiknya kau menjemputnya. Aku sudah lebih baik sekarang"

"junior sudah besar. Biarkan sopir yang menjemputnya, kita harus mengajarkan kepadanya sikap mandiri sejak kecil" kata ilham.

Sejak kecil meri selalu memanjakan junior hingga anak itu hampir tidak pulang ke rumah jika bukan ibunya yang menjemputnya. Tapi kali ini, ilham merasa anak secerdas itu hanya perlu pengawasan. Akan sulit mengendalikan sepenuhnya jadi ia harus mencoba satu per satu.

Bukan bermaksud agar ibu dan anak itu merenggang tapi perlahan mereka harus mengajarkan sikap mandiri pada putra mereka. Seorang pria sudah seharusnya di latih dengan kerasnya hidup sejak masih belia.

Otak junior cukup mumpuni dan tidak akan merasa keberatan atas pilihan dadi nya itu.

"dia sudah akan memiliki adik tapi aku masih memperlakukannya seperti seorang bayi" meri tersenyum senang.

Kebahagiaannya saat ini tak luput dari anak-anaknya. Di fase sebagai ibu, suami bukanlah hal yang paling penting melainkan anak. Walau meri sadar seharusnya posisi pertama di tempati suaminya, ia tetap saja akan memilih anaknya daripada suaminya. Tapi ia berharap bahwa saat seperti itu tidak akan muncul.

"baiklah, sekarang waktunya aku meminta hadiahku" kata ilham dengan senyum super manis hingga mampu meluluhkan hati yang memandang.

Senyumnya kombinasi antara kejahilan dan manja. Sangat sukar untuk di tebak apakah pria itu akan mengerjainya atau justru meminta hal lain yang menyenangkan.

Selama ini, ilham tidak pernah meminta hal yang aneh. Hal di luar nalar yang biasa ia minta hanya tidur bersama seharian atau hal lain yang berkaitan dengan hubungan di ranjang.

Lagipula saat ini meri memiliki senjata ampuh sekaligus perisai tanggung yang berada di perutnya. Seorang ayah tidak akan tega meminta sesuatu yang akan menyulitkan wanita yang saat ini mengandung anaknya.

Tak ada hal perlu di khawatirkan lagi. "katakan hadiah apa yang kau mau?"

"tidak sulit. Aku hanya ingin semua gajimu di masukkan ke rekeningku kemudian kita bertukar kartu debit juga kredit"

Meri "... *

" mudah bukan?" ilham tersenyum senang.

Bagi kalangan wanita lainnya hal itu sangat mudah di pahami dan tidak akan ada seorangpun yang menolak.

Gaji meri mungkin akan di kuasai oleh ilham tapi nilai yang masuk pada kartu debit ilham bahkan melebihi sepuluh kali lipat dari gaji itu sendiri.

"kau yakin ini hadiah yang kau minta? Tidak mau meminta yang lain?"

"aku hanya menginginkan hal itu" jawab ilham tanpa ragu.

"kau bisa meminta pengalihan asetku, kau juga bisa memintaku untuk cuti kerja atau bahkan mengundurkan diri. Masih banyak hal lain yang sangat menguntungkanmu"

"aku tahu. Asetku adalah asetmu juga, jadi mengapa aku ingin meminta aset yang sudah seharusnya ku berikan pada istriku. Mengenai cuti kerjamu, itu cukup menggiurkan hanya saja itu jangka pendek. Memintamu cuti selamanya itu mustahil jadi aku memilih apa yang sudah ku sebutkan. Aku menginginkan seluruh hidup istri dan anakku bergantung di pundakku, hanya itu dan tidak akan ada kesepakatan lain" kata ilham serius.

Memiliki suami yang di luar batas normal serta pemikiran yang berbanding terbalik dengan pria lain membuat meri merasa keluarganya benar-benar aneh.

Suaminya ingin ia menghabiskan uangnya, sementara sebagai istri meri justru tidak ingin melakukan hal itu.

"baiklah, aku setuju" meri mencium bibir suaminya secepat kilat.

Dengan jentikan jari, pengurus rumah yang sedari tadi berdiri lumayan jauh kini mendekat dengan map di tangannya.

Meri membuka tiap lembaran dalam map itu. Semakin ke belakang matanya semakin membesar seakan ia melihat suatu keanehan.

"tanda tangani dan kita sepakat" ilham menyerahkan pulpen dengan bingkai ke emasan.

Pulpen indah yang selalu tersembunyi di saku kemeja ilham. Pulpen dengan lapisan emas 24 karat yang di desain oleh perancang ternama di amerika.

"apa kau kehilangan akal? Ini surat pemindahan asetmu atas namaku. Rumah sakit, hotel dan mansion di paris? Apa kau tidak salah?"

"tidak sama sekali. Lakukan dengan cepat agar kita bisa segera istirahat di kamar" ilham mendesak agar wanita di pangkuannya itu tidak berubah pikiran lagi.

