webnovel

Rubah dan singa

Setelah makan siang dengan roti sandwich di lengkapi buah dan segelas susu, meri meringkuk di kasurnya.

Perutnya terus saja merasa lapar namun tak ada satu makanan pun yang menarik minatnya. Satu hal membuat seseorang pusing ketika perut lapar dan peher tak bernafsu.

Ilham terus memperhatikan gerak istrinya yang tidak bisa tenang walau semenit. Ia terus berguling ke kanan dan ke kiri bagai kambing guling sambil terus memegang perutnya.

Riak yang di sebabkan gerakan itu membuat ilham pun sulit untuk beristirahat dengan tenang. Sebenarnya ia tidak lelah atau ingin tidur, ia hanya ingin menemani meri setidaknya mensugesti bahwa ia juga harus tidur sekarang.

"apa perutmu sakit?" ilham bertanya karena sedari tadi meri terus saja memegang perutnya yang berbunyi bagai suara petungan beduk azan.

"tidak, aku hanya masih merasa lapar" jawab meri menahan malu.

Baru satu jam yang lalu ia makan dua buah roti sandwich dan sekarang ia mengaku masih lapar.

"apa ada sesuatu yang kau inginkan?"

Meri menggelengkan kepalanya, menyangkal bahwa ia ingin makan hanya saja tidak tahu apa yang ia inginkan.

Fase mengidam terkadang di lalui oleh beberapa ibu hamil tapi itu tidak sesulit yang meri alami.

Saat ibu hamil mengidam, mereka biasanya menginginkan sesuatu seperti makanan, minuman atau sesuatu yang jelas. Meri membuat semuanya sulit dengan tidak mengetahui apa yang ia inginkan.

Orang kaya terkadang di mudahkan saat menginginkan sesuatu, tapi jika sesuatu itu bahkan tidak jelas lalu bagaimana ia akan memenuhinya.

Ilham bangkit dan menarik istrinya untuk ikut bangkit dari posisi baring meringkuk bagai udang.

"kita mau kemana?" tanya meri ketika di dalam mobil.

"kencan"

Meri "..."

Berekencan bukan hal tabu bagi mereka, tapi kencan di saat ia sedang hamil dan mengidam, mungkin ilham satu-satunya yang memikirkan hal itu.

Ia bisa saja mual di tengah kencan atau bahkan muntah. Yang terparah jika ternyata ia berubah moody dan meminta pulang saat kencan itu bahkan belum di mulai.

Karena di rumah ia merasa bosan, mengikuti keinginan suaminya sepertinya pilihan terbaik saat ini.

Mereka tiba di tempat tujuan yang tak lain sebuah menara tinggi bersejarah tak jauh dari pesisir pantai.

Mata coklat bening meri seketika berubah kelam melihat puluhan anak tangga yang berada di hadapannya saat ini.

Tangga itu sangat indah dengan warna pelangi yang tersusun rapi. Tapi jumlah sebanyak itu saat kondisinya sedang hamil membuat meri tidak habis fikir.

"apa kau ingin membuatku keguguran?" tanya meri sinis.

"hei, aku juga ahli medis. 40 anak tangga tidak akan membuatmu keguguran kecuali jika kau turun dari atas dengan berguling-guling" jawab ilham dengan senyum mengembang.

Tadinya gedung inu cukup menarik minat meri dengan letak, ketinggian dan desain indah. Batu bata merah yang di susun rapi membuatnya tak kehilangan kesan sejarahnya.

Izmir tarihi asansor merupakan sebuah bangunan lift bersejarah.

Sudah semakin sore saat ia tiba di puncak. Orang lain memilih menaiki lift dan mereka justru menaiki tangga.

Langkah demi langkah meri menghitung sambil menggerutu. Sudah hampir satu minggu ia tidak berolahraga dan ini adalah olahraga pertama yang membuatnya cukup kelelahan.

Tiba di atas, semua rasa lelah dan kesalnya seperti menguap ke udara. Kepuasannya dengan pemandangan yang di suguhkan membayar tuntas setiap keluhannya.

Ilham merangkul pundah meri dengan tangan kirinya dan mengelus perut istri tercintanya.

"apa sudah lebih nyaman sekarang?" ilham mencoba memastikan.

"Mmm, aku dan anakku menyukainya. Terimakasih sudah mengajakku kemari"

Meri sudah hidup lebih lama di izmir tapi kehidupannya hanya di penuhi urusan kerja, kuliah dan junior. Ia hanya akan pergi bersantai saat liburan akhir semester junior telah tiba. Jadi dia bahkan tidak pernah tahu di izmir ada pemandangan seindah ini.

"aku yang berterima kasih padamu. Meri, apa kau tidak pernah berpikir bahwa dengan hamil anakku akan merusak postur tubuhmu? Kau mungkin akan terlihat semakin tua dan tidak kencang lagi"

"jika aku tidak menarik lagi, apa kau akan meninggalkanku?" meri merasa jawaban atas pertanyaan ilham tergantung pada jawabannya sendiri.

Ilham tersenyum manis menarik tubuh meri berhadapan dengannya. "cintaku tanpa syarat"

Hanya tiga kata tapi itu mengandung ribuan makna. Itu berarti ilham tidak akan meninggalkannya bagaimanapun kondisinya.

Sebenarnya itu tidak perlu di pertanyakan jika saja meri mengingat keseluruhan perjuangan ilham untuk bisa bersamanya. Karena ingatannya terpotong karena itu ia masih memiliki keraguan.

"kalau begitu aku tidak keberatan melahirkan anak kita" jawab meri tanpa gentar. Pikirannya melayang sejenak sebelum ingat sesuatu "aku hamil di bulan pertama kita berhubungan. Apa kau akan membuat aku melahirkan sepuluh anak? Ah bukan, jika usiaku selarang 27 dan menopause di usia 40 maka aku mungkin akan melahirkan 15 anak untukmu"

Teori aneh itu sebenarnya masuk akal jika meri hamil setiap ia lepas dari masa nifas. Tapi ilham tentu tidak setega itu menjadikan istrinya mesin produksi anak.

Berkat pikiran aneh istrinya, pria dingin dengan wajah beku itu kini tertawa lepas tanpa beban.

"hahaha, apa kau pikir aku sekuat itu?" goda ilham

"mungkin. Kau menghamiliku di bulan pertama dan selalu memintaku setiap malam, bukan hanya malam. Kita bahkan pernah melakukannya di sing hari. Apa kau masih berpikir kau pria lemah syahwat?"

Ilham terdiam mendengar ucapan meri. Pipinya terasa panas karena aliran darah yang mulai berdesir hebat akibat malu.

Wanitanya cerewet ia sudah tahu itu sejak lama tapi sikap konyol dan berbicara tanpa rem, ia merasa itu bukan meri yang dulu. Atau mungkin beginilah Wanitanya sejak dulu.

"ehem. Mengapa ucapanmu begitu vulgar?"

"kenapa? Mulutmu bahkan lebih vulgar saat di kamar. Tapi ilham, mengapa beberapa hari ini sikapmu berubah?" tanya meri menatap dengan mata sendu berkaca-kaca.

"berubah? Apa yang berubah denganku?"

"apa kau masih ingat kapan terakhir kali kau menyentuhku? Itu sudah empat hari yang lalu. Kau berencana tidak akan menyentuhku selama kehamilanku apa aku benar?" masih dengan tatapan kecewa.

Sebagai pria, ilham jadi serba salah. Sudah empat hari ia menahan nafsunya hanya untuk melindungi calon anaknya tapi ia tidak memikirkan bahwa hal itu menyiksa istrinya.

Ternyata selama ini bukan hanya dia yang membutuhkan meri, istrinya itu cukup pintar menyembunyikan keinginannya hingga setiap kali ilhamlah yang mengambil inisiatif.

Karena hal itu, ia bisa saja di sebut maniak seks padahal mereka berdua sama-sama menginginkannya.

Usia pernikahan mereka sudah terbilang tua tapi usia perkawinan mereka baru sekitar dua bulan. Jadi sangat wajar jika keinginan mereka masih menggebu-gebu.