Wanitanya terlahir kaya dan tidak akan mudah merayunya dengan harta. Pada dasarnya, meri anak seorang jutawan yang low profile. Memintanya menghabiskan uang suaminya sama sulitnya dengan Memintanya meninggalkan karirnya.

Karena itu, saat ini adalah waktu yang tepat. Istrinya adalah wanita yang memegang teguh janjinya jadi ia tidak akan mundur hanya karena permintaan itu terkesan sulit walau sebenarnya mudah.

"kau menyerahkan kerajaan bisnismu kepadaku. Apa kau tidak akan menyesali keputusanmu ini?"

"istriku sungguh wanita yang cerewet"

Huft... Meri menghela nafas panjang memikirkan betapa tidak masuk akal suaminya.

"aku hanya akan menandatangi berkas transfer gajiku ke rekening mu dan menerima kartu debit dan rekeningmu. Perpindahan asetmu akan kulakukan jika anak kita sudah lahir" meri menetapkan keputusannya.

"anak kita bukan pengikat hubungan. Dia ada atau tidak, kau tetap istriku. Apa bedanya menandatangani ini sekarang dan setelah kau melahirkan?"

Semua yang di katakan dan di lakukan suaminya selalu masuk akal. Tidak ada yang bisa menyangkal hal itu. Suaminya terlalu pintar merangkai kata hingga tak meninggalkan celah untuk menolak.

"kepalaku pusing, bisakah kita istirahat sekarang?" tanya meri mencoba mengalihkan topik.

Mengerti, ilham tidak mencoba untuk menolak dan mengungkit topik itu lagi.

"Mmm, kita makan siang dulu kemudian istirahat. Sebentar lagi junior akan pulang jadi kita tunggu dia pulang dan makan bersama"

"ibu, aku pulang"

Meri dengan cepat turun dari pangkuan ilham dan duduk di sampingnya seolah sejak tadi posisinya seperti itu. Di hadapan pengurus rumah ia tidak akan segan tapi di hadapan junior mereka masih harus menjaga sikap.

"kebetulan. Ganti pakaianmu kemudian kita makan bersama" ajak meri memerintah putranya.

"oke"

Mereka makan siang bersama dengan menu-menu sehat. Sayur yang di masak tanpa minyak dengan irisan tebal. Daging yang di masak hingga matang namun tidak terasa alot ataupun overcook.

Semua makanan yang terhidang sangat nikmat di pandang hanya meri yang merasa kehilangan selera makannya.

"buatkan aku salad saja. Dan potongkan beberapa buah untukku" pinta meri pada asisten rumah tangga yang setia di belakang ilham.

"setidaknya makanlah karbohidrat untuk energimu" kata ilham.

Buah dan sayur memanglah sehat tapi asupan untuk ibu hamil haruslah seimbang. Sebagai dokter, ilham tentu memahami standar makanan yang sehat dan seimbang sesuai porsi yang di butuhkan.

"apa ada umbi-umbian? Atau buatkan aku roti sandwich"

Karena masih harus menunggu makanannya siap di hidangkan, meri duduk menatap anak dan suaminya yang makan dengan lahapnya.

Dua pria itu juga menyadari tatapan satu-satunya wanita cantik di rumah itu. Keduanya tetap fokus pada makanan masing-masing walau dengan perasaan bersalah makan dengan nyaman sementara meri kehilangan nafsu makannya.

Ilham yang merasa paling bersalah karena kehamilan meri menjadi penyebab istrinya itu kehilangan nafsu makan dan juga mengalami mual saat di kendaraan.

Harapannya semoga semua hal itu tidak akan mempengaruhi kesehatan meri dan janinnya. Karena itu sebagai suami, ia lah yang harus terus memantau kesehatan anak dan istrinya.

"mengapa makanannya lama sekali?" keluh meri sambil merapatkan dahinya ke meja.

Rasa bosan menunggu dan perut yang mulai berteriak memanggil bagiannya.

"nanny, mengapa lama sekali? Ibuku mulai lapar" junior lebih dulu berteriak memanggil pembantunya.

Jika dadinya yang turun tangan maka hasilnya sudah pasti tidak akan baik. Jadi ia hanya ingin mengambil alih untuk menghindari keributan yang tidak di perlukan.

Keributan tidak pernah terjadi saat ia berada di rumah. Tapi bukan berarti ia tidak akan tahu apa yang terjadi.

Jika ia tidak melihat dengan matanya, setidaknya ia bisa mendengar dan melihat dari rekaman CCTV. Hanya ilham yang bisa melihat rekaman itu tapi junior tentu bisa meretasnya dengan mudah.

Hal itu tidak bisa tergolong ilegal karena ia adalah tuan rumah, semua yang berada di dalam rumah otomatis adalah miliknya juga.