"aku hanya menunggu janinmu cukup kuat. Terakhir kali perutmu kram karna berhubungan, itu bukan pertanda baik. Jadi ayo tunda sampai satu atau dua minggu lagi. Setelah itu, kita bisa melakukannya dengan hati-hati"

"kau kan seorang pria, aku akan menopause sekitar tiga belas tahun lagi dan saat itu kau masih akan baik-baik saja. Jika kau menunda seperti ini, kau mungkin akan menyesalinya saat waktuku tiba"

"menikah tidak selamanya mengenai seks dan anak. Aku manusia, seks adalah kebutuhan tapi bukan sesuatu yang menjadi dasar aku menikahimu. Aku ingin hidupmu sepenuhnya, bukan hanya tubuhmu. Wanita di luar sana berhamburan tapi apa aku pernah melirik mereka? Bagiku, wanitaku saat ini adalah hidupku. Bahkan jika kau tidak bisa melayaniku lagi besok dan seterusnya, aku tetap tidak akan menggantikamu dengan yang lain"

"aku tersentuh. Sayang, kita setidaknya bisa melakukan gaya lain untuk menjaga anak kita tetap aman. Apa kau mau mencobanya?" goda meri dengan menunjukkan mata anjingnya.

Bahkan jika itu malaikat maut, ia tetap akan berbelas kasih melihat tatapan tak berdaya itu.

"ide bagus. Tapi seminggu lagi" tolak ilham.

"kau ini. Aku sudah berusaha keras menginjak rasa maluku untuk memintamu tapi kau malah menolakku seperti ini" meri memasang wajah kesal walau ilham hanya dapat melihat matanya, ia tetap bisa merasakan kekecewaan istrinya.

"pikirkan anak kita" ilham membelai lembut kepala istrinya itu.

"anakmu terus menyiksaku, apa tidak cukup? Mengapa kau juga harus menyiksaku?" keluh meri

Tangan ilham menarik turun cadar meri saat melihat situasi sekitarnya sedang sepi. Dia menarik meri mendekat dan mulai menciumnya dengan kasar.

Meri sampai kesulitan bernafas menerima ciuman suaminya itu. Ia baru saja berpikir suaminya kehilangan minatnya tapi ternyata ia membangunkan singa yang tidur.

Bibirnya terasa sakit di tekan dengan kuat, lidahnya terasa akan putus karena ilham memilinnya menjelajahi setiap sudut dalam mulut meri.

Perlahan, ciuman itu berubah lembut dan terlepas. "kita lanjutkan sisanya nanti malam" ilham menyeka bibir meri yang basah karena ulahnya.

Perlahan bibir itu menyunggingkan senyum karena senang dengan perkataan ilham yang baru saja terlontar.

"aku tidak tahu istriku menginginkannya, tapi karena kau sedang hamil tetap ingat bahwa kita tidak bisa melakukannya seperti dulu lagi. Kita setidaknya hanya bisa melakukannya sekali seminggu dan juga..."

"aku tahu, tidak perlu mengatakannya. Huft. Aku baru tahu rasanya sesulit ini. Saat hamil junior, ayahnya tidak di bersamaku jadi tidak ada yang bisa ku lakukan tapi karena saat ini kau bersamaku semuanya jadi tidak mudah"

Terdapat perbedaan saat mengandung junior dan saat mengandung anak keduanya kali ini.

Dulu andre meninggalkannya beserta masalah yang belum usai. Meri sampai tidak sempat memikirkan keinginannya tidur bersama suaminya. Justeu ilhamlah yang ada di sampungnya dan tidur bersamanya walau tidak pernah menyentuhnya.

Kali ini, hormon progesteron dalam tubuhnya semakin meningkat dan meningkatkan nafsunya. Rubah betina yang dulu tidur sepertinya akan terbangun. Itu akan menyenangkan jika ilham menanggapinya. Sayangnya, pria itu justru ketakutan karena kehamilannya.

Mereka seperti rubah bangun saat singa tertidur.